Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA menunggu kedatangan Profesor Yusuf Qardhawi, pemikir Islam moderat, di lantai tiga Sheraton Hotel Doha, Qatar, Senin pekan lalu, muncul ide Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk belajar bahasa Arab. ”Pokoknya dalam waktu tiga bulan saya harus bisa bahasa Arab. Pak Alwi harus membantu,” ujarnya tertawa, sambil melihat ke arah Alwi Shihab, utusan khusus Pre-siden urusan Timur Tengah. Jelas, Pre-siden Yudhoyono bercanda soal tiga bulan itu, tapi ia serius akan mempelajari bahasa Arab. ”Dalam waktu tiga tahun ini semoga saya bisa cepat belajar dan lebih fasih.”
Bahasa Arab pasti memudahkan dip-lomasi ketuk pintu Timur Tengah itu. Selama ini Amerika Serikat, Jepang, Eropa, dan Cina, menjadi jalur tradisional barang ekspor dan sekaligus impor Indonesia. Presiden Yudhoyono—dalam lawatan ke Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan Uni Emirat Arab, dan Yordania, selama sembilan hari sejak Selasa dua pekan lalu—bermaksud membuka satu lagi jalur perdagangan dunia yang potensial. Di Amman, Yordania, selain berurusan dagang, Presiden Yudhoyono banyak membicarakan masalah Palestina dengan Raja Abdullah II bin Hus-sein, kini 44 tahun, anak tertua men-diang Raja Hussein dari istri Putri Muna asal Inggris.
Presiden Yudhoyono rupanya paham bahwa bahasa Arab akan sangat menolongnya meyakinkan pimpinan nega-ra-negara Timur Tengah, yang sistem pemerintahannya ”tergantung apa kata raja”.
Selama kunjungan, tentu yang dibicarakan Presiden Yudhoyono bukan hanya soal kerajinan tangan. Ditawarkan juga peluang investasi di bidang infrastruktur, pengilangan minyak, perbank-an, dan lainnya. Di Riyadh, Kota Kuwait, Doha, dan Abu Dhabi, pertemuan de-ngan pengusaha yang tergabung dalam kamar dagang setempat juga dilakukan. ”Saya undang pengusaha-pengusaha itu untuk datang dalam Infrastructure Summit pada bulan September di Jakarta,” ujar Presiden Yudhoyono dalam jumpa pers di Abu Dhabi, Selasa pekan lalu.
Undangan itu sudah berjawab. Sejumlah pengusaha berjanji datang ke Jakarta, termasuk Pangeran Al-Walid bin Talal, pengusaha asal keluarga Kerajaan Arab Saudi, yang tahun lalu dinobatkan majalah Forbes sebagai orang terkaya nomor delapan di dunia. Al-Walid memiliki Kingdom, gedung berlantai 99 di Riyadh, yang merupakan bangunan tertinggi di kawasan Teluk.
Walid, yang punya kekayaan US$ 27 miliar, seakan menjadi bukti makmur-nya Timur Tengah sekarang. Kawasan ini sedang diguyur hujan duit yang deras berkat melambungnya harga minyak dan gas. Uni Emirat Arab, contohnya, pekan lalu mengumumkan mulainya pembangunan kawasan wisata di P-ulau Saadiyat dengan investasi 100 miliar dirham alias hampir Rp 2,7 triliun (de-ngan kurs Rp 2.700 untuk satu dirham). Qatari Diar Real Estate Investment Company, sebuah perusahaan real esta-te di Qatar, juga menandatangani kontrak dengan perusahaaan Uni Emirat Arab, untuk membangun pusat hiburan seluas 100 hektare di Doha. Dana yang dituangkan ke sana: US$ 1,2 miliar alias Rp 10,8 triliun.
Secara keseluruhan, ada pengamat mi-nyak yang menghitung, dari harga minyak yang mencapai kisaran US$ 55-65 per barel, tahun ini saja negara-negara OPEC akan menerima US$ 0,5 triliun atau sekitar Rp 4.500 triliun. Ini jumlah terbanyak yang masuk kawasan itu sejak booming tahun 1970-an dan 1980-an.
Dulu, ketika boom minyak terakhir pada 1973-1985, pendapatan besar mi-nyak Teluk ditanamkan di bank-bank i-nternasional di AS dan negara Barat lain. Bank-bank ini memberikan pinjam-an kepada pemerintah di Amerika L-atin. Pinjaman itu kebanyakan macet dan meng-guncang sistem keuangan gl-o-bal. Kali ini, arah investasi uang windfall minyak itu berbeda. Negara Teluk ba-nyak menanam uang di sektor konsumsi, untuk mendorong konsumsi dalam negeri yang tertinggal.
Toh dana minyak masih berlimpah. Pemiliknya seakan bingung ingin menaruh uang di mana. Mereka menabur uang di Amerika, Eropa, dan Asia. Dubai Ports, pengelola bandar udara Dubai, Uni EmiratArab, bukan saja membatalkan kontrak dengan investor P&O, tapi mendanai sendiri bandara itu. Dubai Ports bahkan membeli sistem operasi bandara dari Florida CSX Corporation seharga US$ 1,2 miliar. Tahun lalu, grup pengusaha hotel mewah Dubai, Jumeirah, membeli saham Essex House, hotel prestisius di New York, seharga US$ 400 juta. Dubai International Capital, tempat deposit uang minyak pemerintah Emirat, bahkan membeli museum lilin Inggris, Madame Tussauds, dengan US$ 1,2 miliar. Sebuah konsorsium negara Teluk diketahui juga membeli Wind, operator seluler top Italia, seharga US$ 13 miliar. Al-Walid pun membeli Fairmont Hotel and Resort di Toronto, Kanada, seharga US$ 3,9 miliar.
Agar sebagian uang minyak itu meng-alir ke Indonesia, diperlukan sejumlah usaha. Secara politik, pemerintah Indonesia perlu memperbaiki hubungan de-ngan negara-negara Teluk.
Bayangkan, pemimpin Arab Sa-udi ter-akhir kali berkunjung ke Jakarta 35 tahun lalu. Setelah kedatangan Raja Fahd bin Abdul Aziz, yang mangkat tahun lalu, belum ada lagi Raja Saudi yang menginjakkan kaki di Indonesia.
Saudi juga sangat berpengaruh di an-tara negara-negara Teluk lain yang menjadi anggota Organisasi Konferensi Islam. Maklum, dana OKI sebagian besar disumbang Saudi. Sementara itu, menurut sebuah sumber, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia sering kurang memandang penting untuk berperan lebih banyak. Pandangan begini tak sepenuhnya diterima Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda. Indonesia, kata Menteri Hassan, justru ingin berperan dalam restrukturisasi OKI, termasuk menguatkan peran negara Islam di luar Teluk. Indonesia mengupayakan agar OKI berperan dalam moderasi sikap beragama, juga memajukan pendidikan di kalangan negara Islam. Peran ini, menurut Menteri Hassan, diterima baik oleh para pemimpin negara Arab. Izin memasuki Ka’bah, rumah Tuhan di Masjidil Haram, Mekkah, untuk Presiden Yudhoyono saat melaksanakan umroh, juga menunjukkan penghormatan besar Raja Saudi kepada pemimpin Indonesia itu.
Apa boleh buat, sentimen sebagai sesama negara berpenduduk muslim masih penting untuk menarik bantuan dan investasi. Menurut seorang anggota delegasi Indonesia, Emir Syekh Hamad bin Khalifa al-Thani dari Qatar, menawarkan pembentukan trust fund, semacam lumbung dana, di mana Qatar menyumbang 80 persen dan Indonesia diharapkan mengisi 20 persen. Dana ini boleh dipakai Indonesia untuk membangun in-frastruktur yang diperlukan atau pro-yek lain.
Agaknya, semangat membantu s-esama negara berpenduduk muslim itu juga yang mewarnai proyek-proyek kerja sama yang dapat digaet Presiden Yudho-yono, yang selama kunjungan ini berperan sebagai salesman, terjun langsung menawarkan proyek investasi di depan pengusaha kamar dagang dan industri di Riyadh, Kota Kuwait, Doha, dan Abu Dhabi.
Hasilnya menggembirakan. Saudi setuju membangun kilang minyak dengan kapasitas 150 ribu barel sehari di Jawa Timur. Minyak mentahnya dibeli dari Aramco, perusahaan milik negara Sa-u-di. Kesulitan dalam pembayaran sel-ama ini, karena jatuh tempo pembayaran hanya sebulan, dipecahkan lewat fasilitas trade financing yang akan diberikan I-slamic Development Bank (IDB). ”Secara prinsip IDB sudah setuju. Memang ada cost of money yang kita bayar, tapi cukup lunak. Prosesnya sedang berjalan,” ujar Purnomo Yusgiantoro, Menteri E-nergi dan Sumber Daya Mineral. Fasilitas dari IDB itu juga akan dipakai untuk pembelian minyak mentah Saudi untuk kilang minyak Cilacap dan Balikpapan, serta membeli bahan bakar minyak dari Kuwait.
Kuwait juga berencana memban-gun kilang untuk 200 ribu barel minyak. Selain itu, negeri yang dipimpin Syekh Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah itu meminta konsesi penambangan gas di bagian barat laut Cina Selatan. ”Jadi akan ada tambahan devisa dari sana,” ujar Menteri Purnomo. Dari Qatar, negeri yang punya cadangan gas 900 triliun kaki kubik, empat kali cadangan Indonesia, Presiden Yudhoyono membeli gas. Aliran gas dari Qatar yang akan dimulai pada 2008 itu akan membuat pasokan gas untuk pabrik pupuk seperti Pupuk Iskandar Muda aman. Sebelum gas dari Qatar datang, Pupuk Iskandar Muda akan mendapat pasokan gas dari Bontang.
Akankah semua kerja sama ini berjalan mulus? ”Kita yang harus menagih. Memangnya orang-orang Arab itu b-utuh kita?” ujar seorang diplomat senior Indo-nesia. Menurut Presiden Yudhoyo-no, da-lam waktu dekat akan ada tim gabung-an Indonesia dan negara-negara Arab yang dikunjungi untuk menyusun daftar proyek yang bisa dikerjakan bersama. Menteri Perdagangan Mari Panges-tu juga menyiapkan tenaga terampil un-tuk mengisi Indonesian Trade & Promotion Centre di Abu Dhabi atau Doha. ”Saya akan menangani sendiri tenaga yang akan kita kirim ke sana,” ujar Mari Pangestu.
Kalau berjalan tanpa hambatan, dari pembangunan kilang minyak saja akan ditanamkan di sini US$ 7-8 miliar. Ini memang baru permulaan. Apalagi nanti, kalau Presiden Yudhoyono sudah fasih mengucapkan ahlan wa sahlan....
Toriq Hadad (dari berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo