ANDA barangkali perlu satpam bila memakai jam tangan ini. Karena, walaupun bentuknya tak luar biasa -- dengan gelang rantai berwarna putih jam tangan itu penuh dengan taburan berlian. Dan yang membuat orang menahan napas, jam yang bernama Solitaire itu harganya Rp 1 milyar. Jam eksklusif yang hanya ada lima buah di seluruh dunia ini dipamerkan pada publik Indonesia di Golden Ballroom, Hotel Hilton, 15-17 Agustus minggu lalu. Bersama 300 buah jam lain koleksi Chopard dari Swiss, pameran bernilai Rp 5 milyar ini membuat petugas keamanan ekstra-ketat mengawasi para tamu. Jam-jam yang sebagian besar berupa gelang atau rantai dengan kerlap-kerlip berlian atau emas putih ini ditaruh dalam etalase yang terjaga ketat. Ini memang pameran yang termasuk jarang, dan ditujukan untuk publik kelas menengah ke atas, wanita maupun laki-laki. Bahkan yang datang pun, walau sebagian besar pengusaha ternama, banyak yang baru cuci mata saja. "Lha, kalau saya pakai jam Rp 1 milyar, itu kan bisa jadi beberapa pabrik," kata pengusaha Dewi Motik Pramono. Penjualan jam mewah jumlahnya memang selalu terbatas. Jangankan Chopard, arloji yang termahal di kelasnya, jam-jam pada kelas di bawahnya pun peminatnya tidak banyak. Menurut Bebbie, komisaris PT Bina Inti Markindo Sejahtera, distributor Chopard, setiap tahunnya hanya sekitar 60 buah jam mewah terjual di Indonesia. Jumlah itu sudah termasuk Chopard sudah masuk Indonesia sejak empat tahun lalu -- yang setiap tahun terjual paling banyak 20 buah. "Jam kami mahal karena kami menggunakan bahan-bahan bermutu baik," ujar Vice President Chopard Switzerland, Karl Friedrich Scheufele. Umumnya, jam produk Chopard ini terbuat dari emas, platina, ataupun berlian. Jam bermata berlian ini jelas tidak murah harganya, apalagi semua perniknya dikerjakan memakai tangan. Proses pembikinan jam Solitaire, yang jadi primadona dalam pameran itu, misalnya, diperlukan waktu sedikitnya enam bulan. Dan untuk menjaga keeksklusifannya, jenis jam mewah itu sengaja cuma dibikin lima biji. Itu pun, yang empat buah sudah laku terjual. Pemakainya memang orang kaya kelas dunia, antara lain Ratu Elizabeth dari Inggris, Sultan Brunei Darussalam (dua buah), dan sebuah lagi terjual di Tokyo. Apakah yang satu lagi akan laku di Indonesia? Ini belum jelas. Namun, yang pasti, Karl Friedrich Scheufele tentu bukan tanpa alasan membikin pameran di Jakarta. Perusahaannya selalu mengadakan pameran di negara yang pasarnya dianggap potensial. Sebelum berpameran di sini, misalnya, mereka berpameran di Singapura. Indonesia dianggap pantas menggelarkan pameran mahal ini karena, menurut Karl, perkembangan ekonomi negara ini cukup pesat. Chopard memang tak cuma memamerkan arloji berharga satu milyar itu. Di antaranya ada juga jam yang berharga Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. Pasaran jam-jam mewah di Indonesia, walaupun belum mewabah, nampaknya sudah mulai memancing peminat. Beberapa merk seperti Audemr Piquet dan Piaget, yang juga dari Swiss dan harganya mulai dari Rp 60 juta sampai ratusan juta -- di bawah kelas Chopard -- termasuk yang sudah muncul pula di beberapa kota besar. Omega, yang setingkat kelasnya dengan kedua jam tadi, misalnya, bisa terjual 5.000 buah setahunnya. Arloji merk itu -- yang murah berharga sekitar Rp 5 juta -- paling mahal yang dijual di sini berharga Rp 20 juta. Jam merk Chopard sendiri yang paling murah ada yang berharga Rp 2 juta. Namun, yang laku di sini adalah arloji yang harganya paling sedikit lima kali harga itu. Diah Purnomowati dan G. Sugrahetty Dyan K.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini