Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Kesatuan Serikat Pekerja Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia Roy Tanda Anugrah Sihotang mengatakan setelah Reformasi 1998 masih banyak tenaga medis dan kesehatan di lingkungan kerja mengalami situasi sangat menyedihkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Situasi ini berlangsung selama 28 tahun Reformasi. Masalah yang dihadapi tenaga medis itu, di antaranya kontrak kerja yang tidak jelas. Mereka seringkali dianggap sebagai mitra yang tidak memiliki hak sebagai pekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Termasuk dalam hal ini adalah residen di Rumah Sakit Vertikal milik pemerintah," kata Roy, dalam pidato deklarasi serikat saat mendeklarasi SPTMK Indonesia di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 8 September 2024.
Selain kontrak kerja bermasalah, Roy mengatakan masalah yang kerap terjadi menimpa buruh medis dan kesehatan adalah pendapatan upah tidak layak. Termasuk untuk dokter internship yang menopang pelayanan kesehatan di penjuru Tanah Air.
Selain itu, jam kerja yang menurut dia tidak manusiawi. Termasuk terjadi pada dokter dan dokter residen di RS Vertikal Pemerintah. Tidak adanya jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja. Kebijakan cuti tidak jelas, tidak adanya jaminan hari tua. "Ketiadaan pesangon ketika terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK," kata dia, menyebutkan tujuh masalah yang kerap menimpa tenaga medis dan kesehatan.
Ia menjelaskan Reformasi membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Salah satu perubahan yang signifikan adalah Amendemen Undang-Undang 1945 yang mengubah orientasi menjadi lebih kepada pro modal. Tidak terkecuali dalam sektor kesehatan. "Kapital merambah masuk dalam pelayanan medis dan kesehatan mengurangi peran negara sebagai mana didesakkan oleh kekuatan neoliberal," ujar dia.
Menurut dia, orientasi pro modal sangat terlihat di era Reformasi, dengan bertambahnya institusi pelayanan kesehatan swasta. Institusi layanan kesehatan yang sebelumnya didominasi institusi negara, seperti pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit pemerintah dan praktik dokter atau tenaga kesehatan prubadi.
Seperti bidan diganti dengan menjamurnya klinik, RS swasta dan institusi layanan swasta lainnya sebagai simbol orientasi pro modal oleh negara. Menurut dia, perubahan ini tidak membawa banyak perbaikan dalam aspek tenaga medis dan kesehatan nasional. Dalam kaitannya dengan relasi industrial terhadap industri kesehatan yang berkembang pesat.
"Situasi lingkungan kerja yang tidak layak ini, hampir terjadi di seluruh penjuru Tanah Air," ucap dia, menjelaskan soal problem yang kerap terjadi di lingkup tenaga medis dan kesehatan itu.