Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina Patra Niaga menunjuk Mars Ega Legowo Putra sebagai pelaksana tugas harian Direktur Utama perusahaan setelah Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Penunjukan Ega sebagai pimpinan sementara disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR pada Rabu, 26 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Mars Ega Legowo Putra menjabat sebagai Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga. Ia merupakan lulusan S1 Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1997-2002 dan melanjutkan pendidikan Magister, Master of Business Administration (MBA) di Institut Teknologi Bandung pada 2012-2015.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ega pernah menduduki berbagai posisi strategis, antara lain sebagai Sales Area Manager Industrial Fuel Sulawesi, Sales Area Manager Industrial Fuel Jawa Barat, Sr. Key Account Officer, Regional Petrochemical Manager, Bitumen Manager, serta VP Customer Care PT Pertamina (Persero). Sebelumnya, ia menjabat sebagai Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Pertamina Patra Niaga.
Pada Senin, 24 Februari 2025, Kejaksaan Agung menetapkan empat petinggi PT Pertamina (Persero) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang oleh Kejaksaan Agung. Para tersangka berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023.
Tersangka antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Dalam pengadaan impor, Riva diduga melakukan pengadaan produk kilang dengan membeli RON 92 atau Pertamax. Padahal kenyataannya yang dibeli adalah Ron 90 atau pertalite. Kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92. Qohar menegaskan, hal itu jelas tidak diperbolehkan.
Sementara tersangka Yoki dalam melakukan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina International Shipping diduga sengaja melakukan mark up sebesar 13 persen hingga 15 persen. Hal itu menguntungkan pihak broker, yakni Kerry. "Nah, dampak adanya impor yang mendominasi pemenuhan kebutuhan minyak mentah, harganya menjadi melangit," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar di Kejaksaan Agung.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.