Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah pusat belum menyiapkan insentif langsung bagi pelaku usaha perhotelan yang kini terhimpit penurunan omzet. Namun Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendorong pemerintah daerah segera mengambil peran dalam menyelamatkan tenaga kerja dari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar Rizki Handayani Mustafa menyatakan, kementeriannya telah berkoordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), dan Pemerintah Kota Bogor untuk mengupayakan mitigasi terhadap kasus PHK yang melanda dua hotel di Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Fokus kami memastikan perlindungan hak-hak karyawan tetap terpenuhi,” kata Rizki kepada Tempo, Ahad, 6 April 2025.
Rizki mengakui pemerintah belum menggelontorkan stimulus keuangan untuk menopang bisnis hotel. Namun, Kemenpar telah mendorong kepala daerah agar memberikan insentif melalui kebijakan daerah. “Kewenangan itu ada di pemda, sebagaimana diatur dalam UU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah,” ujarnya merujuk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 dan PP Nomor 35 Tahun 2023.
Ia mengatakan, pemerintah daerah bisa memanfaatkan skema insentif seperti Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang meliputi jasa perhotelan dan makanan-minuman untuk meringankan beban industri.
Rizki mengakui sektor perhotelan sedang mengalami tekanan akibat efisiensi anggaran pemerintah. Namun, ia meyakini sektor ini cukup tangguh untuk bertahan di tengah situasi sulit. “Ini sudah terbukti saat pandemi Covid-19. Industri ini resilien,” ujarnya.
Untuk jangka panjang, Rizki mengatakan Kemenpar mendorong peningkatan kapasitas SDM perhotelan melalui program re-skilling. Salah satunya dengan mengintensifkan pelatihan vokasi lewat enam Politeknik Pariwisata (Poltekpar) di bawah naungan kementerian.
“Permintaan tenaga kerja di bidang hospitality di luar negeri sangat tinggi, seperti di Jerman, UEA, Jepang, Korea, hingga Maladewa. Ini peluang bagi tenaga kerja kita,” kata Rizki.
Kementerian juga bekerja sama dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) untuk mempersiapkan calon pekerja migran di sektor hospitality.
Rizki mengklaim tingkat serapan lulusan Poltekpar nyaris 100 persen, dengan waktu tunggu maksimal tiga bulan untuk bekerja di dalam maupun luar negeri.
Meski demikian, ia tidak menampik bahwa tanggung jawab stabilisasi tenaga kerja di sektor pariwisata bukan hanya ada di pusat. “Kami terus mendorong inovasi dan kolaborasi pelaku usaha agar bisa beradaptasi dengan situasi,” ujarnya.
Pemerintah berharap, momentum libur hari raya dan diskon tiket pesawat yang telah diberlakukan pada momen Idul Fitri dan Nataru bisa mendorong lonjakan wisatawan domestik. “Dampaknya akan dirasakan langsung oleh sektor perhotelan,” ujar Rizki.