Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mind Id menghendaki 20 persen saham Vale Indonesia.
Vale Canada mempertahankan posisi dominan agar bisa mengendalikan tambang dan smelter nikel.
Pemerintah menjadi penengah negosiasi yang sampai saat ini masih buntu.
DUA kali didatangi pejabat tinggi, dua kali pula PT Vale Indonesia Tbk dipuji. Pujian pertama datang dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan selepas kunjungannya ke tambang nikel dan smelter Vale di Sorowako, Sulawesi Selatan, pada November tahun lalu. Menurut Direktur Utama Vale Indonesia Febriany Eddy, Luhut saat itu menganggap perusahaannya sudah menerapkan praktik pertambangan yang baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Luhut, kata Febriany, ketika itu menanyakan biaya yang dihabiskan Vale Indonesia untuk menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan seperti di Sorowako. Praktik pertambangan berbiaya tinggi bakal sulit diikuti perusahaan lain. "Saya katakan mahal, tapi Vale Indonesia sudah beroperasi 50 tahun lebih dan tetap untung. Memang (keuntungannya) tak sebesar yang lain, tapi kami bisa bertahan," tuturnya kepada Tempo pada Kamis, 13 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pujian kedua dilontarkan Presiden Joko Widodo yang datang ke Sorowako pada akhir Maret lalu. Saat itu Jokowi meresmikan Taman Kehati Sawerigading Wallacea yang berada di kawasan tambang Vale. Menurut Febriany, Jokowi saat itu memerintahkan semua perusahaan tambang di Indonesia meniru apa yang telah dilakukan Vale.
Tapi lagi-lagi Vale mesti merogoh kocek yang cukup dalam untuk membangun hal-hal tersebut. Febriany memberi contoh, pembengkakan biaya terjadi ketika operator mengupas tanah untuk menambang bijih nikel. Para operator Vale menaruh lapisan teratas tanah yang penuh dengan unsur hara ke sebuah lubang terbuka sebelum kemudian mereka mengeruk bijih nikel di dalamnya. Ketika bijih nikel di area itu tandas, para operator harus menutup sisa galian dengan tanah lapisan teratas yang mereka simpan untuk kemudian ditanami dengan aneka bibit pohon.
Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat mengunjungi kawasan PT Vale Indonesia Tbk, di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, 30 Maret 2023. BPMI Setpres/Laily Rachev
Hasilnya menggembirakan. Dalam tiga tahun, galian bekas tambang tersebut kembali "hijau". Febriany menyebutkan para operator kemudian berpindah ke area tambang lain dan melakukan tindakan serupa. "Karena itu, biaya yang kami keluarkan bisa dua kali lipat dari orang lain. Toh, kami bukan perusahaan tambang yang cari laba tinggi, tapi the most sustainable," ujarnya, mengklaim.
Berbekal predikat tersebut, jalan Vale Indonesia untuk mendapatkan perpanjangan masa kontrak pertambangan yang akan berakhir pada 28 Desember 2025 bisa jadi mulus. Tapi masih ada kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan yang dulu bernama PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) tersebut. Vale masih harus melepas atau mendivestasikan minimal 11 persen sahamnya kepada entitas asal Indonesia sebagai syarat perpanjangan masa kontrak. Pelepasan ini melengkapi divestasi 40 persen saham yang dijual perusahaan itu kepada pihak Indonesia pada 1990 dan 2020.
Proses divestasi saham ini yang sekarang menghangat. Vale Canada Ltd (VCL), pemegang saham terbesar Vale Indonesia, rupanya tak kunjung bersepakat dengan Mind Id, holding perusahaan milik negara di sektor pertambangan, yang akan mengambil alih saham Vale. VCL dan Mind Id sama-sama ingin menjadi pengendali alias pemegang saham terbesar Vale Indonesia, yang menguasai ladang nikel seluas 118.017 hektare.
•••
PASAL 112 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mewajibkan perusahaan tambang asing, seperti Vale Indonesia, melepas minimal 51 persen sahamnya kepada entitas lokal. Sejak 1990, Vale alias INCO sudah beberapa kali melakukan divestasi. Dalam Pasal 10a kontrak karya INCO, pemerintah mewajibkan perusahaan itu melepas 2 persen sahamnya setiap tahun kepada pihak Indonesia.
Pada 26 Mei 1989, Direktur Jenderal Pertambangan Umum Departemen Energi mengabarkan kepada INCO bahwa pemerintah Indonesia tak berminat menebus saham tersebut. Sebab, harga jual nikel ketika itu muram, tak secerah hari ini. Sebagai gambaran, harga nikel di London Metal Exchange (LME) pada 1990 cuma sekitar US$ 5.000 per ton. Saat ini harganya sudah US$ 25 ribu per ton. Tapi pemerintah kemudian meminta INCO melepas 20 persen sahamnya ke bursa efek.
Area tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako, Sulawesi Selatan, Maret 2023. Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana
Lantaran saham dilepas di bursa efek, pemegang saham INCO, yang kemudian mengubah namanya menjadi Vale Indonesia, berganti-ganti. Bahkan saham hasil divestasi di pasar modal kembali dikuasai sejumlah perusahaan keuangan, dana pensiun, dan bank-bank asing. Ini yang membuat pemerintah dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat berpikir agar divestasi yang terakhir menempatkan entitas lokal sebagai pemegang saham terbesar Vale.
Mind Id, selaku perusahaan negara, sebetulnya sudah mengambil 20 persen saham Vale dalam tahap divestasi kedua pada 2020. Jika perusahaan ini kembali membeli 11 persen saham yang akan dilepas Vale, komposisi kepemilikan pihak lokal di tubuh Vale Indonesia baru 51 persen yang terdiri atas Mind Id 31 persen dan publik 20 persen. Persoalannya, saham publik yang dilepas di pasar modal ditengarai sudah dikuasai pihak asing sehingga niat pemerintah menjadikan Mind Id pemegang saham mayoritas Vale Indonesia tak kesampaian.
Hal ini yang memicu tarik-menarik antara Mind Id dan para pemegang saham lama Vale Indonesia, seperti VCL. Di tengah proses ini, anggota DPR dan pemerintah daerah di wilayah konsesi Vale, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara, mengusulkan masa kontrak pertambangan Vale tidak diperpanjang.
Tekanan-tekanan yang terjadi pada awal 2023 ini membuat VCL melunak. Pada 8 Mei lalu, VCL dan Sumitomo Mining, yang juga menjadi salah satu pemegang saham utama Vale Indonesia, menawarkan divestasi 14 persen saham. VCL dan Sumitomo akan melepas masing-masing 10,5 persen dan 3,5 persen saham kepada Mind Id. Jika tawaran ini disetujui, Mind Id akan menjadi pemegang saham mayoritas Vale dengan kepemilikan 34 persen, lebih tinggi daripada VCL yang memegang 33,29 persen.
Informasi yang diperoleh Tempo menyebutkan VCL juga menawari Mind Id kewenangan menempatkan perwakilannya sebagai direktur utama. VCL meminta kursi direktur operasi menjadi bagian mereka. Direktur operasi akan mengendalikan anggaran operasi perusahaan, rencana tahunan dan jangka panjang, pengadaan, serta manajemen proyek dan usaha patungan atau joint venture. Tak hanya menandai posisi direktur operasi, VCL juga meminta jatah kursi direktur kepatuhan, yang bertanggung jawab pada isu lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG). VCL meminta kebijakan ini menggunakan standar internasional.
Mind Id merespons tawaran Vale Canada pada 5 Juni lalu. Alih-alih puas dengan 14 persen saham yang ditawarkan VCL dan Sumitomo, Mind Id kini meminta 20 persen saham. Dengan tambahan 20 persen, saham Mind Id di Vale Indonesia menjadi 40 persen. Sedangkan kepemilikan saham VCL turun dari 43,7 persen menjadi 29,4 persen. Demikian pula dengan Sumitomo, yang porsi sahamnya susut dari 15,03 persen jadi 9,90 persen.
Seorang pejabat perusahaan milik negara menjelaskan, Mind Id mengincar 40 persen saham Vale Indonesia karena tahu bahwa di antara VCL dan Sumitomo ada perjanjian blocking vote. Sumitomo harus memihak VCL jika ada pemungutan suara pemegang saham. Dengan struktur baru hasil skenario Mind Id, gabungan suara VCL dan Sumitomo hanya 39,3 persen.
Sebagai bentuk kompromi, Mind Id menyetujui permintaan VCL yang menginginkan posisi direktur operasi. Namun Mind Id meminta VCL dan Sumitomo mengakhiri perjanjian blocking vote mereka. Mind Id juga meminta pembentukan komite strategis di jajaran dewan komisaris yang berwenang menyetujui rencana dan anggaran bisnis perusahaan, ekspansi dan pelepasan aset, proyek baru, hingga penambahan modal baru.
Di luar proyek yang sudah disepakati Vale Indonesia dengan rekan-rekan bisnis mereka, seperti proyek smelter high-pressure acid leach Sorowako dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara, serta rotary kiln electric furnace di Bahodopi, Sulawesi Tengah, Mind Id meminta rencana bisnisnya harus disetujui dalam skema rencana jangka panjang perusahaan.
Persoalan lain yang mengemuka adalah standar ESG yang berbeda. VCL meminta kebijakan kepatuhan ESG mengacu pada standar global, seraya meminta jatah posisi kepala strategi dan pengembangan bisnis yang membuat rekomendasi kebijakan perusahaan berdasarkan parameter tertentu, seperti praktik ESG berstandar internasional hingga tinjauan kepatuhan dari rekan bisnis. "Ini penting untuk menjaga kredibilitas Vale dan rekan bisnis dari Amerika Serikat serta Eropa yang memperhatikan prinsip ESG," ucap sumber yang mengetahui negosiasi tersebut.
Sebaliknya, Mind Id menginginkan Vale Indonesia punya opsi mengembangkan proyek baru yang tidak memenuhi parameter-parameter tersebut. "Misalnya dengan menggunakan batu bara sebagai sumber energi smelter," kata sumber itu. Mind Id rupanya ingin memakai batu bara karena menjanjikan keuntungan yang lebih besar.
Mind Id, menurut sumber Tempo, juga ngotot ingin mendapatkan hak pengendali operasi Vale Indonesia karena berniat mengembangkan pengolahan nikel hingga menjadi produk siap pakai seperti baterai. Saat ini, dalam rencana proyek smelter di Pomalaa dan Sorowako, produk yang dihasilkan berupa prekursor atau produk antara sebelum menjadi baterai siap pakai.
Di luar proyek, niat Mind Id menjadi pengendali Vale Indonesia adalah mengontrol operasi. Dengan begitu, otomatis Mind Id bisa mengkonsolidasikan aset Vale Indonesia dalam laporan keuangannya.
Negosiasi ini pun buntu. VCL berupaya mempertahankan posisi mereka karena merasa sudah mengalah dengan memberikan peluang divestasi hingga 14 persen. Merasa negosiasi mentok, petinggi VCL terbang ke Jakarta menemui perwakilan pemegang saham Mind Id pada pekan ketiga Juni lalu. Presiden Komisaris Vale Indonesia yang juga menjabat Chief Executive Officer Vale Base Metal, Deshnee Naidoo, diterima oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala Mansury dan manajemen Mind Id.
Menurut sumber Tempo yang mengetahui pertemuan tersebut, pemerintah meminta Mind Id menjadi pemegang saham terbesar sehingga bisa mengontrol keuangan perusahaan serta menetapkan strategi dan operasi seperti pengadaan, pembelian, dan sumber daya manusia. Namun perwakilan VCL berkeberatan karena, jika kontrol tersebut diberikan kepada Mind Id, investor yang bekerja sama dalam proyek smelter seperti Ford, Volkswagen, dan Huayou akan hengkang.
Saat dimintai konfirmasi, Pahala membenarkan adanya pertemuan dengan petinggi VCL. Namun dia membantah bila disebut ada pembahasan rencana-rencana Mind Id, antara lain mengenai pemakaian batu bara dan penerapan standar ESG yang berbeda, dalam proyek smelter Vale Indonesia. "Tidak ada pembicaraan soal batu bara sama sekali," ujarnya pada Jumat, 14 Juli lalu. Pertemuan ini pun tak menghasilkan kesepakatan.
Baru pada Kamis, 6 Juli lalu, Direktur Utama Vale Indonesia Febriany Eddy menemui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Dalam pertemuan tersebut, bos Vale Indonesia itu menyampaikan perkembangan terbaru negosiasi antara VCL dan Mind Id. Sehari kemudian, Arifin mengumumkan bahwa VCL mau melepas 14 persen saham kepada Mind Id. "Urusan business-to-business akan diselesaikan, kami akan menengahi dan mencari jalan keluar yang win-win," kata Arifin kepada Tempo pada Kamis, 13 Juli lalu.
Kepala Divisi Relasi Institusi Mind Id Selly Adriatika mengatakan tambahan 14 persen saham tanpa perubahan struktur tata kelola Vale Indonesia tidak akan menambah nilai strategis Mind Id. Berdasarkan investor rights agreement, dia menjelaskan, dengan tambahan kepemilikan 14 persen saham, Mind Id akan menambah kuota perwakilan dalam dewan komisaris, tapi tidak dapat mengendalikan keputusan strategis seperti penentuan proyek penghiliran dan pembagian dividen. "Mengingat rencana pengembangan ke depan yang membutuhkan investasi, Vale Indonesia tidak akan membayar dividen kurang-lebih lima tahun setelah perpanjangan izin usaha pertambangan," tutur Selly pada Jumat, 14 Juli lalu.
Di tengah tarik-ulur ini, Arifin Tasrif mengingatkan bahwa VCL sudah menunjukkan sikap kompromi dengan mau melepas 14 persen saham. Arifin mengaku memahami keinginan Mind Id menjadi pengendali operasi Vale Indonesia. Namun dia mengingatkan, "Yang jago tambang siapa? Dia (VCL) sudah berapa tahun di sini?"
Jika pada akhirnya tidak terjadi kesepakatan, dan Mind Id ogah mengambil jatah divestasi Vale Indonesia, Arifin mengatakan tak tertutup kemungkinan kejadian pada 1990 bisa terulang, yaitu pelepasan saham di Bursa Efek Indonesia. Jika ini yang terjadi, Mind Id cuma mendapat angin.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Retno Sulistyowati dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Berebut Kendali Ladang Nikel"