IKLAN kini bukan merupakan hal asing di RRC. China Daily,
misalnya, menyediakan sekitar 25% dari delapan halaman korannya
untuk iklan. Persentase tersebut termasuk cukup besar jika
dibandingkan dengan ruang iklan Renmin Ribao yang hanya
separuhnya.
Tarif iklan di pers RRC cukup kompetitif bila dibandingkan
dengan iklan dalam penerbitan Indonesia. Di International Trade
News, koran tabloid RRC dengan delapan halaman yang diterbitkan
Departemen Perdagangan Luar Negeri, umpamanya, iklan hitam putih
satu halaman penuh berharga US$ 6 ribu. Sedang di sejumlah kora
utama Jakarta, yang kini menolak memasang iklan satu halaman
penuh, itu bisa mencapai US$ 15 ribu. International Trade News
(oplah 100 ribu), terbit dua kali seminggu, beredar di kalangan
kelompok importir dan bisnis RRC.
Arus iklan mulai terasa sejak Beijing mencanangkan politik pintu
terbuka. Ratusan jenis komoditi impor -- tahun ini diperkirakan
bernilai US$ 18 milyar -- memasuki pasaran RRC. Sarana iklan pun
diperlukan untuk menunjang pemasaran komoditi tadi. Billboard
(papan promosi) minuman Coca Cola, misalnya, menyusup jauh
sampai ke kota pedalaman. Tapi karena daya beli rakyat RRC masih
rendah, mungkin, minuman itu hanya terjual di hotel-hotel saja.
Persaingan sesama biro iklan dalam memperoleh hak monopoli
mengkampanyekan suatu produk di suatu provinsi sudah terjadi.
McCann Erickson Worldwide (AS) dan Robert Chua bersaing keras
mendapatkan hak monopoli siaran iklan untuk TV Beijing. Chua
yang dari Hongkong itu akhirnya menang setelah berhasil menutup
kontrak US$ 412 ribu untuk hak siaran iklan jam tangan Citizen,
Jepang.
Media televisi di RRC dianggap paling efektif dan efisien
menjangkau konsumen. Hampir setiap provinsi di RRC memiliki
stasiun tv, dan boleh menerima iklan. Jumlah pesawat tv di sana
diperkirakan 5 juta. Program berita tv RRC selalu mengutip
Renmin Ribao, tapi juga mengudarakan berita dunia selama 10
menit yang diperolehnya dari BBC dan ABC lewat satelit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini