Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Gagal Cegah PHK Karyawan di Sritex, Partai Buruh Ingin Menaker dan Wakilnya Dicopot

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai dengan tutupnya Sritex per 1 Maret 2025, menjadi momentum yang tepat untuk melengserkan Yassierli dan Immanuel Ebenezer dari Kemnaker.

2 Maret 2025 | 20.25 WIB

Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, 28 Februari 2025. Antara/Mohammad Ayudha
Perbesar
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, 28 Februari 2025. Antara/Mohammad Ayudha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh menilai kerja Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan tak becus karena gagal mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan tutupnya Sritex per 1 Maret 2025, menjadi momentum tepat untuk melengserkan Yassierli dan Immanuel Ebenezer dari jabatan Menaker dan Wamenaker. “Partai Buruh meminta copot itu Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, mengurusi Sritex aja enggak bisa apalagi mengutusi pabrik-pabrik di seluruh Indonesia,” ujar Said dalam konferensi pers secara daring pada Ahad, 2 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Said menyebut Yassierli dan Immanuel lalai menjalan tanggung jawab terhadap amanah Presiden Prabowo Subianto yang ingin menghalau PHK massal di Sritex. Selain itu menurut Said, alasan kedua pejabat tersebut layak dicopot lantaran mekanisme PHK yang dilakukan manajemen Sritex ilegal secara hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Said mekanisme PHK terhadap ribuan karyawan Sritex tidak didahului bipartit dan tripartit. Padahal, kata Said, permasalahan industrial seperti PHK harus dimulai dengan perundingan antara perusahaan dan perwakilan pekerja untuk mengambil kesepakatan yang adil.

Sementara menurutnya, para mantan karyawan justru diminta sukarela mendaftar PHK tanpa adanya hasil notulensi perundingan yang diungkap ke publik. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu meyakini tidak ada mekanisme PHK melalui pendaftaran diri, kecuali dengan adanya intimidasi atau pengelabuan oleh perusahaan.

Ia juga menyoroti bagaimana Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sukoharjo tidak terlibat dalam mekanisme tripartit PHK Sritex. Mengacu pada kondisi tersebut, Said mengatakan Yassierli dan Immanuel hanya membual soal mengatasi badai PHK di Sritex. “Menteri dan Wakil Menteri Ketenagakerjaan hanya lip service kalau cuma menyatakan tidak ada PHK tapi ternyata PHK.” ujarnya.

Sebaliknya, Said menyatakan kinerja Yassierli dan Immanuel baru bisa diakui jika keduanya memanggil pemimpin PT Sritex untuk membeberkan bagaimana mekanisme kesepakatan PHK terbentuk dan berapa besaran pesangon untuk mantan karyawan raksasa tekstil tersebut.

Said menilai hingga hari ini belum ada kejelasan seberapa besar pesangon yang akan diterima oleh setidaknya 8.400 mantan pekerja Sritex. Menurutnya informasi yang tidak transparan ini menjadi salah satu bentuk kegagalan kinerja Yassierli dan Immanuel.

Sebelumnya Presiden Prabowo melakukan berbagai upaya demi menyelamatkan Sritex yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu, 23 Oktober 2024. Upaya ini dilakukan untuk melindungi karyawan yang berjumlah sekitar 50 ribu orang dari PHK

Salah satu cara yang dilakukan Prabowo untuk menyelamatkan puluhan ribu karyawan di perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara itu adalah dengan menginstruksikan empat kementerian untuk mempertimbangkan berbagai opsi dan skema. Adapun keempat kementerian tersebut yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Ketenagakerjaan.

Namun, antisipasi pemerintah tak berhasil usai tim kurator dalam kepailitan Sritex menyatakan tidak melakukan keberlanjutan usaha atau going concern. Salah satu kurator Sritex, Denny Ardiansyah, membeberkan sejumlah pertimbangan untuk tidak melanjutkan usaha PT Sritex tersebut. Beberapa pertimbangan itu di antaranya adalah tidak adanya modal kerja, kebutuhan tenaga kerja, dan tingginya biaya produksi yang kesemuanya dikhawatirkan justru akan mengakibatkan kerugian harta pailit. Lalu, kata dia, kurator akan melakukan eksekusi terhadap harta pailit untuk selanjutnya dilakukan penaksiran harga oleh akuntan independen. Harta pailit yang sudah ditaksir harganya nantinya akan dilelang untuk melunasi pembayaran utang.

Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto mengonfirmasi jumlah total karyawan dan pekerja Sritex yang kehilangan pekerjaan akibat putusan pailit, per Januari hingga 26 Februari 2025 sebanyak 10.665 orang. Jumlah itu dari empat perusahaan Sritex Group, yakni PT Sritex Sukoharjo, PT Bitratex Semarang, PT Sinar Panja Jaya Semarang, dan PT Primayuda Boyolali.

Keempat perusahaan yang bernaung di bawah Sritex Group itu diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang karena gagal membayar utang kepada kreditor. Vonis pailit jatuh setelah pemasok mereka, PT Indo Bharat Rayon, menggugat Sritex lantaran tak membayar utang.

Total utang Sritex saat itu mencapai Rp 26,02 triliun. Utang mereka ke Indo Bharat sendiri hanya Rp 101,31 miliar per Juni 2024 atau 0,38 persen. Namun keterlambatan pembayaran utang itu berakibat fatal setelah perusahaan mengikat homologasi dengan para kreditor, yang membuat mereka otomatis jatuh pailit. Sritex melawan vonis tersebut dengan mengupayakan banding. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Sritex pada 18 Desember 2024.

Rizki Dewi Ayu dan Adil Al Hasan berkontribusi pada penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus