Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sosok bos jalan tol Jusuf Hamka tengah menuai atensi publik lantaran menagih utang ke pemerintah. Jusuf Hamka diketahui menagih utang ke pemerintah sebesar Rp 800 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena pemerintah tak kunjung membayar utang, Jusuf Hamka lantas bersuara untuk menagihnya. Sebelumnya, pada 2019-2020 Jusuf Hamka telah mengirim surat kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di Kementerian Keuangan. Namun, DJKN selalu menjawab masih melakukan verifikasi atas perintah dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Publik lalu heboh ketika mendengar Kementerian Keuangan malah berencana menagih utang ke perusahaan terkait perusahaan Jusuf Hamka. Namun, belakangan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rionald Silaban memberikan klarifikasi soal pihaknya yang menagih utang ke PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) tersebut.
Menurut Rionald, Grup Citra yang dimaksud Kemenkeu bukan CMNP melainkan PT Citra Lamtoro Gung Persada. “Waktu saya bilang Grup Citra itu, Grup Citra yang zaman dulu namanya Citra Lamtoro Gung Persada. Itu yang saya tagih,” ujar Rionald seusai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Juni 2023.
Lalu seperti apa duduk perkara soal tagihan utang Jusuf Hamka ke pemerintah tersebut?
Kronologi Awal Jusuf Hamka Tagih Utang Ke Pemerintah
Awal mula Jusuf Hamka menagih utang ke perintah berhubungan dengan deposito perusahaannya yakni CMNP di Bank Yakin Makmur atau Bank Yama sebesar Rp 78 miliar. Jusuf Hamka menyatakan bahwa utang tersebut belum dibayar oleh pemerintah sejak likuidasi yang terjadi pada krisis moneter tahun 1998.
Seperti diketahui, pada masa krisis keuangan tahun 1997-1998, sektor perbankan mengalami kesulitan likuiditas yang menyebabkan beberapa bank mengalami kebangkrutan. Pemerintah kemudian mengeluarkan program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang bertujuan untuk membantu bank-bank tersebut agar dapat membayar kepada para nasabah deposito.
Pada saat itu, CMNP memiliki deposito di Bank Yakin Makmur (Bank Yama). Namun setelah 25 tahun berlalu, perusahaan tersebut tidak kunjung menerima ganti rugi atas deposito yang dimilikinya. Pemerintah berdalih CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, yakni Siti Hardijanti Hastuti Soeharto atau yang dikenal dengan nama Tutut Soeharto.
Mahfud MD Akan Bantu Jusuf Hamka
Menanggapi polemik tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud Md turut memberi respons. Mahfud menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian terhadap masalah utang tersebut dan berencana untuk bertemu dengan Kemenkeu.
Mahfud Md juga menyatakan kesiapannya untuk membantu pengusaha Jusuf Hamka dalam menagih utang kepada negara. Mahfud mengatakan bahwa ia akan membuat memo ke Kementerian Keuangan jika diperlukan oleh Jusuf.
“Silakan Pak Jusuf Hamka langsung ke Kementerian Keuangan, nanti kalau butuh bantuan teknis saya bisa bantu, misalnya dengan memo atau surat yang diperlukan,” kata Mahfud dalam siaran pers di YouTube Kementerian Polhukam, Ahad, 11 Juni 2023.
Selanjutnya: Jokowi beri instruksi terkait utang pemerintah terhadap...
Jokowi Beri Instruksi Terkait Utang Pemerintah Terhadap Pihak Swasta
Mahfud Md juga mengungkapkan bahwa ia telah menerima instruksi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait utang pihak pemerintah pada swasta. Mahfud menyatakan bahwa ia akan mengambil sejumlah langkah terkait hal ini.
"Benar, Presiden Republik Indonesia telah menugaskan saya untuk mengkoordinasikan pembayaran utang pemerintah kepada pihak swasta atau rakyat," ujar Mahfud, seperti yang dikutip oleh Tempo pada Ahad, 11 Juni 2023.
Untuk itu, Mahfud telah membentuk tim yang bertugas untuk memverifikasi utang-utang yang dimiliki pemerintah dan telah dinyatakan sebagai putusan tetap oleh pengadilan. Tim tersebut melibatkan Kementerian Keuangan, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung.
Berkaitan dengan utang pemerintah kepada Jusuf Hamka sebesar Rp 800 miliar, Mahfud menyarankan Jusuf untuk mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan yang berisi permintaan pembayaran utang. Mahfud menjelaskan bahwa utang Jusuf Hamka mungkin sudah termasuk dalam daftar yang sedang diteliti oleh tim yang dibentuknya. Mahfud juga menyatakan kesiapannya untuk membantu proses penagihan dengan membuatkan memo atau surat yang diperlukan.
"Kementerian Keuangan wajib melakukan pembayaran karena itu merupakan kewajiban pemerintah dan merupakan hukum negara terhadap rakyatnya dan pihak swasta yang melakukan usaha secara sah dan transaksi sah," kata Mahfud Md.
Jusuf Hamka Bantah Punya Utang
Jusuf Hamka belakangan menanggapi pernyataan Kemenkeu yang menagih balik utang CMNP. Ia memastikan bahwa perusahaannya, CMNP, tidak memiliki utang ke pemerintah terkait BLBI.
"Kalau saya terbukti sebagai obligor, tangkap saja saya. Saya ganti 100 kali kalau saya punya utang," kata Jusuf ketika dihubungi Tempo melalui sambungan telepon, Senin, 12 Juni 2023.
Pengusaha yang disapa Babah Alun itu bahkan menegaskan kesiapannya untuk memberi Rp 100 miliar jika memang benar ada tagihan utang terhadap dirinya. Sebaliknya, jika terbukti tidak punya utang, maka pemerintah cukup membayar US$ 1 saja ke dirinya. "Kalau saya tidak terbukti (punya utang), bayar satu dolar saja buat saya," ucap Jusuf Hamka.
Hal tersebut disampaikan karena Jusuf Hamka yakin seratus persen perusahannya tidak memiliki utang pada pemerintah. "Saya nggak tahu kalau pemegang saham atau bekas pemegang saham. Kalau yang sekarang, tidak ada pemegang utang. Yang ngomong asbun (asal bunyi)," ucapnya.
Selanjutnya: Penjelasan Kemenkeu...
Penjelasan Kemenkeu
Teranyar, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menjelaskan sejak awal sebetulnya Kemenkeu menghindari penyebutan utang Jusuf Hamka. "Karena saat kejadian penempatan deposito dan pemberian kredit, yang berkontrak adalah korporasi dan pemilik/pengurus saat itu yg bertanggung jawab. Dokumen2 yg dimiliki BPPN & Kemenkeu membuktikan itu," cuit @prastow, Rabu, 14 Juni 2023.
Prastowo menyebutkan, Komisaris Utama CMNP saat itu adalah Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut Soeharto). "Beliau juga memiliki saham CMNP melalui PT Citra Lamtoro Gung. Selain itu, Mbak Tutut adalah pemegang saham pengendali Bank Yama. Ada 3 entitas milik beliau yg mempunyai utang ke sindikasi bank," katanya.
Bank sindikasi ini, kata Prastowo, mendapat kucuran BLBI dan masuk BPPN. "Bank Yama juga menerima BLBI, menjadi pasien BPPN dan menjadi BBKU. Ibu Tutut sbg penanggung jawab Bank Yama menyelesaikan kewajiban dan dinyatakan selesai setelah memperoleh Surat Keterangan Lunas tahun 2003."
Berikutnya, Prastowo menyitir data resmi di Ditjen AHU yang menunjukkan Mbak Tutut sebagai komisaris utama atau direktur utama PT CMNP pada kurun 1987 hingga 1999. "Persis saat pemerintah mengucurkan BLBI. Ibu SHR/Mbak Tutut jg komisaris utama dan pengendali Bank Yama, sesuai penyelesaian kewajiban di BPPN," cuit Prastowo.
Lebih jauh, kata Prastowo, keterlibatan keluarga Tutut Soeharto diteruskan anaknya Danty Indriastuty P sebagai komisaris di CMNP sejak tahun 2001. "Pada waktu itu diketahui terdapat 3 entitas milik Ibu SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Ini yg ditagih hingga kini," kata Prastowo lewat cuitannya di Twitter.
Nah, di sini, kata Prastowo, sengketa dimulai. "BPPN tidak mau membayar deposito CMNP karena berpendapat ada afiliasi atau keterkaitan, yaitu Ibu SHR/Mbak Tutut sebagai Dirut PT CMNP sekaligus Komut Bank Yama (yg dimiliki 26%), sehingga tidak sesuai dg KMK 179/2000 ttg penjaminan," tuturnya.
Atas hal tersebut, CMNP kemudian mengajukan gugatan yang dimenangkan oleh pengadilan, hingga Putusan PK MA tahun 2010. Pertimbangan hakim saat itu adalah meski bukti-buktisudah sesuai hukum/aturan, namun keputusan BPPN dianggap merugikan pemegang saham mayoritas (selain Tutut Soeharto).
"Berikut Putusan Mahkamah Agung. Negara, yang telah mengucurkan dana utk menyelamatkan perbankan dan perekonomian, tdk punya kontrak dg pihak tsb, justru dihukum membayar deposito dan giro, ditambah denda. Tentu kita hormati putusan pengadilan," kata Prastowo.
Adapun terhadap hak tagih negara ke tiga entitas yang berafiliasi dengan Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut Soeharto), pemerintah terus melakukan upaya penagihan. "Akselerasi terjadi sejak dibentuk Satgas BLBI, yang dikomandoi Pak Mahfud MD. Semoga dapat dituntaskan di era Presiden Jokowi ini," ujar Prastowo.
VIVIA AGARTHA F | RIZKY DEWI AYU
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini