Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Debenhams Tutup Toko Permanen Akibat Pandemi, 25.000 Karyawan Terdampak

Department store asal London, Inggris, Debenhams, menutup permanen gerainya setelah Arcadia Group mengajukan perlindungan kebangkrutan per Senin lalu.

3 Desember 2020 | 07.02 WIB

Department Store Debenhams menggelar program Black Friday yang menawarkan potongan harga hingga 80 persen di Senayan City Jakarta,  25 November 2017. Program diskon berlangsung selama 24-26 November 2017. Tempo | Hendartyo Hanggi
Perbesar
Department Store Debenhams menggelar program Black Friday yang menawarkan potongan harga hingga 80 persen di Senayan City Jakarta, 25 November 2017. Program diskon berlangsung selama 24-26 November 2017. Tempo | Hendartyo Hanggi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Department store asal London, Inggris, Debenhams, menutup permanen gerainya setelah Arcadia Group mengajukan perlindungan kebangkrutan pada Senin lalu. Arcadia Group tercatat memiliki lebih dari 2.500 gerai di Inggris, konsesi di department store seperti Debenhams dan ratusan waralaba di negara lain. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Adapun Debenhams sebelumnya pada awal April 2020 lalu telah resmi mengajukan permohonan bagkrut kepada kurator pengadilan untuk memenuhi prosedur kepailitan Inggris. Hal ini dilakukan usai Debenhams menutup sebagian besar cabangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Debenhams dan Arcadia Group akhirnya menyerah terhadap tekanan pandemi Covid-19 dan berubahnya gaya konsumsi masyarakat di tengah masifnya perkembangan teknologi.

Department store asal Inggris yang telah berdiri di Negeri Ratu Elizabeth sejak 242 tahun lalu memulai bisnisnya dari Jalan Wigmore, pusat Kota London. Pada Selasa (2/12/2020), Debenhams harus bertekuk lutut dari era keemasan e-commerce.

Setelah lebih dari satu tahun melakukan restrukturisasi dan mencari pembeli, akhirnya Debenhams memutuskan untuk menutup tokonya.

Jika biasanya menjelang hari raya Natal di pusat kota Inggris, London, menjadi periode tersibuk di kawasan perbelanjaan, penutupan dua retail terbesar tersebut menjadi syok tersendiri. Penutupan bisnis kedua perusahaan ini juga berdampak kepada sekitar 25.000 karyawannya, apalagi di tengah tertekannya ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Tak sedikit perusahaan yang mengajukan kebangkrutan setelah lockdown memaksa masyarakat berbelanja dari rumah. “Para peretail harus berhadapan dengan risiko kebangkrutan saat ini,” kata analis Hargreaves Lansdown, Susannah Streeer, dikutip dari New York Times, Rabu, 2 Desember 2020.

Sebelumnya peretail fesyen di Inggris menikmati masa keemasan dan seringkali dianggap sebagai kebanggaan nasional. Debenhams dulu adalah destinasi masyarakat kelas menengah Inggris.

Marks & Spencer yang juga mengumumkan pemangkasan hampir 8.000 tenaga kerjanya pada musim panas lalu juga dikenal sebagai destinasi belanja untuk mencari barang-barang berkualitas di Inggris. Bahkan, pada tahun 2000-an, Topshop sempat diasosiasikan sebagai asset berharga Arcadia Group berkat kolaborasinya dengan model terkenal Kate Moss yang sukses diminati oleh konsumen.

Namun, masa keemasan tersebut tampaknya tak bertahan lama. Peretail besar dari Zara (Spanyol) hingga H&M (Swedia) mulai menjual barang-barangnya lebih murah untuk tetap bertahan dari bergesernya gaya hidup masyarakat.

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus