Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat libur pergantian tahun usai, antara Januari dan Februari para investor akan membeli kembali saham-saham di bursa. Yang dipilih, biasanya, adalah yang laporan akhir tahunnya bagus dan menjanjikan dividen besar. Saat itulah saham kembali dilepas. Kalau jeli memilih saham, January fever bisa mendatangkan untung lumayan. Jasso Winarto, Direktur Sigma Research Inc., yakin bahwa demam Januari bisa mendongkrak indeks saham yang sekarang ada di kisaran 390-400. "Januari nanti, indeks bisa sampai ke level 475," kata Jasso. Perkiraan ini makin kuat mengingat akhir tahun ini ada tiga peristiwa besar: Natal, Tahun Baru, dan Lebaran. Artinya, kebutuhan membengkak dan tingkat permintaan uang tunai jadi berlipat. Saham pun dilepas.
Tapi, apa betul? Tunggu dulu. Di zaman susah begini, libur akhir tahun tidak akan banyak berpengaruh. Pardy Kendy, Direktur Treasury Bank Buana Indonesia, memastikan bahwa permintaan rupiah di ujung Desember ini tak akan membengkak. Berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, lalu-lintas uang tidak akan bergolak. Sampai sebulan ke depan, rupiah akan tetap stabil di kisaran Rp 7.500. "Orang enggak berani terlalu pamer," kata Pardy sambil meyakinkan bahwa hal yang sama juga terjadi di pasar modal.
Mohammad Syahrial, Kepala Riset Pentasena Securities, juga berpendapat sama. Alasannya, kondisi sebagian besar perusahaan publik sudah babak belur. Utang luar negeri membengkak dan pembagian dividen tidak ada, sehingga tidak mungkin ada kegairahan investasi saham di bulan Januari. Kalaupun ada transaksi, hanya akan terbatas pada saham-saham terpilih. "Saham bank, misalnya, tak akan dilirik orang," kata Syahrial. Maklum, para investor sulit menemukan bank yang sehat, yang konon pula akan memberikan gain berlipat.
Hasan Zein Mahmud, mantan direktur utama PT Bursa Efek Jakarta, juga meragukan kehadiran demam Januari. Katanya, "Demam Januari hanya terjadi di Amerika." Sebab, capital gain yang didapat dari saham dipotong pajak yang disetor tiap awal tahun. Jadi, menurut Hasan Zein, ada kepentingan investor untuk menghindari pajak tersebut. Nanti, kalau penghitungan pajak sudah lewat, barulah perburuan saham dimulai kembali. Di Indonesia, gain saham tidak dikenai pajak sehingga tak ada dorongan untuk menjual saham pada akhir tahun.
Ketimbang menunggu January fever, saran Hasan Zein, sebaiknya pilihlah investasi di saham-saham selektif. Saat ini, ada sekitar 10-15 persen jenis saham yang masih bisa dipegang satu sampai dua tahun. Apa saja itu? Hasan Zein tak bersedia menyebutnya. Sebagai patokan, Anda bisa melihat kenaikan laba bersih dan laba usaha tahun 1998. Struktur modal yang konservatif dan tidak dibebani utang dalam dolar AS juga merupakan faktor penting. Kalau semua unsur itu terpenuhi, menurut Hasan Zein, "Bagaimanapun fluktuatifnya bursa, saham begini masih relatif aman."
Atau, Anda bisa juga berspekulasi. Kiatnya, ikuti perburuan saham yang naik turun dengan cepat. Istilahnya, goreng-menggoreng saham. "Dalam tempo satu setengah bulan, keuntungannya bisa 75 persen," kata Hasan, yang piawai membaca pergerakan harga saham. Hanya saja, untuk kiat berspekulasi, pemain harus jeli mengendalikan diri. Jangan sampai terlambat mengerem dan terus asyik menggoreng saham yang tidak likuid. Kalau itu terjadi, bisa-bisa Anda demam betulan..
Mardiyah Chamim, Dwi Arjanto, Dewi Rina Cahyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo