Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Director of Digital Economy Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan kemungkinan berlanjutnya fenomena tech winter perusahaan rintisan (startup) di 2024. Tech winter adalah istilah untuk menggambarkan kondisi startup yang berguguran atau untuk menyebut penurunan minat dan investasi dalam sektor teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nailul Huda kelanjutan tech winter tersebut sangat tergantung pada Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) yang akan menaikkan, menahan, atau menurunkan suku bunga acuannya. “Jika menurunkan suku bunga acuannya, maka hal itu bisa jadi angin segar bagi ekosistem digital dan tech winter berlalu,” ujar dia saat dihubungi pada Senin, 1 Januaro 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, kata dia, sebaliknya jika menaikkan suku bunga, otomatis tech winter masih akan berlanjut, bahkan akan muncul drama layoff atau pemutusan hubungan kerja (PHK) termasuk penutupan aplikasi. Nailul Huda menjelaskan investor asing—80 persen lebih dari total dana yang masuk—masih melihat The Fed sebagai faktor utama.
Nailul Huda menuturkan masih melihat The Fed apakah akan menahan atau menurunkan suku bunga acuan tapi dengan lebel terbatas. Maka, dia berharap ada investor lokal yang berinvestasi ke ekosistem digital dalam negeri.
“Selain itu, nampaknya aksi korporasi seperti merger dan akuisisi menjadi pilihan strategi perusahaan digital,” tutur Nailul Huda. “Selain itu, strategi efisiensi akan terus dilakukan. Baik me-layoff pekerja ataupun merasionalkan gaji pekerja di bidang IT.”
Sementara, Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etikah Karyani Suwondo mengatakan fenomena tech winter akan berlanjut pada 2024. Menurut Etikah, hal itu bisa membuat startup menghemat anggaran, termasuk memotong gaji pimpinannya.
“Untuk menghindari layoff karyawan sebagai bumper dan resiliensi finance long term,” ujar dia.
Etikah yang juga ekonomi dari Fintech Center Universitas Sebelas Maret itu menjelaskan, pendanaan untuk startup juga diperkirakan akan melambat pada 2024. Penyebabnya, adanya berbagai faktor seperti suku bunga yang tinggi, kenaikan harga, dan kondisi geopolitik dunia yang memperburuk prospek keuangan global.
Investor, kata dia, juga diprediksikan akan selektif memberikan pendanaan. Oleh karena itu, hanya startup yang mampu beradaptasi dan membaca perubahan pasar dengan cepat, merespons kebutuhan pelanggan, serta mengubah strategi sesuai dengan dinamika ekosistem yang dapat bertahan. “Juga menarik bagi investor,” tutur Etikah.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR