Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dua Jalan Perkawinan Indosat

Ada dua skenario swastanisasi bagi Indosat. Penjualan saham milik pemerintah atau penerbitan saham baru dengan mengundang investor baru. Apa pun yang dipilih, rakyat jangan dirugikan.

14 Desember 1998 | 00.00 WIB

Dua Jalan Perkawinan Indosat
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Seperti lampu kedip, begitulah privatisasi badan usaha milik negara (BUMN). Sekejap menyala, sebentar kemudian mati. Padahal, seperti sudah disepakati dengan Dana Moneter Internasional (IMF), privatisasi 12 BUMN harus kelar Maret tahun depan. Target lain, penswastaan BUMN diharap mendapatkan Rp 15 triliun atau US$ 1,5 miliar. Apa daya, sampai sekarang Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng baru sanggup menyetor US$ 115 juta melalui penjualan 14 persen saham Semen Gresik. Uang yang terkumpul tak sampai 10 persen dari target.

Kali ini, "lampu" PT Indosat Tbk. yang giliran menyala. BUMN operator telekomunikasi internasional ini sedang menggodok langkah menuju privatisasi. Menurut pejabat Indosat, sudah ada 12 calon pelamar yang siap menggandeng Indosat, antara lain British Telecom, PTT Netherlands, dan Nippon Telegraph and Telephone Corp. (NTT). Calon yang terakhir ini tampaknya punya peluang lebih besar. Maklum, anak perusahaan NTT--NTT Worldwide Telecomunications Corp.--sudah jadi mitra Indosat dalam proyek Indosat Frame Net. Tapi ke-12 investor ini baru sampai tahap penjajakan paling awal dan belum diketahui mana calon yang potensial.

Menurut beberapa analis yang dihubungi TEMPO, ada dua skenario yang mungkin ditempuh Indosat. Skenario pertama adalah divestasi, yakni pemerintah menjual sebagian saham kepada mitra asing. Hanya, berapa persen saham yang dilepas masih jadi pertanyaan. Menurut kesepakatan dengan DPR, untuk BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur dan menguasai hajat hidup orang banyak, kepemilikan pemerintah harus dipertahankan 51 persen. Dengan kepemilikan 65 persen, saham pemerintah di Indosat paling banter hanya bisa dijual 14 persen.

Lalu, berapa uang yang bisa disetor ke kas negara untuk menambal APBN? Sayang, jawaban pertanyaan ini belum bisa dihitung. Tapi, jika melihat pengalaman penjualan saham Semen Gresik, kali ini pemerintah akan bisa menjual dengan harga premium alias lebih tinggi dari pasar. Tiga bulan lalu, 14 persen saham Semen Gresik, yang di bursa Jakarta terjual pada Rp 6.000 sampai Rp 8.000, dibeli Cemex pada US$ 1,3 per saham. Bila dirupiahkan dengan kurs saat itu, harga saham Semen Gresik yang dibeli Cemex mencapai Rp 13.800, hampir dua kali lipat dari harga di pasar.

Nah, bagaimana dengan Indosat. Kalaulah pemerintah bisa menjual Indosat dengan harga pasar saat ini (Rp 11 ribu per saham), dengan menjual 14 persen saham, uang yang bisa disetor diharap sekitar Rp 1,5 triliun. Kalau bisa dua kali lipat seperti zaman Semen Gresik? Ya, tinggal mengalikan saja.

Sebenarnya, soal prospek, Indosat punya posisi tawar tinggi. Naiknya tarif saluran langsung internasional sejak November lalu dipastikan mendongkrak laba Indosat. Selain itu, manajemen BUMN ini dikenal cukup solid. Sejumlah analis optimistis, Indosat layak dijual di level Rp 18.000 per saham. Tapi, menurut Laksono Widodo, analis Ing Baring Securities di Jakarta, kendati tren harga Indosat tak mungkin turun, lonjakannya juga tak akan besar. "Paling banter Rp 12.000," katanya. Jadi, kalau mau dijual dengan harga pasar sekarang, pemerintah tidak akan terlalu rugi.

Skenario privatisasi yang kedua adalah right issue alias menambah modal dengan menerbitkan saham baru. Kabarnya, Indosat akan menerbitkan sekitar 141,7 juta lembar saham baru (atau sekitar 14 persen jumlah saham saaat ini). Berapa nilainya saham, belum diketahui. Tapi, menurut rencana, jutaan saham itu tak hanya akan dijual. Rincian penjualan saham: 54,5 juta dijual tanpa melalui bursa. Selain itu, 54,5 juta lainnya dijual melalui convertible bond, utang yang dibayar dengan saham tiga tahun lagi. Sisanya, 32,7 juta saham, bakal jadi milik karyawan Indosat.

Namun ada yang tak enak dalam right issue ini. Uang yang didapat sepenuhnya masuk ke kas perusahaan. Pemerintah? "Maaf, tidak kebagian," kata Mohammad Syahrial, Kepala Riset Pentasena Securities. Poin ini tentu tak sedap bagi pemerintah, yang sangat butuh dana segar. Indosat pun sampai kini belum mengumumkan rencana ekspansi bisnis yang perlu ongkos besar. Lagipula, bila sekadar butuh suntikan uang, Indosat bisa saja mencari pinjaman dari bank. Reputasi keuangan Indosat yang bersih akan memudahkan pencarian utang ini. "Jadi, untuk apa right issue?" kata Syahrial.

Okelah, tapi jangan sampai persoalan ini membuat lampu privatisasi Indosat padam lagi.

Mardiyah Chamim dan Dewi Rina Cahyani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus