PERTARUNGAN memperebutkan 51 persen saham pemerintah di Bank Danamon Indonesia mulai seru. Persaingan di antara tiga kontestan kian ketat setelah Artha Graha tidak lagi bertarung sendirian. Konsorsium bank milik pengusaha Tomy Winata dan Yayasan Kartika Eka Paksi (yayasan milik TNI Angkatan Darat) ini berhasil menggandeng pemegang saham Gudang Garam. Semula Artha Graha hendak menarik perusahaan rokok terbesar di Indonesia itu untuk mendampinginya. Tapi, karena prosesnya akan lama, yang maju adalah pemegang saham Gudang Garam. "Mereka masuk sebagai pribadi," kata Anton B.S. Hudyana, Presiden Direktur Bank Artha Graha. Namun Anton menolak menyebutkan nama-nama yang menjadi anggota konsorsium Artha Graha.
Meskipun demikian, jika dilihat dari daftar pemegang saham Gudang Garam—di luar investor publik—agaknya yang menjadi pendukung Artha Graha tak jauh-jauh nian. Sekadar menebak, mereka itu tentulah keluarga Wonowidjojo—pendiri Gudang Garam. Saat ini keluarga Wonowidjojo merupakan salah satu dari sedikit pengusaha Indonesia yang masih punya duit berlimpah. Maklumlah, perusahaan rokok ini tak pernah merugi kendati Indonesia dihantam krisis. Bahkan, di antara pengusaha Indonesia, dalam daftar 500 orang terkaya di dunia versi majalah Forbes tahun 2002, hanya nama Rachman Halim seorang yang tercantum di sana dengan kekayaan US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 16 triliun. Tahun sebelumnya, di samping nama Presiden Komisaris Gudang Garam itu, masih tercantum nama Putera Sampoerna.
Beberapa waktu lalu, kepada pers, pihak Gudang Garam telah membantah kabar keterlibatan mereka dalam rencana pembelian Danamon.
Katakanlah kabar itu benar. Apakah dengan pemodal kuat dari Gudang Garam, konsorsium Artha Graha akan cukup tangguh bersaing melawan raksasa konsorsium Asia Finance (Temasek Holding, Singapura, dan Deutsche Bank, Jerman) dan sesama konsorsium lokal: Bank Mega-Bhakti Investama? Rumor santer di kalangan perbankan Jakarta menyebut bahwa Artha Grahalah yang bakal keluar sebagai pemenang dalam tender penjualan saham pemerintah di Danamon ini. Jumat pekan lalu, ketiga investor sudah menyelesaikan proses uji tuntas dan mereka akan mengajukan penawaran akhir (final bid) Senin pekan depan. Di saat kalangan perbankan masih sibuk mereka-reka itulah mencuat nama baru, yakni Solid Investments and Finance Limited (SIF).
Nama itu dimunculkan oleh Deputi Ketua BPPN Bidang Restrukturisasi Perbankan, I Nyoman Sender. Menurut Sender, investor Inggris ini sangat ngebet membeli kepemilikan mayoritas di Danamon. Lembaga keuangan yang menyatakan punya aset US$ 6,25 miliar ini mengaku merasa jengkel karena BPPN menggagalkan usahanya masuk daftar pendek (short list) calon pembeli Danamon. "Kami dianggap terlambat delapan menit," kata Bobby Susilo, perwakilan SIF di Jakarta. Sender sebetulnya tak serta-merta menolak kehadiran SIF. Tapi BPPN tetap tak mau menerima jika SIF masuk sendirian sebagai pembeli Danamon. "Kalau mau, SIF bisa bergabung dengan konsorsium Artha Graha atau Mega," kata Sender.
Tak pelak lagi, Artha Graha lalu dihubung-hubungkan dengan SIF. Apalagi harga yang diajukan SIF memang sangat menggiurkan dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga dari tiga penawar resmi. Perusahaan yang beralamat di Cardiff, Inggris, dan banyak beroperasi di Yunani ini mengajukan penawaran harga Rp 1.775 per lembar saham. Jika harga ini dijadikan acuan, pemerintah setidaknya akan mengantongi Rp 4,44 triliun—sekitar Rp 1,7 triliun lebih banyak daripada hasil tertinggi yang diajukan tiga penawar lainnya.
Kalau SIF mau bergabung dengan salah satu dari tiga penawar yang sudah dinyatakan lolos, Artha Graha diperkirakan berpeluang besar menjadi mitranya. Namun Artha Graha menolak dihubung-hubungkan dengan SIF. "Siapa, ya? Kok, kita tidak pernah mendengar," kata Anton. Dia menegaskan bahwa anggota konsorsiumnya sudah menyediakan dana yang cukup untuk membeli 51 persen saham Danamon.
Menurut Bobby, SIF sudah patah arang dengan sikap BPPN. "Kapok," katanya. Sikap ini mungkin bisa dikaitkan dengan penolakan BPPN atas penawaran SIF. Padahal, menurut investor ini, mereka sudah memenuhi prosedur tender sesuai dengan persyaratan BPPN. BPPN sendiri berketetapan menggugurkan SIF tak lain karena investor ini terlambat mengajukan penawaran.
Andaikata tidak ada perubahan dan kejutan, perebutan mayoritas saham Danamon hanya akan diikuti oleh tiga investor yang sudah disebutkan tadi. Berpatokan pada harga sementara yang mereka ajukan—berkisar pada Rp 1.015-1.100—mestinya pertarungan bakal seru. Ekonom Martin Panggabean mengatakan bahwa isu SIF ini bisa mendongkrak harga. "BPPN bisa menjadikan SIF sebagai alat untuk menaikkan harga," katanya. Tapi isu ini juga bisa dipakai untuk menggagalkan divestasi Danamon. Dan Martin juga mengingatkan, jangan kaget bila kelak muncul pernyataan bahwa negara dirugikan triliunan rupiah.
M. Taufiqurohman, Setri Yasra, Febrina Siahaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini