KENDATI tidak boleh diekspor, ebony alias kayu hitam yang langka itu, Senin pekan lalu, diseberangkan ke Taiwan sebagai barang jadi. Tepatnya, 100 meja ebony senilai US$ 200 ribu telah diberangkatkan dari Pelabuhan Pantoloan, Donggala, Sulawesi Tenggara, dilepas oleh Gubernur Azis Lamadjido. "Memang masih sedikit?" ujar Andi Thamrin, arnggota dewan direksi PT Sulawesi Ebony Sentra (SES). Ditambahkannya, SES belum segera bisa melayani banyak permintaan dari Jepang, KorSel serta negara-negara Eropa Barat. Tapi ekspor meja ebony -- sampai Juni sebanyak tiga kali -- rupanya akan menjadi yang terakhir, bila suplai ebony semakin tipis. Sejajar dengan itu, PT SES, yang dimodali oleh 21 pemegang HPH ini, tampaknya tidak akan bertahan lama. Soalnya, bukan saja ebony tidak boleh ditebang, juga karena kayu ebony yang berupa sitaan harus dilelang dulu. Lamadjido, yang prihatin, pada langkah pertama berjanji "akan menghabiskan dulu kayu yang bergelimpangan, termasuk yang akan dilelang". Pada tahap berikutnya, ia berjanji akan minta izin kepada Menteri Kehutanan agar dibolehkan menebang kayu ebony. Mungkin di sinilah letaknya kendala itu. Sudah lama ditetapkan bahwa kayu ebony tidak boleh ditebang dan dieskpor. Sekarang, jika larangan itu tidak dicabut, gelaplah masa depan PT SES, yang sahamnya antara lain dimiliki oleh Pemda Sulawesi Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini