Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menjawab buku putih Amcham

Para pengusaha as yang tergabung dalam amcham, akan menyerahkan sebuah "buku putih" isinya mengkritik beleid penanaman modal di indonesia. (eb)

23 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI ruang kerjanya di Bappenas. Jl. Taman Suropati, Jakarta, sehari sebelum bertolak ke Jerman Barat, Norwegia, Kanada dan AS pekan lalu, Menteri PAN/Wakil Ketua Bappenas Prof. Dr. Soemarlin sedang berbenah. Berkas-berkas yang akan dibawa dalam perjalanan ke Pertemuan Perdagangan dan Investasi di Eropa dan Amerika itu bertumpuk di atas mejanya. Antara lain empat buku tebal berisi usulan-usulan proyek dari para pengusaha dan pejabat yang turut dalam rombongan besar itu. Rombongan bisnis yang bertolak 16 Mei dan sampai 25 Mei - masih di Oslo, Norwegia, nampaknya cukup berbobot. Selain menurut Soemarlin persiapannya cukup matang, sejak sembilan bulan lalu, di situ ada Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), beberapa Dirjen, seorang Direktur Bank Indonesia, Ketua Umum Kadin Pusat Hasjim Ning, Ketua Kerjasama Ekonomi Indonesia-Jerman Djukardi Odang, seorang wakil dari Kamar Dagang Indonesia-AS (Amcham) dan sekitar 30 pengusaha yang bergerak di bidang perkayuan, pertambangan, kimia, logam, elektronika, mesin-mesin dan pertanian. Bisa diduga puncak acara akan berlangsung ketika rombongan tiba di AS pada 28 Mei. Bukan karena David Newsom, bekas Dubes AS untuk Indonesia akan memberikan sambutan di New York dan Chicago. Tapi kabarnya para pengusaha Amerika yang tergabung dalam Amcham di sana, akan menyerahkan sebuah "buku putih". Isinya: mengritik beleid (policy) penanaman modal di Indonesia. Amcham rupanya beranggapan beberapa pembatasan dan peraturan yang dikeluarkan BKPM itu perlu diubah, karena "terlalu kaku". Terutama yang menyangkut usaha patungan dan pengalihan saham kepada partner Indonesia. Kritik para pengusaha Amerika itu juga dimuat dalam sebuah laporan sementara Bank Dunia, berjudul Indonesia: Selected Issues of Industrial Development and Trade Strategies (Masalah-masalah tertentu di bidang industri dan perdagangan). Kepada Marah Sakti dari TEMPO. Soemarlin mengatakan sudah menerima laporan sementara Bank Dunia, yang serupa isinya dengan "buku putih" dari Amcham. "Ada yang betul, tapi ada juga yang salah," kata Soemarlin. Yang betul, menurut dia, adalah perlunya penyempurnaan pelayanan di pelabuhan-pelabuhan, di BKPM dan beberapa hal yang menyangkut birokrasi. Yang salah, laporan itu bernada sepihak, karena mewawancarai pihak yang mengeluh saja, yakni para investor asing. Ia memberi contoh. Untuk mengurus permohonan di BKPM memang sudah ditetapkan bisa selesai dalam tiga bulan, dengan syarat semua dokumen yang dibutuhkan tersedia. "Tapi ada pengusaha yang tak lengkap surat-suratnya, sehingga izinnya tertunda. Nah, keluhan pengusaha itu yang dilaporkan, tanpa mengecek langsung ke BKPM,' kata Soemarlin. Apakah BKPM akan mengubah beleidnya? "Tidak akan ada perubahan beleid investasi," kata Ketua BKPM Suhartoyo kepada A. Margana dari TEMPO. "Yang ada hanya penyempurnaan atas pelaksanaan sehingga bisa menarik masuk calon penanam modal." Menurut Suhartoyo, kritikan orang luar seperti dari Amcham itu sebenarnya tak langsung ditujukan terhadap beleid investasi. "Yang dikritik terutama mengenai cara pelaksanaan beleid itu," katanya. Tidak Mutlak la mengambil contoh soal Indonesianisasi yang menjadi sorotan pihak Amcham dan studi Bank Dunia itu. "Manajemen yang diangkat oleh para pemegang saham tidak terkena proses ini," katanya. Yang terkena adalah tenaga-tenaga teknisi yang secara berangsur harus digantikan oleh tenaga Indonesia. "Proses itu toh dilaksanakan sesuai dengan konsultasi yang dilakukan BKPM dengan asosiasi perusahaan," katanya. Ia juga menekankan, "BKPM tidak secara mutlak menentukan proses penggantian itu." Adapun mengenai permodalan yang diharuskan berpatungan dengan partner Indonesia, menurut Suhartoyo "peraturannya sudah jelas, jadi tinggal pelaksanaannya." Ia menjelaskan pihak Indonesia harus memiliki modal 20%, yang bisa diperoleh dari kombinasi kelima unsur pemerintah, lembaga keuangan nonbank, asuransi, pengusaha nasional dan koperasi. Setelah tahun produksi, atau lima tahun, secara bertahap partner asing harus melakukan pengalihan modal. Maka sejak tahun kelima sampai tahun kesepuluh, modal harus dialihkan begitu rupa sehingga partner pribumi menjadi mayoritas. Artinya, paling sedikit mereka perlu memiliki 51% saham pada akhir tahun kesepuluh. Pengalihan permodalan itu sudah diatur dalam persetujuan patungan. "Jadi secara keseluruhan tak ada beleid baru," katanya. Tapi ia membenarkan kecaman terhadap masih lemahnya peraturan izin usaha. "Izin-izin itu memang terlalu banyak," katanya. Salah satu usahanya kini adalah menyederhanakan prosedur perizinan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus