Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha menyampaikan pihaknya telah menerima informasi permintaan pelaporan data transaksi nasabah kartu kredit kepada pemerintah untuk keperluan perpajakan. “Kami memang belum dipanggil untuk sosialisasi tapi sudah ada diskusi mengenai rencana itu, termasuk tentang adanya threshold,” ujarnya, kepada Tempo, Selasa 6 Februari 2018.
Steve berujar Ditjen Pajak menyiapkan threshold atau ambang batas tersebut untuk menentukan data nasabah mana yang harus dilaporkan oleh perbankan dan penyelenggara kartu kredit. “Hanya untuk nasabah yang pembelanjaan kartu kreditnya mencapai Rp 1 miliar setahun, di luar itu ya tidak dilihat,” katanya. Menurut dia, data yang diminta oleh Ditjen Pajak cukup detil atau tidak hanya sebatas total transaksi nasabah. “Apa yang tertera di tagihan atau billing statement pemegang kartu itu yang dilaporkan.”
Simak: Sri Mulyani: Pelaporan Data Kartu Kredit Dilakukan Secara Bertahap
Steve menuturkan pihaknya mempertanyakan urgensi permintaan rincian transaksi nasabah secara detil tersebut. “Apakah perlu sampai detil begitu, makan di mana, belanja apa, kalau memang total transaksi saja cukup ya sudah,” ujarnya. Meskipun demikian, permintaan Ditjen Pajak itu tidak melanggar ketentuan karena sesuai dengan undang-undang yang berlaku, juga tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. “Itu memang boleh dilihat secara hukum dan aturan, tapi mungkin secara norma orang akan merasa tidak nyaman saja, beberapa pihak merasa itu privasi apalagi sampai detil transaksinya.”
Selanjutnya, Steve mengatakan dari pihak pemerintah sejauh ini belum menginformasikan detil peraturan teknis atau standar operasional prosedur (SOP) untuk melakukan penyampaian data nasabah kartu kredit. “Belum ada ya detilnya, masih dibicarakan, kami juga masih bisa berdiskusi lagi.” Namun, dia menegaskan permintaan data tersebut bukan suatu hal yang mustahil untuk dipenuhi, namun membutuhkan waktu untuk mengolahnya. “Datanya tersedia, tapi tidak mudah karena sifatnya kan data mentah, setiap penerbit juga berbeda standarnya, harus disamakan dulu, belum lagi jumlah transaksi yang cukup banyak bisa ratusan ribu sampai jutaan.”
Terkait metode penyampaian dan penyimpanan data tersebut, AKKI juga meminta Ditjen Pajak untuk tidak mengabaikan aspek keamanan. “Kami sangat concern dengan masalah keamanan data, karena ini sifatnya sensitif kalau bocor bisa saja disalahgunakan untuk bertransaksi, jadi salah satu yang kami usulkan adalah terkait pola penyampaian data,” ujarnya.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk Santoso mengungkapkan pihaknya telah diundang untuk melakukan audiensi dengan Ditjen Pajak untuk mendiskusikan sejumlah hal terkait dengan ketentuan penyampaian data nasabah kartu kredit. “Tentunya nanti akan ada kelanjutan dari diskusi yang dilakukan industri perbankan dan Ditjen Pajak, jadi kami masih menunggu ketentuannya yang lebih detil,” ucapnya. Santoso menambahkan pihaknya juga belum bisa memperkirakan seberapa besar jumlah nasabah dengan transaksi di atas Rp 1 miliar atau yang memenuhi ketentuan untuk dipantau sebagai objek pajak. “Kami belum ada datanya, kami ingin memahami dulu definisi kriterianya, jadi belum tahu seperti apa.”
Direktorat Jenderal Pajak sebelumnya meminta perbankan dan penyelenggara kartu kredit untuk mulai melaporkan data transaksi nasabah selama Januari-Desember 2018. Adapun data tersebut paling lambat disetorkan pada akhir April 2019 mendatang. “Penyampaian data kepada kami untuk pertama kalinya itu adalah data untuk tagihan sepanjang tahun ini,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Hestu Yoga Saksama.
Yoga menjelaskan data nasabah tersebut akan digunakan untuk melakukan profiling para wajib pajak. “Jadi misalnya saja kalau ada di laporan SPT pendapatan Rp 10 juta per bulan, tapi belanja anda di kartu kredit bisa Rp 50 – 100 juta per bulan berarti ini ada yang nggak benar,” ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini