Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede membeberkan dampak yang akan terjadi akibat perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia dalam beberapa bulan ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Terutama di Cina dan AS (Amerika Serikat). Kebijakatan moneter global dan dampak penurunan aktivitas ekonomi kedua negara tersebut, sangat berdampak pada Indonesia," kata Josua dalam acara PIER Economic Review: Mid-Year 2024 yang diselenggarakan Bank Permata secara online, Kamis, 8 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Josua menyoroti kinerja perekonomian kedua negara terbesar di dunia tersebut. Ia menyampaikan, pada kuartal kedua tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Cina melambat menjadi di bawah 5 persen, penurunan yang signifikan dari target pertumbuhan mereka sebelumnya.
Menurut dia, perlambatan ini dikhawatirkan akan berdampak langsung pada kinerja ekspor Indonesia, mengingat Cina adalah salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Jika terjadi penurunan permintaan dari negeri tirai bambu tersebut berpotensi menekan nilai ekspor produk manufaktur dan komoditas Indonesia, yang sebagian besar dikirim ke negara tersebut.
Selain Cina, Josua juga menjelaskan ekonomi AS yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Indikator ekonomi terbaru, menunjukkan tingkat pengangguran di AS meningkat menjadi 4,3 persen pada bulan Juli 2024, lebih tinggi dari target Federal Reserve (The Fed). Ia menambahkan, kondisi ini diperburuk dengan tren inflasi di AS yang berada pada kisaran 3 persen. "Meski ada harapan bahwa tekanan inflasi akan mereda dalam beberapa bulan ke depan."
Kondisi ini, kata Josua, membuat pemerintah Indonesia harus lebih waspada dalam merumuskan kebijakan ekonomi untuk menjaga stabilitas pertumbuhan. Pada paruh pertama tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat berada di kisaran 5 persen hingga 5,1 persen, menurut dia, angka ini tergolong positif dibandingkan dengan negara-negara lain di G20.
Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas rata-rata, namun Josua bependapat, dengan adanya penurunan permintaan global terutama dari Cina pertumbuhan yang lebih berkualitas menjadi sulit dicapai tanpa adanya langkah mitigasi yang tepat.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, perlambatan ekonomi global juga diperkirakan akan berdampak pada penurunan harga komoditas, seperti batu bara dan CPO atau minyak sawit, yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Meski pemerintah telah berupaya melakukan diversifikasi ekspor dan mendorong hilirisasi mineral, menurutnya, kontribusi dari sektor-sektor ini mungkin belum cukup untuk mengimbangi penurunan permintaan global.