Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dari Obat Menjadi Alkohol

Dengan sk menkes, anggur & arak tidak lagi digolongkan menjadi obat. tapi masuk katagori minuman keras produsen diperintahkan menghentikan produksinya & mengalihkan pendaftarannya ke minuman keras. (eb).

4 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMASUKI bulan puasa pasaran anggur minuman memang menurun. Yang merisaukan produsen kali ini bukan karena bulan suci Ramadhan, tapi keluarnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan akhir Mei lalu. Dengan keputusan itu anggur dan arak tidak lagi digolongkan obat tetapi masuk kategori minuman keras. Produsen diperintahan sementara menghentikan produksinya dan segera mengalihkan pendaftarannya ke minuman keras. Anggur dan arak selama ini penggolongannya simpang siur. Sebagian ada yang langsung terdaftar sebagai minuman keras, ada pula yang tergolong obat. Tak kurang 35 merk anggur dan 11 arak dari 16 pabrik terdaftar sebagai obat tradisional, sejenis dengan jamu. Meliputi anggur obat kuat, anggur beranak dan anggur kolesom. Di samping itu pemerintah rupanya ingin memperketat penggunaan minuman keras. Anggur yang selama ini terdaftar sebagai obat dan obat tradisional mengandung alkohol paling sedikit 5%, menyamai kadar alkohol dalam bir. "Akibatnya dia banyak dimanfaatkan sebagai minuman keras daripada untuk menyembuhkan penyakit," kata Dr. Midian Sirait, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Bagi pengusaha anggur keputusan pemerintah itu tentu mengagetkan. "Kalau digolongkan sebagai minuman keras, konsumen kami jadi terbatas," kata David Kwek Liong, wakil Direktur CV Jakarta, cabang pabrik anggur cap Vigour di Cengkareng. Vigour berasal dari Medan, diproduksi sejak 1930-an. Selama ini pasarannya memang kuat di Sumatera Utara. Dengan mencantumkan kata 'Jamu' dan sedikit aksara Arab, Vigour yang mengandung alkohol sekitar 10% itu bahkan cukup laris pula di daerah Aceh. Untuk pasaran Jakarta, pabriknya di Cengkareng dengan 20 orang buruh, baru mampu menghasilkan 1.000 botol per hari. Terhadap SK Menkes, David belum mengambil sikap. "Kami belum memutuskan apakah akan mendaftarkan anggur kami ke minuman keras," katanya. Ia ingin tetap "menahan" anggurnya sebagai obat tradisional. Sampai minggu lalu pabriknya masih berproduksi. Di Semarang, pabrik Jamu Anggur Cap 'Pak Jenggot' juga tetap melaju dengan produksi rata-rata 30.000 botol tiap hari. Beroperasi sejak 1950 dengan jumlah buruh sekitar 300 orang. pabrik tersebut tergolong paling besar saat ini. Selain di Semarang, "Pak Jenggot" juga memiliki pabrik di daerah Tangerang, Jawa sarat. Produksinya meliputi 5 jenis anggur dan 2 jenis arak. Pasarannya Jawa. Sebagian besar pekerja di pabrik itu tak banyak tahu mengenai ketentuan pemerintah agar menghentikan produksi. "Memang perusahaan sengaja tidak mengumumkan masalah itu," kata Nyoman Prabawa, salah seorang direktur PT. Industri Anggur Cap Pak Jenggot di Semarang. Ia mengakui pihaknya cukup pening memikirkan cara untuk menyesuaikan hasil produksinya yang selama ini terdaftar sebagai obat tradisional menjadi golongan minuman keras. Kenapa mesti pening? "Sebenarnya menurut SK Menkes ini mereka hanya diperintahkan pindah nama", kata Dirjen Sirait. Nama anggur, arak dan semacamnya, selanjutnya tak boleh lagi digunakan sebagai nama obat atau obat tradisional. "Tapi sebagai minuman keras ia boleh saja pakai nama anggur sehat misalnya", sambungnya. Yang menjadi keberatan para produsen jika hasil produksi mereka masuk golongan minuman keras, agaknya berkaitan dengan soal pajak. Dengan rekomendasi Departemen Kesehatan serta berada di belakang nama obat, anggur dan arak selama ini mereka bebas dari Pajak Penjualan (Ppn). Sedang sebagai minuman keras ia bakal terkena Ppn 20%. Ini sesuai dengan SK Menteri Keuangan yang berlaku sejak April 1979. Harga sebotol anggur 600 cc cap Vigour yang sekarang ini Rp 500, diperkirakan naik jadi Rp 600. Tak banyak memang. Tapi buat konsumen yang rata-rata golongan menengah ke bawah pasti akan merasakannya. Karena itu, sambil menghitung untung rugi menjual minuman keras, produsen anggur diam-diam terus memproduksi. Apalagi POM masih menginginkan mereka menghabiskan persediaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus