Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pagi Diproses, Sore Duit Mencair

14 Desember 1998 | 00.00 WIB

Pagi Diproses, Sore Duit Mencair
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ada bau kolusi yang tajam saat Barito Pacific Timber (BPT) milik Prajogo Pangestu go public lima tahun lalu. The Lord of Forest itu mendapat suntikan dana US$ 185 juta--Rp 375 miliar dengan kurs saat itu--dari PT Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen). Banyak yang protes. Karena, apa urusannya BUMN yang menghimpun 3,75 persen gaji pegawai negeri se-Indonesia ini dengan Pangestu?

Alasan Taspen, suntikan duit sebanyak itu semata untuk investasi. Dari 125 juta lembar saham Barito, Taspen berpeluang meraup laba. Persoalannya, "main-main" di lantai bursa ini risikonya tinggi, padahal yang dipertaruhkan adalah tabungan hari tua sekitar empat juta pegawai negeri. Semestinya, uang Taspen diputar di lahan yang aman seperti deposito atau Sertifikat Bank Indonesia. Kwik Kian Gie waktu itu melontarkan protes. "Apa mungkin ada kolusi?" tanya ekonom anggota Litbang PDI-Megawati itu.

Dugaan kolusi cukup beralasan. Menurut seorang analis pasar modal, "Manajemen BPT kurang transparan. Kita tidak tahu kondisi Barito yang sesungguhnya." Lagipula, kalau memang berniat investasi, mengapa hanya saham Barito yang dipilih, sementara begitu banyak saham lain yang lebih "mulus".

Waktu itu memang hanya Barito yang kebagian duit Taspen– diduga untuk mendongkrak kondisi keuangan Barito sebelum masuk bursa. Dana Taspen lainnya mengalir ke 16 perusahaan nonpublik yang totalnya Rp 1,6 triliun. Sederet perusahaan beken termasuk dalam barisan yang beruntung, antara lain toserba Pasaraya milik Abdul Latief, Lamicitra Nusantara milik Tommy Soeharto, RCTI milik Bambang Tri, dan Satria Balitama milik Arifin Panigoro.

Penyertaan saham Taspen di 17 perusahaan ini berbuntut panjang. Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad, yang belum tiga bulan menjabat, pada Juli 1993, membentuk tim peninjau ulang seluruh penyertaan saham Taspen. TEMPO berhasil merunut jalannya investigasi itu. Berdasarkan catatan surat-menyurat ke-17 perusahaan dengan direksi Taspen, terungkap bahwa sebagian besar perusahaan tidak layak mendapat suntikan dana. Para pengusaha tak kurang akal. Mereka memotong kompas, menghubungi Menteri Keuangan J.B. Sumarlin–menteri sebelum Mar’ie--dan petinggi lainnya. Apa boleh buat, direksi Taspen tak sanggup berbuat banyak. Dengan dilampiri rekomendasi para pejabat tinggi, kucuran dana sungguh lancar. "Jarak antara surat masuk dan cairnya uang sangat singkat. Hanya satu atau dua hari," ungkap sumber TEMPO yang juga anggota tim investigasi. Bahkan, untuk Barito, jalur pencairan dana tergolong kilat. "Surat masuk pagi, sore harinya uang sudah bisa dicairkan," kata sumber tadi.

Sayangnya, para pemain utama yang terkait dengan persoalan ini enggan berkomentar. Nasrudin Sumintapura, mantan Menteri Muda Keuangan saat itu, beralasan sedang beristirahat dan tak mau diganggu wartawan. Joso Abdullah Gautama, mantan Dirut Barito, menolak untuk menjelaskan duduk perkara saham Taspen. Dan kasus besar itu akhirnya tetap menjadi misteri KKN para kroni Soeharto.

Mardiyah Chamim, Darmawan Sepriyossa, IGGS Maha Adi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus