Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Diakuisisi Pertamina, Kilang TPPI Akan Jadi Industri Terpadu

PT Pertamina (Persero) akan membangun TPPI menjadi pabrik petrokimia terpadu setelah mengambil saham mayoritas Tuban Petrochemical Industries.

2 Desember 2019 | 05.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kilang aromatik milik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, akan kembali “bernyawa”. Sebab, setelah mengakuisisi induk usahanya, yakni PT Tuban Petrochemical Industries (induk usahanya), PT Pertamina (Persero) akan membangun TPPI menjadi pabrik petrokimia terpadu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Direktur Perencanaan, Investasi, dan Manajemen Risiko PT Pertamina Heru Setiawan mengatakan perseroan akan menghubungkan kompleks petrokimia terintegrasi tersebut dengan proyek kilang baru (new grass root refinery) yang sedang digarap perseroan bersama perusahaan minyak dan gas asal Rusia, Rosneft Oil Company. “Sudah ada perencanaannya. Nanti di situ kan ada Rosneft, kilang Tuban. Kami akan mengembangkan industri petrokimia,” ujarnya di sela acara “Pertamina Energi Forum 2019” di Jakarta, Rabu, 27 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pabrik TPPI dulu memang dirancang terintegrasi. Tak hanya menjadi kilang aromatik yang menghasilkan bahan baku untuk tekstil, TPPI disiapkan sebagai fasilitas pengolahan olefin yang memproduksi senyawa turunan untuk bahan baku plastik.  Namun rencana ini tak kunjung terealisasi. Perseroan justru terimpit utang jumbo.

Cekaknya modal membuat nasib kilang TPPI bak hidup segan mati tak mau. Lima tahun terakhir, fasilitas pengolahan dioperasikan dengan skema manajementolling fee. Dalam konsep ini, Pertamina memasok bahan baku kondensat dan mengambil semua produk. Adapun TPPI menerima komisi jasa pengolahan.

Belakangan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkomitmen menghidupkan mimpi lama TPPI. Dia bahkan memerintahkan kompleks TPPI ditetapkan sebagai kawasan industri petrokimia. Ia mengalkulasi, beroperasinya kilang TPPI akan menurunkan impor bahan bakar minyak jenis Premium hingga 19 persen dan solar sekitar 40 persen.

Bahkan, Jokowi juga menargetkan hidrogen sebagai produk ekses kilang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan biodiesel B30 hingga B100. Senyawa yang harganya di pasar mencapai Rp 120 juta per ton ini diincar pabrik biodiesel karena bisa menjadi bahan campuran solar.

Pada Juni 2015, di tengah keraguan Pertamina di Tuban, PT Medco Energi Internasional Tbk justru kepincut mengakuisisi TPPI. Kelompok usaha milik keluarga Panigoro ini sempat mengajukan proposal akuisisi TPPI kepada Kementerian Keuangan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kala itu, surat ditembuskan kepada Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, yang tengah menyidik dugaan korupsi di TPPI.

Dalam proposal itu, Medco berniat mengambil alih Tuban Petrochemical dengan melunasi utang multi-year bondkepada Kementerian Keuangan. Mereka juga akan menuntaskan utang TPPI kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Adapun piutang Pertamina dikecualikan. Medco juga menginformasikan telah meneken kesepakatan dengan PT Silakencana Tirtalestari, pemegang saham Tuban Petro milik Honggo Wendratno.

Kepada Tempo, akhir Agustus 2015, Presiden Direktur Medco Energy saat itu, Hilmi Panigoro, menjelaskan bahwa perusahaan minyak semestinya terintegrasi dari hulu hingga hilir. TPPI, yang punya fasilitas besar, dianggap potensial meski terlilit banyak masalah.

Menurut Hilmi, untuk membangun kilang aromatik sebesar TPPI, diperlukan dana investasi sedikitnya US$ 3 miliar. Selain itu, dibutuhkan waktu empat-lima tahun untuk merampungkan konstruksi. "Kalau Anda mendapat plantyang sama senilai US$ 1,5 miliar, enam bulan sudah jalan, itu bukan nekat. It's an opportunity," kata Hilmi saat itu. Belakangan, Medco balik kanan. Gayung bersambut, Pertamina kini mengambil alihnya, sejalan dengan niat pemerintah yang sejak awal ingin BUMN sebagai pengelola kilang tersebut.

RETNO SULISTYOWATI | MAJALAH TEMPO

Selengkapnya, baca Majalah Tempo edisi Senin, 2 Desember 2019. 

 

Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus