Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Center of Reform in Economics (CORE) Hendri Saparini mengatakan bonus demografi yang bakal dialami Indonesia memiliki potensi untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Menurut Hendri, pola pertumbuhan tinggi saat terjadi bonus demografi tersebut menjadi pola umum yang terjadi di negara-negara lain di dunia.
Baca juga: Neraca Perdagangan Surplus, Darmin: Pertumbuhan Jangan Terganggu
"Inilah kesempatan besar bagi Indonesia. Apakah optimistis untuk tumbuh lebih tinggi?," kata Hendri saat menjadi pembicara dalam acara diskusi "100 Ekonom Perempuan Memandang ke Depan" di Hotel Atlet Century, Jakarta Selatan, Selasa 26 Maret 2019.
Hendri mengatakan dia optimistis dengan pertumbuhan demografi yang tinggi itu. Hal ini didasarkan pada beberapa data dan fakta mengenai kondisi ekonomi Indonesia pada 2018 kemarin.
Misalnya sepanjang 2018, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5,17 persen di tengah ketidakpastian global. Hendri juga menjelaskan pertumbuhan tersebut terjadi di tengah-tengah harga komoditas yang menurun.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi meningkat dibandingkan 2017 yang tercatat tumbuh 5,07 persen. Selain itu, angka pertumbuhan 2018 itu, tercatat menjadi pertumbuhan tertinggi sejak empat tahun terakhir. Adapun pada 2019 ini, pemerintah mematok target pertumbuhan mencapai angka 5,3 persen tahun ini.
Kendati demikian, Hendri mengingatkan, pemerintah juga memiliki tantangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tantangan itu berasal dari masih minimnya sektor-sektor utama yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi. Saat ini komoditas atau raw material masih menjadi sandaran utama ekspor.
Hendri melanjutkan, tantangan lain adalah belum tumbuhnya industri manufaktur. Saat ini, pertumbuhan industri manufaktur masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain, dan juga di area ASEAN.
Kemudian, kata Hendri, pemerintah juga perlu memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut dia, meski saat ini 59 persen tenaga kerja berpendidikan SMP ke bawah namun kondisi ini masih bisa dimanfaatkan. Sebab justru banyak negara kekurangan tenaga kerja untuk mendorong industri.
"Misalnya Thailand yang sekarang menghadapi itu, memasuki era menua, di mana tenaga kerja produktif lebih sedikit. Sementara Indonesia sebaliknya, maka harus dioptimalkan agar tercipta pertumbuhan yang inklusif," kata dia.
Hendri juga menekankan, pemerintah juga perlu mengoptimalkan perkembangan teknologi untuk mendorong perekonomian. Apalagi pemerintah telah menyiapkan infrastruktur internet lewat Palapa Ring maupun infrastruktur fisik seperti jalan dan jembatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini