Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandel menyatakan ada peluang mengembangkan Bisnis Ritel di luar Jawa. Menurut dia, perkembangan sektor ritel saat ini masih bertumpu di kota-kota di Pulau Jawa. "Kami prediksi bisa (ekspansi) ke luar Jawa," kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa kota besar yang berada di kawasan Indonesia bagian timur mempunyai potensi. Wilayah seperti Lombok, Ambon, Papua dan Kalimantan bisa menjadi pertimbangan para pelaku usaha untuk merelokasi toko atau unit usahanya. "Pertumbuhan (ritel) bisa didominasi di luar Jawa," ucap Roy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi tutupnya sejumlah toko ritel di kota besar pada 2017, Roy menyatakan langkah itu bagian dari strategi bisnis. Ia menilai salah satu alasan pelaku ritel menutup toko karena perubahan konsumen. Langkah rekolasi, di sisi lain disebut-sebut Roy karena ada toko yang dianggap sudah tidak produktif. "Bisa karena masyarakat sudah jenuh atau areanya berubah menjadi kawasan komersial," kata dia.
Sekretaris Perusahaan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk Setiadi Surya menilai ekspansi ke luar Jawa bisa dilakukan. Namun, menurut dia, pendorong ekonomi di wilayah luar Jawa saat ini masih didominasi oleh sektor perkebunan atau pertambangan. Ramayana hingga sekarang belum berencana melebarkan sayap ke luar Jawa. "Kami mau fokus ke Jabodetabek dan masih di Pulau Jawa," ucap Setiadi.
Meski demikian, lanjut Setiadi, pembangunan infrastruktur yang tengah digenjot pemerintah bisa menjadi pendorong berkembangnya sektor atau bisnis ritel di luar Jawa. Ia berharap proyek infrastruktur yang tuntas dikerjakan bisa berdampak kepada sektor ritel.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Christine Natasya memperkirakan prospek ritel di 2018 akan cerah karena ada dukungan pemerintah. Salah satu indikatornya ialah pengeluaran Kementerian Sosial yang meningkat 138 persen secara year on year menjadi Rp 41,3 triliun di APBN 2018. "Ini diharapkan dapat menolong pengeluaran rumah tangga berpenghasilan rendah," kata dia.
Ditambah lagi dengan tidak adanya penyesuaian tarif listrik, Christine memprediksi terjadi perbaikan daya beli di masyarakat. Tidak hanya itu, kenaikan upah minimun 2018 yang lebih tinggi dari 2017 akan menjadi faktor positif bagi daya beli konsumen.