Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2025. Instruksi soal pemangkasan anggaran itu diteken pada 22 Januari 2025 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo menargetkan efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pada 2025 dapat membuat negara hemat hingga Rp 306,69 triliun, dengan rincian anggaran kementerian dan lembaga efisiensi Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp 50,59 triliun. Kepala negara meminta jajaran Kabinet Merah Putih yang dia pimpin untuk mengurangi rapat, seremoni, dan perjalanan dinas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arahan pemangkasan tersebut kemudian ditindaklanjuti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui surat edaran yang diteken pasa 24 Januari 2025. Surat bernomor S-37/MK.02/2025 tersebut memuat 16 jenis belanja operasional yang dipangkas anggarannya.
Dalam lampiran surat Menkeu itu, tercantum 16 item belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen. Rinciannya, efisiensi anggaran pos belanja alat tulis kantor (ATK) sebesar 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.
Kemudian, percetakan dan suvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.
Sejumlah ekonom memberikan komentar ataupun kritiknya mengenai pemangkasan anggaran ini. Berikut rangkumannya.
Efek Berganda bagi Ekonomi Makro, Penderitaan bagi ASN
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Mohamad Fadhil Hasan menyebut kebijakan pemangkasan anggaran Presiden Prabowo Subianto akan berdampak secara makro. Pasalnya, kebijakan itu tidak mengubah postur belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Fadhil, yang merupakan salah satu pendiri INDEF, mengatakan efisiensi ini bukan berarti total APBN dikurangi. Sebagaimana diketahui, total belanja dalam APBN dipatok sebesar Rp 3.621,3 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 2.701,4 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 919,9 triliun.
Dia menjelaskan, kebijakan efisiensi ini memungkinkan terjadinya peralihan anggaran dari program-program kementerian dan lembaga (K/L) ke program prioritas pemerintahan Prabowo. “Yang ada sekarang itu adalah shifting dari program K/L, yang misalnya alat tulis, perjalanan dinas, kajian, seminar, itu digeser untuk program makan bergizi gratis dan pendidikan, tapi total APBN-nya kan tetap,” kata Fadhil.
Oleh karena itu, Fadhil menilai langkah pemangkasan anggaran ini justru akan lebih produktif secara ekonomi makro. Kendati begitu, Fadhil mengatakan kebijakan tersebut justru memberikan tantangan bagi K/L dan para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat. “Secara kelembagaan mungkin jadi penderitaan, seperti AC dikurangi, listrik nggak dipakai setelah jam 6 sore,” ujar dia.
Pemangkasan anggaran tersebut nantinya dialihkan untuk mendongkrak anggaran program pemerintah yang lebih diprioritaskan. “Mungkin multiplier effect-nya akan lebih tinggi, di atas penderitaan para ASN,” kata Fadhil sambil berkelakar.
Anggaran Belanja yang Dihemat Harus Tepat
Ekonom senior Bright Institute Awalil Rizky menilai penghematan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) sebagai hal yang positif. Namun, ia mengingatkan pemerintah harus melakukan efisiensi terhadap pos anggaran yang memang dinilai boros. “Tentu realisasinya masih harus dilihat, apakah yang dihemat memang tepat,” tutur Awalil kepada Tempo pada Jumat, 31 Januari 2025.
Ia pun menyoroti pernyataan pemerintah yang menyebut sebagian hasil pemangkasan anggaran akan dialihkan ke program unggulan Prabowo, yakni makan bergizi gratis (MBG). Awalil khawatir langkah pemotongan anggaran tersebut tidak bisa mencukupi kebutuhan pendanaan MBG. “Jika MBG terus ditambah alokasi anggaran, maka belanja atau program yang lain akan terkendala,” ujar dia.
Riilnya Hanya Sebagian Kecil Efisiensi yang DIlakukan
Ekonom dan pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, berpendapat pemotongan belanja sebesar Rp 306,7 triliun yang telah diinstruksikan oleh Presiden Prabowo merupakan langkah awal yang baik. Namun demikian, ia menegaskan pemangkasan anggaran ini tetap harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih strategis.
“Pengurangan biaya untuk upacara dan perjalanan dinas hanyalah sebagian kecil dari efisiensi yang diperlukan,” tutur Achmad pada Kamis, 30 Januari 2025. Pemerintah, kata Achmad, harus mengkaji ulang efektivitas berbagai program populis yang telah dicanangkan agar tidak menimbulkan beban fiskal yang berlebihan.