Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Kearifan Al Ma'arif

Penerbit & penerbitan buku-buku islam milik h.m bharthaha di bandung. omset rp 100 juta per bulan dan jumlah buku yang dipasarkan sekitar 1 juta per bulan pemasarannya memakai pedagang gendongan.

4 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BURUH perusahaan penerbitan PT Al Ma'arif yang berjumlah 1.300 di Bandung lain dari yang lain. Mereka tak tergoda oleh pemogokan buruh di berbagai tempat belum lama ini. Untuk mendirikan FBSI saja mereka ogah. Apalagi direkturnya. 'Yang penting saya merasa senang bekerja, tidak merasa tertekan dan banyak hiburan. Soal upah mah berapa pun rasanya tak cukup-cukup," ucap Imas Rumnasih wanita yang sudah 30 tahun memburuh di situ. Masuk ke sebuah ruangan penerbit dan percetakan buku-buku Islam itu terdengar suara Elvy Sukaesih menghibur para buruh yang 80% wanita. H.M. Bahartha, 78 tahun, orang Indonesia kelahiran Hadramaut, Yaman Selatan, memang suka menimbulkan suasana segar. Ketika merayakan ulang tahun perusahaan ke-30 akhir 1980, ia menyelenggarakan pesta makan sehari suntuk. Orkes dangdut dan tarian-tarian daerah dipentaskan. Waktu itu juga diserahkan 1 tahun gaji kepada mereka yang bekerja lebih dari 20 tahun. Ketenteraman buruh memang dijaga benar oleh Bahartha, orang yang ketika berumur 20 tahun pernah jadi pelayan di Singapura. Sejak tahun 1975 perusahaan yang terletak di Cimindi dan Jalan Tamblong, Bandung, mengadakan pembaruan. Mesin lama, yang kebanyakan buatan tahun 1920-an, diganti dengan 25 buah mesin-mesin baru buatan AS, Jerman dan Prancis. Mesin-mesin itu sebenarnya cukup dilayani oleh 70-100 tenaga kerja. Tapi Al Maarif tetap saja bertahan dengan 1.300 buruh. Untuk bisnisnya sendiri, Bahartha yang mengaku tak pernah duduk di bangku sekolah itu melaksanakan prinsip mencegah sebelum munculnya saingan kuat. Ia mematikan saingannya sebelum sempat muncul. Yaitu dengan menekan harga serendah mungkin. "Kalau mau bersaing silakan atas dasar ini," katanya. Dengan omset Rp 100 juta/bulan dan jumlah buku yang dipasarkan sekitar 1 juta per bulan, perusahaan itu menduduki tempat teratas di antara penebit sejenis, seperti Menara Kudus dan Bulan Bintang. "Ruku keluaran Ma'arif harganya miring 30 sampai 50% di bawah harga normal, " kata seorang pengecer buku-buku doa, penuntun sembahyang sampai pun Al Quran yang diterbitkan perusahaan dari Bandung itu. Lima Juta Quran Para pengecer ini merupakan kekuatan Al Ma'arif. Jumlahnya 1.500 orang, terkenal dengan sebutan "pedagang gendong". Mereka merayap ke pelosok-pelosok kampung, lewat di pematang atau pun menggelar dagangannya di pasar. Mereka mendapat rabat 40% untuk tiap buku. Menurut Bahartha, perusahaan itu dibangun dengan modal dengkul bersama Abubakar M.A. dan ulama besar A. Hassan. "Satu-satunya kekayaan kami hanya kepercayaan, "katanya bersemangat dari belakang mejanya. Dia katanya tidak terlalu mengandalkan kredit bank. Paling tinggi kredit yang pernah dia peroleh dari bank cuma Rp 75 juta. "Yang penting saya harus memelihara kesetiaan langganan," katanya. Langganan itu rupanya yang kemudian mendukung permodalan Al Ma'arif. Sebab mereka sampai-sampai memesan 2 bulan sebelum terbit. Setiap bulan Al Ma'arif menghabiskan 300 ton kertas eks pabrik kertas Leces. Di sini dicetak 150.000 jilid Al Quran tiap bulan. Sekarang dia sedang mengerjakan pesanan dari Rabithah Alam Al Islamy di Arab Saudi sebanyak 5 juta jilid. Selain mencetak buku beraksara Arab, di situ juga dicetak bacaan berhuruf Latin sebanyak 600 judul. Ada 500 judul buku bertuliskan huruf Arab yang tak pernah berhenti dicetak. Terakhir tambah lagi kesibukannya untuk mencetak koran seperti Giwangkara dan Berita Harian. Saat ini Al Ma'arif merencanakan untuk membangun lagi sebuah percetakan di atas tanah seluas 1 ha di pinggir jalan raya Bandung-Cimahi, dekat percetakan Advent. Tahun 1982 diharapkan sudah bisa beroperasi. Dengan begitu pasaran Al Ma'arif di Malaysia dan Singapura diharapkan meluas sampai ke Afrika bagian timur. Dalam usia menjelang 80 tahun, Bahartha kelihatan masih bergairah untuk mempertahankan kepemimpinannya. Dia mengaku, 4 orang putranya "tak berbakat dagang dan kurang bersemangat" untuk meneruskan perusahaan yang dia bangun dari nol itu. "Yang saya harapkan menggantikan saya adalah salah satu dari 1.300 buruh yang bekerja di sini," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus