Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Defisit anggaran di APBN Tahun Anggaran 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau secara nominal sebesar Rp616,2 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, dengan besaran defisit yang moderat tersebut, Pemerintah bersama dengan DPR telah menyepakati APBN 2025 masih membutuhkan pembiayaan utang sebesar Rp775,9 triliun untuk dapat dikelola dengan efisien dan efektif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembiayaan investasi pada 2025 sebesar Rp 154,5 triliun, dilaksanakan secara selektif dan intensif, termasuk dalam pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU) dengan tata kelola yang baik agar efisien dan produktif.
"Defisit akan terus dijaga relatif di level yang aman," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers RAPBN 2025 di Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024 sebagaimana dilansir dari Antara.
Dia merinci pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp2.996,9 triliun, lebih tinggi dari proyeksi APBN 2024 yang sebesar Rp2.802,5 triliun. Angka itu terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp505,4 triliun, dan penerimaan hibah Rp600 miliar.
Sementara itu, target belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.613,1 triliun atau lebih tinggi dari proyeksi APBN 2024 yang sebesar Rp3.412,2 triliun.
Belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2025 ditargetkan sebesar Rp2.693,2 triliun, terdiri atas belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp976,8 triliun dan belanja non-K/L Rp1.716,4 triliun.
Menanggapi penetapan defisit anggaran ini, Peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan menilai target defisit fiskal sebesar 2,53 persen dalam RAPBN 2025, merupakan keputusan realistis dan bijak mengingat adanya beban pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun yang perlu dibayarkan tahun depan.
"Disiplin fiskal yang saat ini pemerintah lakukan yang menetapkan bahwa defisit fiskal yang tidak lebih dari 2,53 persen itu patut diapresiasi karena sebelumnya kita mendengar bahwa defisit fiskalnya bisa 2,8 persen atau mendekati 3 persen," kata Deni saat paparan media terkait RAPBN 2025 di Jakarta, Senin, 19 Agustus 2024.
Adanya utang jatuh tempo tersebut berimbas pada ruang fiskal yang kian terbatas serta menyulitkan perubahan pembiayaan. Deni juga menuturkan apabila pemerintah menyasar target defisit yang lebih tinggi dari 2,53 persen, maka pasar akan berpotensi merespons secara negatif.
"Buktinya, ketika itu terdengar kemarin (defisit), rupiah langsung berantakan, IHSG juga melemah. Jadi, apa yang ditetapkan pada RAPBN tentang defisit fiskal, menurut kami cukup realistis dan sangat baik," tuturnya.
Adapun, APBN 2025 diarahkan untuk mendukung pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia. Pemerintah memproyeksikan tingkat kemiskinan turun dikisaran 7,0-8,0%, kemiskinan ekstrem ditargetkan mencapai 0%, tingkat pengangguran terbuka berada dikisaran 4,5-5,0%, serta Gini ratio turun dikisaran 0,379-0,382.
Untuk diketahui, pada akhir Oktober 2024, Sri Mulyani mencatat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami defisit Rp309,2 triliun. Angka ini berada pada 1,37 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dalam undang-undang APBN 2024 defisit ditargetkan tidak lebih dari 2,29 persen terhadap PDB. Karena itu, dia mengatakan persentase defisit saat ini masih lebih rendah dari target. “Ini berarti masih lebih kecil dibanding dalam UU APBN,” ujarnya dalam konferensi kinerja APBN di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 8 November 2024.
Hingga 31 Oktober 2024, pendapatan negara telah mencapai Rp2.247,5 triliun atau 80,2 persen dari target. Kementerian keuangan mengklaim penerimaan negara meningkat 0,3 persen secara tahunan atau year on year. Hingga akhir tahun pemerintah menargetkan penerimaan sebesar Rp2.802,3 triliun.
Sedangkan belanja negara telah mencapai Rp2.256,7 triliun atau 76,9 persen dari target APBN. Jumlah ini juga meningkat 14,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Terdiri dari belanja kementerian dan lembaga, non kementerian dan lembaga dan transfer ke daerah.
Belanja negara meningkat signifikan, kata Sri Mulyani. Pertumbuhannya 21,4 persen yoy. Hingga akhir Oktober 2024 sebesar Rp993,5 triliun, dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp768,7 triliun.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan defisit anggaran maupun belanja membengkak, yakni pemilihan umum dan pilkada yang akan berlangsung. Selain itu, tahun ini juga ada kenaikan gaji dan pensiun masing-masing 5 persen dan 12 persen, tunjangan kinerja dan tunjangan hari raya.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | ADIL AL HASAN | ILONA ESTHERINA | ANTARA
Pilihan editor: APBN Terus Minus, Akademikus UNPAD Sebut Defisit Diperbolehkan untuk Negara Berkembang