Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Batang yang akan bermanfaat

Dr. ir ida bagus agra, dosen tehnik kimia di ft-ugm melakukan penelitian membuat pulp, bahan baku untuk membuat kertas, dari limbah pertanian seperti batang jagung dan kelopak batang pisang. (ilt).

27 Juni 1981 | 00.00 WIB

Batang yang akan bermanfaat
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TINGGI otoklaf -- wadah untuk memasak berbagai bahan dengan tekanan tinggi seraya mengaduk -- itu hanya 45 cm dan dibuat Dr. Ir. Ida Bagus Agra dengan berbagai besi bekas. Dengan alat hasil desainnya sendiri, Dr. Agra, dosen Teknik Kimia di FT-UGM Yogyakarta, melakukan penelitian membuat pulp (bahan baku untuk membuat kertas) dari limbah pertanian seperti batang jagung dan kelopak batang pisang. Hasil penelitiannya itu ia sampaikan pada Konvensi ke-2 Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII) yang berlangsung di Hotel Indonesia pekan lalu. Agra memang selalu menaruh perhatian pada limbah. Gelar doktor ia raih dengan disertasinya tentang pembuatan natrium bikarbonat dan kalium-khlorida dari ekstrak abu kelopak batang pisang dan kulit buah salak. Ia juga dikenal dengan percobaannya membuat bahan bakar cair dari sampah plastik dengan metode pirolisis. Semua penelitiannya itu ia kerjakan dengan peralatan yang ia buat sendiri dengan bahan dari pasar loak. Kali ini Agra tertarik pada kemungkinan membuat pulp dari limbah pertanian. Sebagian besar pulp saat ini masih diimpor dari berbagai negeri, padahal bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia. Pulp biasanya dibuat dari merang, jerami, ampas tebu, bambu dan kayu, terutama pinus. Merang dan jerami -- merupakan hasil samping tanaman padi -- umumnya pendek-pendek. Sedang ampas tebu tak cukup tersedia untuk dijadikan pulp, karena pabrik gula sendiri memakainya sebagai bahan bakar. "Dan pinus, masa panennya lama, mencapai 8 tahun," ujar Agra "Selain itu pinus membutuhkan tanah yang luas." Sampai kini pemanfaatan batang jagung masih terbatas. Sebagian dijadikan bahan bakar atau makanan ternak. Sedang kelopak batang pisang: sedikit dipakai sebagai bahan bakar atau pembungkus tembakau, dan umumnya dijadikan tali. Jika penganekaragaman makanan digalakkan, jagung tentu semakin luas ditanam. "Batang jagung yang tersedia akan semakin banyak," kata Agra. Begitu pula halnya dengan batang pisang. Agra berpendapat cukup luas tanah di luar Jawa yang bisa ditanami pisang. Dan semua batang itu, katanya, sebetulnya akan bisa dimanfaatkan. Dalam penelitiannya, batang jagung itu dipotong-potong sepanjang 3-4 cm dengan tebal 0,1-0,2 cm, yang kemudian dikeringkan dengan panas matahari. Sedang kelopak batang pisang, juga dikeringkan lebih dahulu dengan sinar matahari. Baru kemudian diiris-iris sepanjang 4-5 cm dengan lebar 0,51 cm. Cacahan batang jagung dan kelopak batang pisang itu kemudian dimasukkan ke dalam otoklaf, yang dilengkapi dengan pemanas listrik dan alat pemutar. Bersama larutan soda api (NaOH), di dalam otoklaf yang digulingkan melalui sumbunya, cacahan itu direbus seraya mengalami bantingan. Hasilnya, pulp dapat dibuat. Proses yang relatif baik diperoleh pada penggunaan 12,5 ml NaOH per gram bahan baku, suhu sekitar 120 derajat Celsius dan waktu perebusan 90 menit. Kelopak batang pisang lebih banyak menghasilkan pulp dibanding batang jagung, tetapi bilangan permanganat dan kadar abunya juga jauh lebih tinggi. Tingginya bilangan permanganat ini berarti lignin dan zat warna lainnya lebih sulit dihilangkan. "Dari sudut warnanya, pulp batang jagung lebih baik," kata Agra. "Tapi pulp dari kelopak batang pisang yang masih segar, warnanya lebih pucat dibanding pulp hasil bahan yang kering." Agra juga melakukan pengujian atas mutu kertas dari pulp batang jagung dan kelopak batang pisang itu. Antara lain diuji kuatjebol (bursting strength) dan kuat-sobek (tearing strength). "Kertas yang dibuat dari pulp hasil penelitian ini agak rendah kekuatannya," kata Agra. Kadar selulosenya memang rendah, hanya sekitar 35%. "Padahal kadar selulose pinus bisa mencapai 50%, sedang merang 40%," kata Agra. Dalam konvensi itu tak banyak yang menanggapi hasil penelitian Agra, juga karena terbatas waktu untuk menyampaikan makalah dan diskusi. Namun ada yang mempertanyakan aspek ekonomisnya, mengingat rendahnya kadar selulose yang dihasilkan. "Kami memang belum meneliti nilai ekonomisnya," jawab Agra. "Tapi setidaknya, batang jagung dan kelopak batang pisang dapat dipakai untuk mengurangi pemakaian pinus." Pulp dari merang dan jerami selama ini juga dicampur dengan pinus. Pabrik kertas Padalarang dan Blabak memakai jerami. Sedang pabrik kertas Leces sudah memakai ampas tebu. Bagaimana kemungkinan hasil penelitian Agra itu? Batang jagung dan batang pisang sulit didapat di Ja-Bar. Tapi pabrik pulp mini dapat didirikan di daerah yang banyak menghasilkan jagung dan pisang. "Pabrik mini berkapasitas 1 ton dengan tekanan 2-3 Atmosfir bisa dibuat," kata Ir. Satijatmo dari pabrik Padalarang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus