SEKITAR 300 buruh pabrik terigu PT Prima Indonesia di
Ujungpandang diancam pengangguran. Pabrik bekerja jauh di bawah
kapasitas. Tenaga buruh lebih banyak digunakan untuk
membersihkan mesin daripada mengerjakan terigu.
Di halaman pabrik bertingkat 14 yang terletak di kawasan
pangkalan Soekarno pelabuhan Ujungpandang itu, tampak beberapa
orang karyawan omong-omong dengan santai. Beberapa orang lalu
lalang di depan kantor. Pintu gerbang ke gudang tertutup. Di
depannya nongkrong 2 buah truk yang kosong. Dalam bulan Mei ini
tak ada gandum yang masuk ke situ.
Suasana prihatin di pabrik itu sempat dipersoalkan dalam acara
dengar pendapat Komisi Vl DPR di Senayan. Menurut Manajer Pusat
PT Prima, Kho Tiang Lio daerah pemasaran yang ditetapkan oleh
pemerintah buat mereka terdiri dari Nusatenggara Barat,
Nusatenggara Timur, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Tapi
sekarang ini secara bertahap dipersempit. Tinggal Sulawesi saja.
Dari keterangan itu, anggota Komisi VI Samsoeri dalam pertemuan
terpisah mempertanyakan kemungkinan monopoli pabrik terigu PT
Bogasari yang bikin gara-gara pabrik di Ujungpandang itu lumpuh.
Tapi Direktur II PT Bogasari, Ibrahim Risyad membantahnya.
Ibrahim memberikan tiga alasan dalam menolak tuduhan persaingan
tak sehat yang dilancarkan Bogasari terhadap PT Prima. Pertama,
katanya, harga ditetapkan oleh Bulog. Kedua, distribusi juga
ditentukan Bulg dan ketiga, biaya produksi ditetapkan Menteri
Keuangan. "Jadi dengan tiga sistem yang ditetapkan pemerintah
untuk produksi serta perdagangan tepung terigu di dalam negeri,
tidak tepat jika PT Bogasari dikatakan menjalankan sistem
monopoli, " katanya.
Menurut pihak Prima dengan dipersempitnya daerah pemasaran,
kapasitas produksinya hanya 25 sampai 50% saja. Kapasitas mesin
pabrik itu sendiri bisa beberapa kali lipat jatah gandum yang
diberikan Bulog yaitu 30.000 ton gandum/bulan. Jatah gandum dari
Bulog cuma 7.000 ton.
Kho Tiang Lio yang memimpin perusahaan berstatus PMA dari
Singapura itu menyebutkan, sekalipun produksi terus menurun,
namun pabrik belum mengurangi tenaga buruh. "Dalam keadaan
kembang kempis perusahaan tetap membayar buruh," katanya. Tetapi
tim Komisi Vl DPR yang sempat meninjau ke sana agak cemas juga
melihat keresahan yang mulai timbul di kalangan buruh. Mereka
meminta agar masalah tersebut ditangani secepat mungkin.
Untuk menghidupkan kembali mesin-mesinnya, PT Prima sekarang ini
hanya mengharapkan tambahan jatah gandum dan diluaskannya
kembali daerah pemasaran. Tetapi harapan Prima itu nampaknya tak
bakalan tercapai.
Dulu memang ada pembagian daerah pemasaran, Prima yang didirikan
Tjeng Chan Ban mensuplai Indonesia Timur dan Bogasari punya
kelompok Liem Sioe Liong ke Indonesia Barat. "Tapi sekarang,
terutama untuk daerah NTT dan NTB ketentuan itu tak dapat
dipertahankan, karena kurang lancarnya angkutan dari
Ujungpandang ke sana," ujar Kepala Biro Penyaluran Bulog Pusat,
Moh. Ramli kepada TEMPO.
Menurut Moh. Ramli, untuk mengatasi kesulitan pengangkutan,
suplai terigu untuk darerah Indonesia Timur, terutama NTT dan
NTB disuplai dari Surabaya saja.
Itu berarti jatah Prima di daerah itu diambil oleh pabrik terigu
PT Bogasari Flour Mills Cabang Surabaya. Dan ia membantah
kebijaksanaaan itu telah memberi peluang monopoli bagi Bogasari
dan mengucilkan Prima. "Daerah Sulawesi sendiri sering mengeluh
kekurangan terigu. Karena angkutan dari Ujungpandang tak
selancar jika diatur dari Surabaya," katanya.
Berulang-ulang dia menekankan bahwa langkah Bulog itu diambil
sematamata untuk mencukupi kebutuhan terigu bagi masyarakat yang
sulit mendapatkannya dari Ujungpandang. "Kami tahukapasitas
Prima memang luar biasa. Karena itu untuk bulan ini sudah
ditetapkan penambahan jatah 400 ton, dari 2.100 menjadi 2.500,"
katanya menghibur. Untuk lebaran, sekitar akhir Juli atau awal
Agustus, katanya, malah akan ditambah 100%.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini