Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan kelanjutan kebijakan ekspor pasir laut justru menambah permasalahan baru. Ia berujar, permasalahan itu adalahi adanya penambahan angka pengangguran yang ada di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ekspor pasir laut justru berisiko menciptakan pengangguran di kawasan pesisir," ujar Bhima dalam keterangan tertulis pada Rabu, 02 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Bhima, penambangan pasir laut dengan cara dihisap akan merugikan banyak sumber daya manusia. Sebab, kata Bhima, proyek tambang itu hanya mempergunakan mesin tanpa melibatkan banyak tenaga manusia.
"Model penambangan pasir laut dengan kapal isap dan pengangkutan tongkang juga cenderung padat modal (capital intensive), bukan padat karya (labor intensive)," ucapnya.
Adanya penggunaan mesin dalam tambang pasir laut, Bhima menilai, hal tersebut tidak memiliki hubungan dalam menaikan pertumbuhan ekonomi negara. Ia mengatakan, jika pemerintah tetap melanjutkan tambang itu, akan memberikan dampak kerugian dari berbagai aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi.
"Tidak ada korelasi ekspor pasir laut dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berdaya saing.” kata Bhima.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan pengangguran menjadi masalah ketenagakerjaan krusial di Indonesia. Sebab, masalah ini berdampak luas terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Februari 2024, menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,2 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen. Jumlah ini turun sekitar 790 ribu orang atau 0,6 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
"Meski mengalami penurunan, pengangguran tetap menjadi tantangan terbesar," ujar Ida Fauziyah dalam keterangan tertulis yang dikutip Senin, 30 September 2024.
Meski angka pengangguran mengalami penurunan, Ida menganggap hal tersebut masih terbilang cukup tinggi. Nyatanya, sekian juta orang di Indonesia masih belum mendapatkan pekerjaan.
"Karena masih banyak jutaan orang yang belum terserap lapangan kerja," ucap Ida Fauziyah.