Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Daftar Menteri Keuangan Era Orde Baru, Ada yang Pernah Menentang Kebijakan Soeharto

Selama 32 tahun menjabat, Menteri Keuangan di era kepemimpinan Soeharto juga silih berganti menjabat. Siapa saja mereka?

17 Juli 2023 | 09.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masa pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto berlangsung sejak 1966 hingga 1998. Selama 32 tahun menjabat, Menteri Keuangan di era kepemimpinan Soeharto juga silih berganti. Tercatat, masa Orde Baru diisi oleh enam orang Menteri Keuangan dengan beragam latar belakang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, pada era Presiden Soeharto juga mengalami banyak perubahan terutama yang berkaitan dengan pemerintahan dan kebijakan, salah satunya di bidang keuangan. Lantas, siapa saja Menteri Keuangan Indonesia pada masa Orde Baru? Lebih jelasnya, Simak penjelasannya berikut ini.

1.    Franciscus Xaverius Seda (1966 – 1968)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok yang juga dikenal dengan nama Frans Seda ini ditunjuk sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Ampera I pada 28 Juli 1966, di bawah kepemimpinan Pejabat Presiden saat itu, yakni Soeharto. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan, Indonesia sedang menghadapi situasi ekonomi yang ditandai oleh tingginya inflasi, hingga mencapai 650 persen.

Harga barang naik sekitar 500 persen dalam setahun. Kurs pasar gelap rupiah terhadap dolar Amerika Serikat turun dari Rp 5.100 pada awal tahun 1965 menjadi Rp 50.000 pada awal tahun 1966.

Dalam kondisi ekonomi tersebut, Frans seda yang merupakan pria kelahiran Maumere, 4 Oktober 1926 itu berhasil membawa ekonomi Indonesia menuju kestabilan dengan menerapkan penganggaran yang terpadu dan model anggaran yang seimbang antara penerimaan dan pengeluaran negara.

Ia mengubah kebijakan pencetakan uang untuk mengatasi defisit menjadi anggaran yang seimbang dengan pendapatan negara. Frans Seda juga menyusun anggaran yang disesuaikan dengan pengeluaran rutin dan pembangunan, serta menaikkan harga bahan bakar minyak. Semua langkah ini diambil setelah pemerintah melakukan pemotongan nilai uang dalam upaya mengendalikan hiperinflasi yang terjadi.

Frans Seda diketahui menempuh pendidikan di Katolieke Economische Hogeschool di Tilburg, Belanda, dan berhasil meraih gelar Doktorandus Ekonomi pada tahun 1956. Riwayat karirnya di pemerintahan meliputi posisi Menteri Perkebunan (1964-1966), Menteri Pertanian (1966), Menteri Keuangan (1966-1968), dan Menteri Perhubungan dan Pariwisata (1968-1973).

Selain itu, ia juga pernah menjadi Penasihat Presiden B.J. Habibie di bidang ekonomi pada tahun 1998 dan menjadi Penasihat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia pada tahun 1999.

2.      Ali Wardhana (1968 – 1984)

Ali Wardhana merupakan Menteri Keuangan yang menjabat dalam periode terpanjang selama era Soeharto. Pria kelahiran Solo, 6 Mei 1928 ini menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Pembangunan I, II, dan III dari tahun 1968 hingga 1984. Selama menjabat sebagai Menteri Keuangan, terjadi dua kali devaluasi mata uang yakni pada 1977 di mana saat itu kurs dolar AS setara dengan  Rp 415. Kemudian  pada 1978 dengan kurs tukar per dolar AS setara dengan Rp 625. 

Tak hanya itu, Ali Wardhana juga memiliki beberapa terobosan. Salah satunya adalah menurunkan tingkat inflasi dari 650 persen menjadi 20 persen dalam tiga tahun masa jabatannya melalui prinsip balanced budget, yaitu anggaran pemerintah yang berimbang antara pendapatan dan pengeluaran. Ia juga kerap melakukan inspeksi mendadak yang berhasil mengungkap beberapa kasus korupsi dan penyelundupan.

Ali Wardhana menempuh pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1958. Selanjutnya, beliau meraih gelar Master of Arts pada tahun 1961 dan gelar doktor (Pn.D) di bidang ekonomi dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat setelah berhasil mempertahankan disertasi berjudul "Monetary Policy in an Underdeveloped Economy: with Special Reference to Indonesia" pada tahun 1962.

Ia juga telah menerima beberapa penghargaan, termasuk Bintang Mahaputera Adiprana Kelas II dari Pemerintah RI, Satyalencana Dwidja Sistha dari Menteri Pertahanan dan Keamanan RI, Grootkruis Leopold II dari Raja Belgia, dan Ali Grootkruis in dew Oranje Nassau dari Ratu Juliana, Belanda.

3.      Radius Prawiro (1983 – 1988)

Radius Prawiro merupakan Menteri Keuangan era Soeharto di Kabinet Pembangunan IV.  Pria yang lahir di Yogyakarta pada 29 Juni 1928 ini pernah mengenyam pendidikan di Nederlandsche Economische Hogeshool Rotterdam. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta.

Selama menjabat sebagai Menteri Keuangan, Radius Prawiro telah menerapkan beberapa kebijakan ekonomi, di antaranya rehabilitasi dan stabilisasi moneter, reformasi perdagangan, moneterisasi pedesaan dengan memperluas perdagangan dengan negara-negara ASEAN, serta mempromosikan program Kredit Usaha Pedesaan dan Simpanan Pedesaan. Selain itu, ia juga mengembangkan sektor koperasi dan mengubah arah perdagangan luar negeri, serta melakukan reformasi perpajakan.

Salah satu kebijakan penting yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Radius Prawiro adalah penghapusan Sisa Anggaran Pembangunan (SIAP). Tujuan kebijakan ini adalah untuk mempercepat penyelesaian proyek-proyek pemerintah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, termasuk proyek-proyek yang mendapatkan pendanaan dari luar negeri.

Prestasi Radius Prawiro selama bertugas dalam pemerintahan mendapatkan berbagai penghargaan, baik dari dalam maupun luar negeri. Penghargaan yang diterimanya antara lain Bintang Gerilya (1992), Brevet kehormatan Hiu Kencana (1992) dan Bintang Republik Indonesia Utama dari Presiden Republik Indonesia (1998).

Selain itu ia menerima Degree of Doctor of Law Honoris Causa dari The National University of Singapore (1993) atas kontribusinya dalam memajukan perdagangan Indonesia di wilayah ASEAN, The Grand Cordon of the Order of the Sacred Treasure dari Kaisar Jepang (1994), dan Doctor Honoris Causa dalam bidang teologi dari Theologische Universiteit Kampen, Belanda (2004).

4.      Johannes Baptista Sumarlin (1988 – 1993)

JB. Sumarlin lahir di Blitar pada tanggal 7 Desember 1932. Ia menyelesaikan pendidikan S1 Ekonomi di Universitas Indonesia pada tahun 1958. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan S2 di Universitas California, Amerika Serikat, dan meraih gelar Master of Arts (M.A) pada tahun 1960. Pendidikan S3-nya ditempuh di Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat, dan ia berhasil mendapatkan gelar doktor Ph.D pada tahun 1968.

Pada Kabinet Pembangunan V, JB. Sumarlin ditunjuk sebagai Menteri Keuangan dengan didampingi oleh Menteri Muda Keuangan, Nasruddin Sumintapura. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka mengendalikan inflasi dan memperkuat struktur kredit antara lain Paket Kebijakan Deregulasi di Bidang Moneter, Keuangan, dan Perbankan (Pako 1988), Paket Maret 1989, dan Paket Januari 1990.

Namun, kebijakan ini justru mengakibatkan ekspansi kredit perbankan yang berlebihan dan kurang selektif. Pada Maret 1991, diluncurkan Gebrakan Sumarlin II yang berhasil menekan laju inflasi hingga secara bertahap turun menjadi 4,9 persen pada tahun 1992.

Selama periode antara tahun 1970 hingga 1998, JB. Sumarlin memainkan peran penting dalam kebijakan ekonomi dan keuangan nasional. Prestasinya diakui melalui beberapa penghargaan, termasuk Menteri Keuangan Terbaik tahun 1989 oleh Euromoney dan tahun 1990 oleh majalah Asia. Ia juga menerima penghargaan Bintang Mahaputera Adiprana III pada tahun 1973, serta Bintang Grootkruis in de Orde van Leopold II dari pemerintah Belgia pada tahun 1975.

5.      Mar’ie Muhammad (1993 – 1998)

Mar’ie Muhammad lahir di Surabaya pada tanggal 3 April 1939. Ia adalah lulusan Master of Arts in Economics dari Universitas Indonesia. Pada 17 Maret 1993, Presiden Soeharto menunjuk Mar'ie Muhammad sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Pembangunan VI.

Salah satu tindakan nyata yang diambil oleh beliau adalah menolak dana taktis dan memotong anggaran perjalanan dinas yang dianggap terlalu besar. Selama 5 tahun menjabat sebagai Menteri Keuangan, pada awal tahun 1997 Indonesia menjadi pelopor di Asia Tenggara dalam bidang perekonomian.

Kebijakan yang paling menonjol selama masa jabatan Mar'ie Muhammad sebagai Menteri Keuangan adalah upaya untuk mengatasi kredit macet melalui empat strategi penyehatan bank, yaitu  meningkatkan kolektibilitas kredit yang telah disalurkan dan memberikan kredit berdasarkan prinsip perbankan yang sehat. Strategi berikutnya adalaah mengawasi penggunaan kredit tanpa campur tangan dalam masalah internal penerima kredit dan menurunkan biaya overhead.

Tak hanya itu, Mar’ie mencatatkan sejarah panjang sebagai sosok pejabat yang anti terhadap korupsi di era Orde Baru. Sejarah mencatat bahwa ia berada di balik penentangan pembelian kapal perang eks Jerman Timur pada 1994.

“Mengenang Mar’ie, ingat kasus pembredelan Majalah Tempo pada 1994,” kata Redaktur Senior Tempo, Toriq Hadad mengenang seperti dikutip dari akun Twitter-nya pada Ahad, 11 Desember 2016. “Tempo menulis pembelian kapal perang eks Jerman Timur yang ditolak Mar’ie.”

Toriq paham betul bagaimana sikap Mar’ie saat itu atas pembelian kapal bekas yang disebut tak layak pakai tersebut. Menurutnya, pria yang akrab disebut Mr. Clean itu tak sepakat uang negara digunakan untuk membeli kapal bekas.

“Menkeu Mar’ie tak setuju uang negara untuk beli kapal bekas,” tulis Toriq.

“Menteri Ristek BJ Habibie sebaliknya. Soeharto anggap Tempo adu domba, dibredel.” Toriq adalah satu di antara wartawan Tempo kala itu yang berhasil mengungkap pembelian kapal bekas tersebut.

 6.      Fuad Bawazier (1998)

Fuad Bawazier adalah Menteri Keuangan terakhir sepanjang orde baru. Ia hanya menjabat selama dua bulan akibat situasi reformasi yang terjadi di Indonesia. Pria kelahiran Tegal, 22 Agustus 1949 ini dilantik sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Maret 1998.

Perjalanan karir Fuad Bawazier di Kementerian Keuangan dimulai pada tahun 1974. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Analisa Keuangan Daerah di Kementerian Keuangan pada tahun 1988. Selain itu, Fuad juga pernah menjabat sebagai Direktur Pembinaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sebagai staf ahli Menteri pada tahun 1993. Pada tahun 1998, Fuad Bawazier dipromosikan sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan Mar'ie Muhammad.

Fuad Bawazier meraih gelar Sarjana Ekonomi Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1974. Selanjutnya, ia melanjutkan pendidikan S2 di bidang Studi Ekonomi di William College pada tahun 1983. Ia juga meraih gelar doktor dalam bidang ekonomi dari University of Maryland, Amerika Serikat.

 

RIZKY DEWI AYU  | AVIT HIDAYAT

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus