DI ruang kerjanya di Bappenas. Jl. Taman Suropati, Jakarta,
sehari sebelum bertolak ke Jerman Barat, Norwegia, Kanada dan
AS pekan lalu, Menteri PAN/Wakil Ketua Bappenas Prof. Dr.
Soemarlin sedang berbenah. Berkas-berkas yang akan dibawa dalam
perjalanan ke Pertemuan Perdagangan dan Investasi di Eropa dan
Amerika itu bertumpuk di atas mejanya. Antara lain empat buku
tebal berisi usulan-usulan proyek dari para pengusaha dan
pejabat yang turut dalam rombongan besar itu.
Rombongan bisnis yang bertolak 16 Mei dan sampai 25 Mei - masih
di Oslo, Norwegia, nampaknya cukup berbobot. Selain menurut
Soemarlin persiapannya cukup matang, sejak sembilan bulan lalu,
di situ ada Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
beberapa Dirjen, seorang Direktur Bank Indonesia, Ketua Umum
Kadin Pusat Hasjim Ning, Ketua Kerjasama Ekonomi
Indonesia-Jerman Djukardi Odang, seorang wakil dari Kamar Dagang
Indonesia-AS (Amcham) dan sekitar 30 pengusaha yang bergerak di
bidang perkayuan, pertambangan, kimia, logam, elektronika,
mesin-mesin dan pertanian.
Bisa diduga puncak acara akan berlangsung ketika rombongan tiba
di AS pada 28 Mei. Bukan karena David Newsom, bekas Dubes AS
untuk Indonesia akan memberikan sambutan di New York dan
Chicago. Tapi kabarnya para pengusaha Amerika yang tergabung
dalam Amcham di sana, akan menyerahkan sebuah "buku putih".
Isinya: mengritik beleid (policy) penanaman modal di Indonesia.
Amcham rupanya beranggapan beberapa pembatasan dan peraturan
yang dikeluarkan BKPM itu perlu diubah, karena "terlalu kaku".
Terutama yang menyangkut usaha patungan dan pengalihan saham
kepada partner Indonesia. Kritik para pengusaha Amerika itu juga
dimuat dalam sebuah laporan sementara Bank Dunia, berjudul
Indonesia: Selected Issues of Industrial Development and Trade
Strategies (Masalah-masalah tertentu di bidang industri dan
perdagangan).
Kepada Marah Sakti dari TEMPO. Soemarlin mengatakan sudah
menerima laporan sementara Bank Dunia, yang serupa isinya dengan
"buku putih" dari Amcham. "Ada yang betul, tapi ada juga yang
salah," kata Soemarlin. Yang betul, menurut dia, adalah perlunya
penyempurnaan pelayanan di pelabuhan-pelabuhan, di BKPM dan
beberapa hal yang menyangkut birokrasi. Yang salah, laporan itu
bernada sepihak, karena mewawancarai pihak yang mengeluh saja,
yakni para investor asing.
Ia memberi contoh. Untuk mengurus permohonan di BKPM memang
sudah ditetapkan bisa selesai dalam tiga bulan, dengan syarat
semua dokumen yang dibutuhkan tersedia. "Tapi ada pengusaha yang
tak lengkap surat-suratnya, sehingga izinnya tertunda. Nah,
keluhan pengusaha itu yang dilaporkan, tanpa mengecek langsung
ke BKPM,' kata Soemarlin.
Apakah BKPM akan mengubah beleidnya? "Tidak akan ada perubahan
beleid investasi," kata Ketua BKPM Suhartoyo kepada A. Margana
dari TEMPO. "Yang ada hanya penyempurnaan atas pelaksanaan
sehingga bisa menarik masuk calon penanam modal."
Menurut Suhartoyo, kritikan orang luar seperti dari Amcham itu
sebenarnya tak langsung ditujukan terhadap beleid investasi.
"Yang dikritik terutama mengenai cara pelaksanaan beleid itu,"
katanya.
Tidak Mutlak
la mengambil contoh soal Indonesianisasi yang menjadi sorotan
pihak Amcham dan studi Bank Dunia itu. "Manajemen yang diangkat
oleh para pemegang saham tidak terkena proses ini," katanya.
Yang terkena adalah tenaga-tenaga teknisi yang secara berangsur
harus digantikan oleh tenaga Indonesia. "Proses itu toh
dilaksanakan sesuai dengan konsultasi yang dilakukan BKPM dengan
asosiasi perusahaan," katanya. Ia juga menekankan, "BKPM tidak
secara mutlak menentukan proses penggantian itu."
Adapun mengenai permodalan yang diharuskan berpatungan dengan
partner Indonesia, menurut Suhartoyo "peraturannya sudah jelas,
jadi tinggal pelaksanaannya." Ia menjelaskan pihak Indonesia
harus memiliki modal 20%, yang bisa diperoleh dari kombinasi
kelima unsur pemerintah, lembaga keuangan nonbank, asuransi,
pengusaha nasional dan koperasi.
Setelah tahun produksi, atau lima tahun, secara bertahap partner
asing harus melakukan pengalihan modal. Maka sejak tahun kelima
sampai tahun kesepuluh, modal harus dialihkan begitu rupa
sehingga partner pribumi menjadi mayoritas. Artinya, paling
sedikit mereka perlu memiliki 51% saham pada akhir tahun
kesepuluh. Pengalihan permodalan itu sudah diatur dalam
persetujuan patungan. "Jadi secara keseluruhan tak ada beleid
baru," katanya.
Tapi ia membenarkan kecaman terhadap masih lemahnya peraturan
izin usaha. "Izin-izin itu memang terlalu banyak," katanya.
Salah satu usahanya kini adalah menyederhanakan prosedur
perizinan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini