Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menggabungkan sejumlah BUMN yang bidang usahanya sejenis.
Sebagian BUMN akan dilepas kepada swasta melalui skema privatisasi.
Prabowo Subianto menyatakan hotel-hotel milik BUMN tidak lagi diperlukan.
DUA agenda bakal digeber sekaligus dalam waktu dekat. Sahibulhajat, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, akan mengundang Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat dalam dua focus group discussion yang membahas rencana konsolidasi sejumlah perusahaan pelat merah. “Saya rasa masih ada waktu bersama Komisi VI,” katanya dalam rapat kerja dengan komisi DPR yang antara lain mengurusi BUMN itu di Jakarta, 19 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Waktu Erick sebagai Menteri BUMN tersisa tujuh bulan, sebelum masa kerja Kabinet Indonesia Maju Presiden Joko Widodo berakhir pada Oktober 2024. Adapun para anggota DPR akan mengakhiri tugas pada September mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Erick, dua topik krusial yang perlu segera dibicarakan berhubungan dengan peta jalan transformasi perusahaan negara. Pemerintah ingin mengurangi jumlah BUMN dari 41 saat ini menjadi 30 saja. Kementerian BUMN akan mengelompokkan BUMN sesuai dengan peta jalan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, di masa depan BUMN bisa lebih berfokus pada sektor yang memerlukan kehadiran negara saja. “Tidak perlu semua (sektor),” tuturnya.
Erick mengatakan pembicaraan yang terdekat akan mencakup dua topik, yaitu BUMN pangan dan perampingan perusahaan negara secara menyeluruh. Diskusi tentang pangan akan membahas konsolidasi rantai bisnis dari sisi hulu melalui perusahaan induk atau holding PT Pupuk Indonesia (Persero). Di rantai bagian tengah ada PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau holding BUMN pangan ID Food. Sedangkan di sisi hilir ada Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik sebagai penyangga dan stabilisator harga. Pembicaraan akan membahas aspek pembiayaan sektor yang melibatkan kementerian/lembaga dan DPR.
Menteri BUMN Erick Thohir (kedua kiri) bersama Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury (kedua kanan), Komisaris Utama RNI Bayu Krisnamurthi (kanan), dan Direktur Utama RNI Arief Prasetyo Adi (kiri) saat Peluncuran BUMN Holding Pangan ID FOOD di halaman Museum Fatahillah, Jakarta, Januari 2022. Tempo/Tony Hartawan
Sedangkan kelompok diskusi kedua akan berfokus membicarakan kelanjutan konsolidasi perusahaan negara. Di tahap ini, pemerintah akan mengevaluasi setiap sektor usaha, apakah perlu digarap BUMN atau tidak. Erick memberi contoh gagasan tentang tidak lagi melibatkan perusahaan negara dalam bisnis hotel.
Polemik keterlibatan BUMN dalam bisnis hotel mengemuka dalam acara Mandiri Investment Forum 2024 yang berlangsung di Jakarta pada 5 Maret 2024. Saat itu calon presiden Prabowo Subianto mengatakan negara tidak perlu terlibat langsung dalam industri hotel karena sudah saatnya sektor swasta mendapat ruang yang lebih besar untuk mengembangkan sektor pariwisata. "Saya tidak mengerti, mengapa kita perlu hadir di setiap sektor perekonomian,” ujarnya.
Menurut Prabowo, kondisi sekarang berbeda dengan 1950-an, tatkala pemerintah harus berperan sebagai pionir di berbagai sektor usaha. Kini dia berkeyakinan hotel-hotel BUMN tak diperlukan karena tidak lagi bernilai strategis. “Kita tidak perlu hotel BUMN. Menurut Anda bagaimana, Pak Erick? Tapi saya minta nasihat Anda,” ucapnya.
Erick Thohir yang saat itu hadir tak menolak gagasan tersebut. Ia mencoba menerangkan alasan hingga kini perusahaan negara masih terlibat dalam industri perhotelan. Dulu, kata Erick, hampir setiap BUMN memiliki bisnis hotel. Kementerian BUMN pun mengkonsolidasikannya di bawah satu payung bernama PT Hotel Indonesia Natour yang mengelola hotel pelat merah. “Jumlahnya banyak, bukan kami membikin hotel baru,” ujarnya.
Hotel Indonesia Natour atau HIN mengelola hotel-hotel milik BUMN melalui anak usahanya, yakni PT Hotel Indonesia Group atau HIG. HIG adalah perusahaan patungan antara HIN dengan kepemilikan saham 51 persen dan PT Wijaya Karya Realty yang memiliki 49 persen saham. HIG didirikan sebagai subholding untuk mengoperasikan 122 hotel BUMN dan swasta.
Isu lain dalam konsolidasi BUMN ada di sektor penerbangan. Di sektor ini, pemerintah memiliki Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia yang dikenal dengan nama AirNav Indonesia. “Apakah AirNav perlu di bawah Kementerian BUMN atau sebaiknya di Kementerian Perhubungan saja?” ujar Erick. Menurut dia, apabila AirNav dipertahankan sebagai BUMN, lembaga itu akan masuk PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney selaku holding BUMN sektor penerbangan dan pariwisata.
Anggota InJourney selain HIN adalah PT Angkasa Pura I; PT Angkasa Pura II; PT Pengembangan Pariwisata Indonesia; PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko; serta PT Sarinah. Pembentukan holding ini berjalan setelah pemerintah menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) kepada InJourney sebesar Rp 9,318 triliun pada 2021. Dana itu dipakai untuk permodalan dan restrukturisasi, termasuk menggarap Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Pada 2023, InJourney kembali mendapat PMN Rp 1,01 triliun untuk memperbaiki struktur permodalan dan mengelola KEK Mandalika. KEK Mandalika dikelola oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation. Direktur Utama InJourney Dony Oskaria mengatakan perusahaan menanggung biaya penyelesaian proyek KEK Mandalika, termasuk menutup biaya penyelenggaraan MotoGP 2022 yang merugi Rp 200 miliar.
•••
PERAMPINGAN perusahaan negara dimulai pada 2020, ditandai dengan pembentukan 12 kluster portofolio BUMN plus satu subkluster. Kluster itu terdiri atas jasa keuangan, energi, infrastruktur, asuransi dan dana pensiun, telekomunikasi dan media, pariwisata, mineral dan batu bara, logistik, pangan dan pupuk, perkebunan dan kehutanan, manufaktur, kesehatan, serta Danareksa.
Perjalanan penyelarasan portofolio BUMN diawali dengan pembentukan perusahaan induk BUMN farmasi melalui inbreng saham negara di PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk ke PT Bio Farma (Persero). Langkah itu disusul pembentukan holding BUMN asuransi dan penjaminan melalui inbreng saham negara di PT Jasa Raharja, PT Jamkrindo, PT Jasindo, dan PT Askrindo ke Indonesia Financial Group.
Pada 2021, pemerintah mengalihkan kepemilikan saham minoritas negara di PT Indosat Tbk, PT Bank KB Bukopin, PT Socfin Indonesia, PT Prasadha Pamunah Limbah Industri, dan Kawasan Industri Lampung ke PT Perusahaan Pengelola Aset atau PPA. Kemudian kepemilikan saham negara di PT Energy Management Indonesia dialihkan ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Ada pula pembentukan holding BUMN ultramikro melalui inbreng saham negara di PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani ke PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Di sektor pelabuhan, pemerintah menjadikan PT Pelabuhan Indonesia II atau Pelindo II induk yang menaungi PT Pelindo I, Pelindo III, dan Pelindo IV. Berikutnya adalah pembentukan holding BUMN pangan tahap pertama melalui penggabungan PT Perikanan Nusantara atau Perinus dengan PT Perikanan Indonesia atau Perindo, PT Pertani dengan Sang Hyang Seri, dan PT Bhanda Ghara Reksa atau BGR Logistics dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau PPI.
Langkah berikutnya membentuk holding jasa survei melalui inbreng saham negara di PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia ke PT Biro Klasifikasi Indonesia. Dengan berbagai aksi tersebut, jumlah BUMN berkurang dari 108 pada 2020 menjadi 92 pada akhir 2021.
Perampingan BUMN berlanjut pada 2022. Sebanyak 18 perusahaan pelat merah digabungkan melalui lima aksi korporasi. Di antaranya penuntasan pembentukan holding pangan dengan berdirinya ID Food serta penyuntikan saham negara di PT Berdikari, PT Garam, PT Sang Hyang Seri, dan PT Perusahaan Perdagangan atau PPI ke ID Food.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dan Menteri BUMN Erick Thohir usai menyampaikan keynote speech pada acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024 di Jakarta, 5 Maret 2024. Antara/Dhemas Reviyanto
Kementerian BUMN juga melipat beberapa perusahaan ke dalam holding sektor pertahanan, Defend ID, serta membundel sejumlah perusahaan dengan kepemilikan negara minor ke Danareksa. Danareksa pun diarahkan menjadi perusahaan induk bagi BUMN yang memerlukan peningkatan skala usaha. Walhasil, jumlah BUMN menyusut menjadi 41 pada akhir 2022 sampai sekarang.
Tahun ini, konsolidasi merambah perusahaan sektor infrastruktur. Kementerian BUMN tengah memproses perampingan tujuh BUMN karya menjadi tiga entitas induk, yakni PT Hutama Karya, PT Adhi Karya, dan PT Pembangunan Perumahan. Staf khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan penyatuan itu membutuhkan waktu yang panjang. “Ada aspek perpajakan yang harus dihitung dan aspek lain,” katanya pada 19 Maret 2024.
Peneliti BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menilai tidak semua pembentukan holding BUMN menghasilkan kinerja baik. “Tapi rata-rata ada perkembangan lebih baik,” ujarnya. Toto memberi contoh holding pertambangan MIND ID yang nilainya jauh meningkat dibanding ketika setiap perusahaan berdiri sendiri. “Bukan hanya ditopang kenaikan harga komoditas beberapa tahun terakhir, tapi juga karena efisiensi yang bisa ditingkatkan,” tuturnya. Dengan cara itu pula produktivitas perusahaan bisa terkerek karena aneka biaya bisa ditekan.
Toto melanjutkan, kondisi sebaliknya terjadi pada holding BUMN perkebunan yang kinerjanya belum terlalu kinclong. Menurut dia, beberapa tahun lalu kinerja holding BUMN perkebunan masih minus. Beruntung, dalam dua tahun terakhir keuangannya tertolong oleh harga minyak sawit mentah dan produk turunannya yang melonjak.
Sedangkan ekonom Yanuar Rizky mengatakan keberadaan BUMN diperlukan di sektor tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ia menjelaskan pentingnya perusahaan negara sebagai agen pembangunan yang membuka lapangan kerja dan motor perekonomian yang menjembatani sektor mikro dan swasta. “BUMN punya negara sehingga keuntungan yang diperoleh akan kembali ke negara.”
Yanuar memberi contoh, apabila pemerintah akan melepas BUMN perhotelan dengan skema privatisasi, langkah itu masih memungkinkan selama dijalankan sesuai dengan aturan. Agar penjualan aset itu tidak menguntungkan pihak tertentu, mesti ada transparansi. “Harus ada keterbukaan, jatuh ke tangan siapa aset-aset itu nantinya.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Caesar Akbar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jalan Meringkas Perusahaan Negara"