Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Vale Indonesia sedang membangun tiga smelter.
Smelter Vale Indonesia memerlukan pasokan gas.
Sampai saat ini Vale masih mengimpor gas untuk smelter.
KESEPAKATAN PT Vale Indonesia Tbk dengan Tangguh LNG di Papua tentang pasokan gas untuk smelter nikel di Bahodopi, Sulawesi Tengah, masih belum terbuhul. Namun Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Hudi Suryodipuro optimistis keduanya segera meneken kontrak. Sebab, kata Hudi, BP selaku pemilik Tangguh LNG dan Vale sudah menyepakati beberapa klausul penting. “Bisa tercapai dalam satu bulan ke depan,” tuturnya pada Jumat, 14 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Hudi, Vale Indonesia sudah berbicara dengan SKK Migas sejak awal tahun ini mengenai kebutuhan gas untuk smelter anak usahanya, PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia, yang merupakan perusahaan patungan antara Vale dan dua perusahaan asal Cina, Taiyuan Iron & Steel Co Ltd dan Shandong Xinhai Technology Co Ltd. Smelter ini akan memakai pembangkit listrik dari sumber energi bersih, seperti gas bumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemakaian pembangkit listrik bertenaga gas menjadi salah satu upaya Vale mengurangi emisi karbon dari operasinya. SKK Migas pun membantu mengalokasikan gas dari fasilitas Tangguh Train 3 untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tangguh Train 3 akan memasok gas untuk pembangkit listrik smelter Vale hingga 2030.
Hudi mengatakan BP akan menyuplai kargo gas alam cair (LNG) pada 2026 dari proyek Tangguh Train 3. Tangguh Train 3 memiliki kapasitas 3,8 juta ton per tahun. Proyek ini dikembangkan berdasarkan persetujuan Plan of Development II dengan nilai investasi mencapai US$ 11 miliar. Pengembangan Tangguh Train 3 dimulai pada 2016 dan beberapa kali molor. Hudi mengatakan SKK Migas juga menyiapkan opsi lain, termasuk setelah kontrak antara Vale dan BP berakhir. “Terdapat kargo LNG dari produsen LNG lain yang akan beroperasi, seperti Blok Masela dan proyek Indonesia Deepwater Development.”
Acara penandatanganan nota kesepahaman Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik untuk Fase Konstruksi Blok Pomalaa antara PT Vale Indonesia Tbk dan PT PLN Persero, di Hotel Sutan Raja, Kolaka, 7 Juni 2023. Dok.Vale
Selain di Bahodopi, Vale Indonesia tengah mengebut pembangunan dua smelter lain di Sorowako, Sulawesi Selatan, dan Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Berbeda dengan proyek lain, smelter di Sorowako adalah fasilitas produksi nickel matte lama yang sedang digenjot kapasitas produksinya dari 73 ribu ton menjadi sekitar 83 ribu ton per tahun.
Adapun fasilitas pengolahan nikel Bahodopi di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah, akan memiliki delapan lini pengolahan feronikel dengan teknologi rotary kiln electric furnace dengan perkiraan produksi 73 ribu metrik ton nikel per tahun. Pabrik itu akan mengolah bijih nikel dari tambang Vale di Kecamatan Bungku Timur, Morowali. Proyek-proyek pengolahan nikel ini akan menggunakan listrik dari sumber energi bersih.
Dalam perjanjian pembangunan smelter, Vale Indonesia dan para mitranya bersepakat menjadikan pembangkit listrik tenaga gas sebagai sumber kebutuhan listrik guna mengurangi emisi karbon di tengah upaya mewujudkan ambisi meningkatkan produksi. Pencapaian target rampungnya tiga smelter ini berlangsung di tengah pengajuan permohonan perpanjangan izin kontrak tambang Vale yang bakal berakhir dua tahun lagi.
Semua pabrik pengolahan ini ditargetkan memproduksi nikel puluhan ribu ton per tahun. Untuk bisa mencapai target produksi itu, Vale membutuhkan pasokan listrik yang besar dengan asupan gas tinggi. Berdasarkan perkiraan Vale Indonesia, total kebutuhan listrik untuk smelter di Bahodopi saja mencapai 500 megawatt.
Pemanfaatan pembangkit listrik bertenaga gas menjadi upaya Vale untuk mengurangi emisi karbon secara signifikan. Perusahaan ini menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 33 persen pada 2030. Vale dan para mitranya pun mengalokasikan biaya investasi hingga Rp 37,5 triliun untuk proyek-proyek ini.
Direktur Utama Vale Indonesia Febriany Eddy mengakui upaya mendapatkan pasokan gas sebagai jaminan energi beremisi rendah tidak mudah. Operasi smelter dengan pembangkit listrik bertenaga gas atau energi rendah emisi lain pun membutuhkan biaya tidak sedikit. Tapi, Febriany menjelaskan, Vale berupaya mendorong penggunaan energi bersih sebagai investasi untuk masa depan. Karena itu, dia berharap masih ada pasokan di tengah ramainya kontrak para pemilik pasokan gas dengan pihak lain. "Kalau pemerintah bisa mengalokasikannya, bagus sekali,” ucapnya pada Rabu, 12 Juli lalu.
Menurut Febriany, Vale masih mengimpor gas untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Dia berharap, ketika sudah tersedia pasokan gas dari lapangan-lapangan di dalam negeri, biaya yang harus dikeluarkan lebih murah. Meski begitu, Febriany melanjutkan, penggunaan gas masih bisa mendatangkan keuntungan meski tak sebesar hasil pemakaian pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. “Kalau diminta memakai batu bara, ini muka mau ditaruh di mana? Kami sudah membangun reputasi dan kredibilitas untuk mendukung pencapaian net zero emission,” ujarnya.
Febriany mengungkapkan, pada 2019 operasi pertambangan dan pengolahan mineral Vale secara global mulai mengimplementasikan peta jalan menuju emisi nol bersih secara bertahap. Berdasarkan laporan keberlanjutan perusahaan, Vale Indonesia mengoperasikan pabrik nikel di Sorowako dengan emisi karbon 26,94 ton CO2 setara ton Ni— diklaim sebagai yang terendah di Indonesia.
Sejumlah inisiatif untuk menekan emisi karbon pun terus bergulir. Terdapat sejumlah program dalam peta jalan Vale, di antaranya pemantauan energi pintar, studi optimalisasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Larona di Sulawesi Selatan, uji coba kendaraan berat bertenaga listrik, dan perbaikan package boiler heating up. Vale pun berupaya mengurangi penggunaan bahan bakar fosil hingga 30 persen dengan pemakaian bahan bakar nabati biodiesel B30. Dengan cara ini, Febriany mengklaim, perusahaannya tetap bisa meraup untung. “Kami bisa make money dan lebih bertanggung jawab.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Demi Pabrik Rendah Emisi "