Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tiga panggilan telepon dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara yang gagal bersambut memaksa Rini Soemarno mengirim seorang utusan ke rumah Suprajarto di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat. Pada Kamis siang, 29 Agustus lalu, Rini meminta si ajudan menyampaikan amarnya kepada sang tuan rumah bahwa Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia itu diminta segera menghadap Kementerian BUMN. Suprajarto akan digeser menjadi nakhoda baru Bank Tabungan Negara.
Upaya keempat Rini menjangkau Suprajarto itu ternyata gagal. Ajudan tadi tak bisa menemui sang pemilik rumah. Tapi Rini tidak mundur barang selangkah. Sore harinya, lewat rapat umum pemegang saham luar biasa Bank Tabungan Negara, Kementerian BUMN mengumumkan perombakan manajemen bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3 milik pemerintah tersebut.
Rini memberhentikan Maryono, Direktur Utama BTN, yang menjabat sejak Desember 2012. Sebagai ganti, ia menunjuk Suprajarto menjadi nakhoda baru BTN.
Dari sinilah drama bermula. Suprajarto menolak keputusan tersebut. Menggelar pertemuan dadakan dengan wartawan di sebuah restoran di Jakarta Pusat, Suprajarto menyatakan mundur dari posisinya barunya. “Saya tidak pernah diajak berbicara mengenai penetapan ini, apalagi musyawarah,” katanya, Kamis malam, 29 Agustus lalu.
Sejumlah kolega Suprajarto menilai keputusan Rini melecehkan profesi bankir. Ia terkena degradasi, dipasrahi bank yang asetnya hanya seperempat dari BRI. “Pada dasarnya ini sebuah pelecehan profesi,” ujar Ketua Umum Serikat Pekerja BRI Ruslina Harsono pada hari yang sama melalui keterangan tertulis.
Ribut-ribut bongkar-pasang posisi dua bos bank pelat merah itu tidak akan terjadi bila utusan Rini berhasil menemui Suprajarto. Rini bahkan sampai membekali ajudannya itu dengan telepon. Setelah sang ajudan tiba di sana, ia ingin berbicara langsung dengan Suprajarto.
Suprajarto baru tahu belakangan bahwa utusan tersebut ajudan Rini. Ia mengaku sepanjang hari itu tumbang di ranjang setelah menyiapkan serangkaian proses pernikahan anak bungsunya. Sehari sebelumnya, ijab kabul anak bungsunya berlangsung di Sampoerna Strategic Square di jantung Jakarta. “Ibu Rini dan semua deputi Kementerian BUMN saya undang, tapi tidak ada yang datang,” ucap Suprajarto di Jakarta, Rabu, 4 September lalu.
Keluarga Suprajarto sebetulnya mengenali utusan itu. Utusan tersebut sempat bekerja di Bank Negara Indonesia—tempat kerja Suprajarto sebelum di BRI. “Tapi orang rumah tidak ada yang berani membangunkan saya yang sedang sakit,” ujarnya.
Pada Kamis sore, 29 Agustus lalu, Suprajarto baru tahu ada tiga panggilan telepon di telepon selulernya. Panggilan pertama dari Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo. Yang kedua dari Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro, yang juga Wakil Komisaris Utama BRI. Panggilan terakhir dari sekretaris pribadi Rini. “Saya menduga tiga missed call itu ada urusannya dengan perombakan direksi di BTN,” kata Suprajarto.
Gatot membenarkan kabar bahwa dia mencoba menghubungi Suprajarto pada hari itu. Ia menelepon Suprajarto pada pukul 11.18 WIB. Setelah itu, giliran Wahyu yang mengontak. Hasilnya sama, nihil. “Bah--kan Pak Wahyu sudah mencoba sejak Rabu sore,” tutur Gatot. Dengan adanya upaya itu, Gatot membantah anggapan bahwa Kementerian BUMN tidak memberitahukan pergeseran posisi Suprajarto sebelumnya. “Kami sudah lakukan good governance.”
SETELAH menghadiri rapat umum pemegang saham luar biasa Bank Tabungan Negara, Kamis, 29 Agustus lalu, Gatot Trihargo mengatakan perombakan manajemen di bank tersebut sudah krusial. Di antara bank-bank milik negara, hanya BTN yang berfokus bermain di pembiayaan perumahan.
Adapun menurut catatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat per Maret 2019, backlog atau kekurangan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih 7,6 juta unit. “Kami berharap tahun depan kinerjanya bisa naik dua-tiga kali lipat,” ucap Gatot di Menara BTN.
Direktur Utama BRI Sunarso (tengah) bersama direksi dan komisaris BRI seusai rapat umum pemegang saham luar biasa di Jakarta, 2 September 2019.
Tiga sumber di lingkungan Badan Usaha Milik Negara yang mengetahui proses bongkar-pasang tersebut mengatakan kondisi BTN memang menjadi salah satu pemulus langkah Rini menggeser Suprajarto ke Gajah Mada, kawasan lokasi Menara BTN. Sudah agak lama Otoritas Jasa Keuangan menyoroti kinerja BTN. OJK sampai pada kesimpulan meminta pemegang saham segera mengganti manajemen puncak bank tersebut.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo menyebutkan sudah selazimnya OJK mengawasi kinerja bank. Pengawasan itu sangat variatif, tergantung permasalahan dan potensi risiko yang dihadapi. Dari pengawasan itu, OJK bisa meminta pemilik bank mengambil langkah perbaikan.
Slamet mengakui OJK meminta Kementerian BUMN membenahi manajemen BTN. “Semua permasalahan itu manajemen yang harus bertanggung jawab,” kata Slamet, Rabu, 4 September lalu. Namun Slamet membantah kabar bahwa OJK meminta secara spesifik pergantian direktur utama. “Penggantian pengurus kewenangan pemegang saham.”
Permintaan OJK membenahi BTN klop dengan keinginan Rini. Tiga pejabat tadi mengatakan Rini sudah lama ingin menggeser Suprajarto dari Bank Rakyat Indonesia. Salah satu sebabnya: Suprajarto dianggap tidak bisa “bersinergi” dengan bank pelat merah lain, di antaranya Bank Negara Indonesia.
Kegagalan “sinergi” yang dimaksudkan tak lepas dari sejumlah insiden persaingan bisnis antara BRI dan BNI yang memperuncing hubungan dua bank pemerintah itu. Di antaranya soal posisi penyalur bonus atlet Asian Games 2018 yang jadi rebutan. Saat itu BRI ditunjuk pemerintah menjadi penyalur bonus lewat tabungan Britama, totalnya senilai Rp 210 miliar.
Insiden lain terjadi saat peresmian jalan tol di Jawa Timur. PT Jasa Marga (Persero) sudah membagi lapak untuk empat bank pemerintah di rest area pada kilometer tertentu. Ternyata Presiden Joko Widodo mendatangi lapak BRI, bukan lapak BNI atau bank pelat merah lain. Hal serupa terjadi saat berlangsung Pertemuan Bank Dunia/Dana Moneter Internasional di Bali, Oktober 2018. Bukannya membuka Pavilion Indonesia, yang digagas Kementerian BUMN, Jokowi memilih mampir ke stan BRI yang memperkenalkan kopi Indonesia.
Kunjungan Suprajarto ke rumah ibunda Jokowi pada bulan puasa lalu juga memantik hubungan panas-dingin Rini dan Suprajarto. Menurut pejabat tadi, Suprajarto dianggap bermanuver di belakang Rini. Ini mengingatkan Rini pada bekas Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, yang ditengarai bersafari ke para kiai meminta didoakan menjadi menteri.
Suprajarto mengakui sempat bertandang ke Surakarta, ke rumah ibunda Jokowi. Kunjungan itu terjadi pada akhir Mei lalu, berbarengan dengan safari Ramadan BRI ke Pondok Pesantren Kholifatullah Singo Ludiro di Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ada salah seorang pegawai BRI yang merupakan keponakan Jokowi. “Dia menawarkan mampir ke rumah ibunda Jokowi. Namanya silaturahmi, masak saya menolak?” ujar Suprajarto.
Jadilah rombongan BRI ramai-ramai ke Jalan Pleret Raya Nomor 9A, Sumber, Surakarta, rumah ibunda Jokowi. “Kalau kunjungan itu membuat Ibu Menteri tidak nyaman, ya, saya tidak tahu,” kata Suprajarto.
Gatot menegaskan pergeseran Suprajarto ke BTN sudah sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. Suprajarto, Gatot menambahkan, punya kaliber untuk memenuhi target kinerja yang dibebankan pada manajemen baru BTN. Adapun Direktur Utama BNI Achmad Baiquni dan Sekretaris Perusahaan BNI Meilana tidak menjawab soal dugaan perseturuan bisnis antara BNI dan BRI ketika dihubungi sejak Jumat, 6 September lalu.
EMPAT hari setelah Suprajarto digeser ke Bank Tabungan Negara, Kementerian Badan Usaha Milik Negara baru menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa Bank Rakyat Indonesia pada Senin, 2 September lalu. Beberapa menit sebelum rapat umum berlangsung, dewan komisaris mengumpulkan empat direktur BRI ke lantai 16 Gedung BRI. Mereka adalah Sis Apik Wijayanto, Osbal Saragih Rumahorbo, R. Sophia Alizsa, dan Mohammad Irfan.
Direktur Jaringan dan Layanan Osbal Saragih dipanggil pertama ke lantai 16, tempat komisaris BRI berkantor. Ia menghadap Gatot Trihargo, Wahyu Kuncoro, dan Komisaris Utama BRI Andrinof Chaniago. Tanpa basa-basi, keempatnya bergiliran diberhentikan. “Anda oleh Ibu Menteri tidak dikehendaki dalam tim direksi saat ini,” kata salah satu bekas direktur, mengingat alasan pemberhentian tersebut.
Andrinof mengatakan perubahan direksi adalah hal lumrah. Menurut dia, masa tugas direksi BRI sudah lama. “Ada pertukaran tempat dan lain-lain. Ini hal yang biasa saja,” tuturnya di Gedung BRI I, Jakarta, Senin, 2 September lalu.
Sejumlah pejabat di bank terbesar nasional itu mengungkapkan, lengsernya Suprajarto, juga naiknya Sunarso—bekas Direktur Utama PT Pegadaian serta Direktur Komersial dan Bisnis Mandiri—sudah bisa ditebak. Naga-naga itu telah terlihat sejak Kementerian BUMN mengangkat Sunarso menjadi Wakil Direktur Utama BRI pada Januari 2019.
Untuk pertama kalinya posisi wakil direktur diberi empat nomenklatur khusus: jaringan dan layanan, hubungan kelembagaan, teknologi informasi, serta usaha kecil dan menengah. Keempat sektor ini tulang punggung BRI.
Di kalangan internal BRI, pengangkatan tersebut mengingatkan mereka saat Kementerian BUMN mengangkat Ahmad Bambang sebagai Wakil Direktur Pertamina pada 2016. Pengangkatan itu melahirkan matahari kembar di Pertamina hingga memicu persaingan antara Ahmad Bambang dan Direktur Utama Pertamina ketika itu, Dwi Soetjipto. Belakangan, Kementerian BUMN mencopot keduanya. Bedanya, naiknya Sunarso dengan kewenangan segambreng tidak membuat hubungan antardirektur retak.
Kinerja perseroan masih biru. Laba konsolidasi perusahaan mencapai Rp 16,6 triliun pada semester pertama 2019. Laba itu naik 8,02 persen ketimbang periode yang sama tahun lalu, yang hanya Rp 14,94 triliun. Laba perusahaan melompat berkat kenaikan pendapatan bunga sebesar 12,04 persen menjadi Rp 57,35 triliun.
Gatot Trihargo membantah kabar bahwa naiknya Sunarso menjadi wakil direktur utama sudah lama disiapkan untuk mengganti Suprajarto. Menurut Gatot, rapat umum pemegang saham BRI sudah selesai. Dia enggan mengomentari kisruh BRI dan BTN lagi. “Sudahlah, semuanya sudah selesai,” kata Gatot sambil buru-buru masuk ke lift kantor Kementerian BUMN, Kamis, 5 September lalu.
KHAIRUL ANAM, PUTRI ADITYOWATI, EKO WAHYUDI, GHOIDA RAHMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo