Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Efisiensi bersama kea

Ditjen listrik dan energi baru mendirikan sebuah bumn bernama pt konservasi energi abadi yang bergerak usaha menangkal keborosan. Ia satu-satunya konsultan penghematan energi dan terbilang laris.

12 Maret 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUDAH hasil ekspor nonmigas mengalahkan migas, kini apa lagi? MaJ sih seirama dengan itu, dua pekan lalu Menperin Hartarto bicara tentang "penyusunan stratei perusahaan" (corporate strategy). Tampil dalam sebuah seminar di Jakarta, Hartarto pada intinya membahas bagaimana cara mengelola sebuah industri, agar mempunyai daya saing tangguh di pasar internasional. Peningkatan daya saing tentu saja sangat bergantung pada efisiensi. Ini tidak baru, memang. Hanya di balik itu ada terobosan diam-diam - dilakukan Direktorat Jenderal Listrik dan Energi Baru (LEB) di Jakarta. Ditjen yang dipimpin Prof. Dr. A. Arismunandar ini akhir tahun lalu mendirikan sebuah, BUMN bernama PT Konservasi Energi Abadi (KEA), yang profesinya menangkal keborosan. Pembentukan sebuah BUMN jelas menarik perhatian, terutama harl-hari ini, saat orang banyak bicara tentang swastanisasi BUMN. Namun, bidang yang dipilih KEA juga cukup mengundang rasa ingin tahu. Soalnya, ya itu, perkara menangkal keborosan memang hal baru di negeri ini, yang orang-orangnya terkenal pandai membuat tapi tidak tahu merawat, konon pula menghemat. Idenya bermula awal tahun lalu, ketika World Bank Report melaporkan bahwa industri-industri di Indonesia sangat boros dalam mengonsumsi energi - setinggi 29% - entah itu listrik ataupun minyak. Ditjen LEB, yang paling berkepentingan, langsung melakukan survei ulang. "Ternyata benar," kata Dirjen LEB Arismunandar, 55 tahun, yang merangkap sebagai Presiden Komisaris KEA. Setelah dipikir, ditimbang, dengan bantuan kredit US$ 2,5 juta dari Bank Dunia, plus rupiah dari lima pabrik pupuk sebesar Rp 5,4 milyar, maka KEA didirikan. Alat-alat operasinya, untuk sementara, ternyata tidak terlalu memberatkan. Hanya terdiri atas sebuah kantor dan 40 tenaga ahli alat-alat industri, termasuk seorang ahli dari Amerika. Sekalipun demikian, kliennya beraneka ragam, mulai dari industri kecil, seperti pabrik limun, industri perhotelan, hingga industri-industri besar, seperti pabrik pupuk dan ban. Lihat saja klien yang sudah ditanganinya. Selain PT Pusri - pabrik pupuk ini memegang 60% saham KEA, sementara tiga pabrik pupuk lainnya masing-masing hanya 10% - dan pabrik Pupuk Kal-Tim, KEA juga sudah mengantisipasi pabrik ban Goodyear dan Hotel Indonesia. "Tapi untuk HI kami baru dalam tahap survei pendahuluan saja," kata Arismunandar. Berdasarkan survei KEA, ternyata memang banyak yang selama ini tidak efisien. Penggunaan energi di Pupuk Sriwijaya, misalnya, masih bisa dihemat sampai 20% dari yang biasa dipakai sekarang. "Tapi itu karena kesalahan dalam menggunakan, mesin, dan saya dengar Pusri akan mulai mengganti sebagian mesin produksinya," ucap Dirjen LEB yang lulusan Amerika dan selalu bersemangat kalau membicarakan energi ini. KEA, sebagai satu-satunya konsultan penghematan energi, memang terbilang laris. Kini BUMN ini sudah mendapatkan order dari 58 perusahaan, 30 di antaranya baru pada tahap survei, 16 proyek sampai tahap pre-audit (perhitungan awal tentang pemakaian energi), 10 proyek detail audit, dan 2 proyek feasibility study (studi kelayakan). "Melihat animo para pengusaha, saya yakin, KEA bisa break even hanya dalam waktu lima tahun," ujar Aris, yakin. Sayang, ia tidak mau mengungkapkan berapa uang jasa yang diperoleh KEA. "Ya, tidak bisa distandarkan, jenis perusahaannya juga 'kan lain-lain," kilahnya. Yang pasti, karena banyaknya perusahaan yang menggunakan energi, tak salah kalau dikatakan bahwa KEA bergerak di ladang yang subur. Seperti dijelaskan Arismunandar, Indonesia memiliki daya listrik terpasang 11.500 megawatt - 5 ribu megawatt dikelola oleh perusahaan-perusahaan di luar PLN 43,5% dikonsumsi oleh sektor industri. Sedangkan sisanya digunakan oleh 7,9 juta pelanggan rumah tangga dan kebutuhan umum, seperti penerangan jalan. Dan harus diingat, dari tahun ke tahun kebutuhan akan energi listrik terus meningkat. Pada Pelita I kenaikan kebutuhan hanya 9,7%, lalu naik pada Pelita II dan III, masing-masing 12,7 dan 16,9%. Dan tahun 1988 diperhitungkan bahwa kenaikan kebutuhan akan mencapai 16,7% . "Tapi kenaikan yang terbesar masih tetap dari sektor industri," tutur Aris. Itulah sebabnya, selain tahun ini sudah akan beroperasi PLTA Cirata yang berkapasitas 500 megawatt serta pembangkit listrik di Mrica, Ja-Teng, (150 megawatt), pemerintah juga telah merencanakan proyek-proyek baru, seperti PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap) di Gresik dengan daya bangkit 2 x 400 megawatt. Menurut Arismunandar, pembangkit jenis baru ini sangat efisien, karena tenaga uap yang digunakan merupakan sisa dari pembakaran gas. Selain itu, pemerintah juga merencanakan pembuatan pembangkit listrik di Paiton, Probolinggo, sedang PLTA Cirata akan ditambah dua unit, dengan kapasitas 2 x 600 megawatt. Tapi pemerintah tidak selalu punya duit. Padahal, buat setiap pembangkit baru, rata-rata dibutuhkan biaya sedikitnya US$ 800 ribu untuk setiap megawatt. "Nah, kalau ternyata pemerintah tidak menyediakan dana, mau tidak mau kita harus mengantisipasi dana dari luar, seperti dari Bank Dunia," tutur Arismunandar pula. Kabarnya, untuk tiga proyek baru ini, pemerintah memang telah melakukan pendekatan pada Bank Dunia. Persoalannya pemerintah kini masih harus mencari dana pendampingnya. Dan hal itu, menurut Arismunandar, tidaklah terlampau sulit. Karena di saat dunia masih dirundung resesi seperti saat ini, banyak kontraktor asing yang berebut mendapatkan proyek pembangkit listrik di Indonesia. Nah, kalau memang listrik diperebutkan, wajar pula bila KEA dicari orang. Seperti kata Dirut KEA, Entol Suparman, industri-industri di Indonesia ternyata masih bisa menghemat US$ 39 juta per tahun dari pemakaian energinya. Dan yang menggembirakan, 84% dari perusahaan yang diteliti (semuanya ada 67 industri) menyatakan berminat memakai jasa KEA. "Dilihat secara nasional, yang mereka lakukan, 'kan penghematan yang lumayan," ucap sang Dirut, yang bekas direktur Pusri ini. Budi Kusumah, Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus