Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua platform digital, Nafas dan Halodoc melakukan studi gabungan dalam menanggapi dampak dari polusi udara yang merebak di kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta. Nafas selaku platform digital pemantau kualitas udara berkolaborasi dengan Halodoc sebagai ekosistem layanan kesehatan digital untuk menyajikan laporan terbaru tentang dampak polusi udara terhadap risiko kesehatan masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pada laporan studi gabungan Nafas bersama Halodoc, terungkap salah satu temuan utama yaitu terjadi peningkatan kasus penyakit pernapasan sebesar 34 persen ketika terjadi kenaikan polusi PM 2.5 sebesar 10 μg/m3 pada periode Juni -Agustus 2023,” ujar Co-founder & Chief Growth officer Nafas, Piotr Jakubowski dalam Diskusi Media Virtual Kolaborasi Nafas dan Halodoc via Zoom pada Selasa, 26 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Piotr menerangkan bahwa polusi udara menjadi perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir. Pada pertengahan tahun 2023, masalah polusi udara mendapatkan perhatian besar karena kondisinya kerap memburuk dan meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak kesehatan.
Dalam kolaborasi dua platform tersebut, Nafas dan Halodoc menemukan beberapa fakta terkait polusi udara pada periode Juni hingga Agustus 2023 lalu. Selain terjadi peningkatan keluhan penyakit pernapasan sebesar 34 persen di aplikasi Halodoc pada bulan Juni, persentase keluhan penyakit pernapasan di setiap kecamatan di Jabodetabek meningkat hingga 41 persen.
Selain itu, melalui penelitian tersebut diketahui sering terjadi kejadian polusi tinggi (PM 2.5 di atas 55 μg/m3) yang menjadikan adanya potensi semakin tingginya risiko terjadi keluhan penyakit pernapasan dalam kurun waktu 12 jam.
Keluhan terkait penyakit pernapasan seperti sinusitis dan asma juga muncul secara cepat dalam kurun waktu 3 hingga 48 jam, kasus penyakit lain seperti asma dan bronkitis juga mengalami 5 kali lipat dari biasanya.
“Peningkatan kasus penyakit pernapasan tertinggi terjadi pada kelompok sensitif, yaitu sebesar 48 persen di kelompok di atas 55 tahun dan disusul 32 persen di kelompok usia 0-17 tahun” kata Chief of Medical Halodoc Irwan Heriyanto.
Untuk menanggapi masalah tersebut, Irwan menerangkan untuk menjaga kesehatan di tengah kondisi polusi udara, upaya menjaga kesehatan tersebut Irwan rangkum dalam 5 tips sehat:
- Selalu pantau kualitas udara secara rutin di aplikasi Nafas.
- Efek polusi nyata, lebih baik di rumah saja saat polusi tinggi.
- Menggunakan masker jika keluar ruangan.
- Asupan vitamin dan olahraga rutin untuk menjaga imunitas.
- Tanya Halodoc bila mengalami gejala keluhan pernapasan.
Selain itu Direktur Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Anas Ma’ruf memberikan apresiasi kepada dua platform digital tersebut yang telah memberikan sumbangsihnya untuk memberikan informasi terkait polusi udara.
“Apresiasi kami bagi Halodoc dan Nafas sebagai platform digital yang telah bersama-sama menaruh kepedulian pada isu polusi udara ini. Kami menghimbau masyarakat untuk terus rajin menerapkan protokol kesehatan untuk mengurangi efek buruk dampak polusi udara,” kata Anas.
Selain itu Anas juga mengingatkan masyarakat untuk selalu menggunakan masker medis terutama bila beraktivitas di luar ruangan dan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan bila mengalami gangguan pernapasan.
“Masyarakat juga dapat memanfaatkan layanan telekonsultasi diri dan menjaga lingkungan dari polusi udara. Mari bersama-sama kita melindungi diri dan menjaga lingkungan dari polusi mulai dari lingkup terkecil, misalnya pengurangan penggunaan kendaraan bermotor berbahan fosil, tidak melakukan pembakaran sampah, mengurangi emisi dari rumah tangga” jelas Anas.
AKHMAD RIYADH