Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pelaku bisnis jastip mengaku mengawali usaha dari hobi.
Ada margin dan komisi dari pembelian barang titipan.
Aparat bea dan cukai menegah barang-barang jastip.
SELVY Arofah, 30 tahun, merasa lega lantaran 18 kotak Milk Bun yang ia bawa dari Thailand pada awal Februari 2024 lolos dari pemeriksaan aparat Bea dan Cukai di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Dia senang karena setelah itu kotak sejumlah rekannya sesama pelaku jasa titip atau jastip pembelian barang dari luar negeri disita petugas di bandara. "Mereka bawa puluhan kotak, jadi otomatis kena," katanya kepada Tempo pada 20 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepanjang Februari 2024, Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta menegah 2.000-an kotak atau sekitar 1 ton Milk Bun, roti isi krim bertabur susu bubuk buatan Thailand. Kudapan itu dibawa oleh 33 penumpang pesawat yang datang dari Negeri Gajah Putih. Kebanyakan dari mereka membawa puluhan kotak Milk Bun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo mengatakan jumlah barang bawaan tersebut tak wajar jika diklaim oleh si empunya untuk konsumsi pribadi. Aparat Bea-Cukai menduga roti yang sedang naik daun itu adalah barang titipan untuk dijual kembali di Tanah Air. Apalagi, Gatot menambahkan, produk tersebut tak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pemerintah sudah lama menyelisik pelaku bisnis jastip yang belakangan kian marak karena melanggar aturan tentang impor barang. Pasal 102 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan menyebutkan mereka yang sengaja menyembunyikan barang impor atau mengklaim barang impor sebagai bawaan pribadi bisa terkena sanksi satu tahun penjara. Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang Bawaan Penumpang dan Awak Transportasi menyatakan setiap orang yang datang dari luar negeri hanya bisa membawa barang dengan nilai maksimal US$ 500.
Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto, peraturan tersebut sejatinya mengelompokkan barang penumpang sebagai personal use dan non-personal use. Dia menjelaskan, pembebasan bea masuk dan pajak impor hanya bisa diberikan untuk barang personal use alias pemakaian pribadi dengan nilai pabean maksimal free on board US$ 500 per orang tiap kedatangan. Barang non-personal use tak bisa mendapat pembebasan bea masuk. Di sini, pelaku usaha jastip bisa terkena perkara karena nilai barang yang mereka bawa di atas ketentuan.
Suasana penumpang di area kedatangan dari luar negeri di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, 15 Maret 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Toh, aturan ini tak membuat surut bisnis jastip. Selvi Arofah, ibu rumah tangga pemilik usaha jastip Olbymamsel, misalnya, mulanya cuma iseng mengikuti bisnis yang dijalankan temannya pada 2018. Dari awalnya icip-icip, “Jadinya keterusan,” tutur Selvi, yang menyediakan jastip barang keperluan ibu dan anak serta makanan. Dari jasa ini, dia memungut tarif tambahan Rp 10-300 ribu per barang. “Enggak ambil untung gede, disesuaikan aja,” ujarnya.
Selain itu, Fer, 29 tahun, merintis bisnis jasa titip saat terjadi pandemi Covid-19, dua tahun lalu. Dia melayani jastip pakaian, tas, hingga suvenir artis-artis Thailand. Perempuan yang sehari-hari berwiraswasta ini mengaku bisnis tersebut memang bermula dari kegemarannya menonton film drama Thailand dan pengetahuannya akan artis-artis dari negara itu. Dari bisnis ini, Fer meraup cuan. “Bisa menambah uang jajan dan teman baru,” tutur Fer, yang enggan mengungkapkan omzet bisnis ini.
Dalam menjalankan bisnis jastip, Fer dibantu kerabatnya yang tinggal di Thailand. Dia pun bisa mendapatkan barang yang diinginkan konsumen dengan mudah sekaligus beroleh bantuan ketika mengurus pengiriman ke Indonesia. “Kalau pesanan banyak, akan menggunakan kargo, bukan hand carry. Saya juga memastikan barang yang dibawa tidak berlebihan,” ucapnya.
Mirip dengan Fer, Theresia Eka, karyawan swasta di Jakarta, melayani jastip barang-barang asal Korea Selatan, seperti pernak-pernik idola pop Korea alias K-pop idol hingga makanan ringan dari Negeri Ginseng. Eka juga memanfaatkan keberadaan salah satu temannya di Korea untuk membantunya menampung barang pesanan. “Dikumpulkan dulu sampai memenuhi berat tertentu, baru dikirim ke Indonesia,” kata perempuan 33 tahun ini pada 19 Maret 2024.
Saat ini Eka sedang menunggu paket album boyband Korea, Highlight, yang baru saja merilis album anyar setelah sekian lama tak tampil di depan umum. Untuk jasanya ini, Eka mengutip margin dari harga barang ditambah ongkos untuk pengemasan dan pengiriman. “Biasanya yang pesan teman dan orang yang sudah kenal.”
Bagi para pelanggan jastip, selisih harga tak menjadi masalah. Yang penting mereka bisa mendapatkan barang tanpa perlu lelah bepergian dan menguras dana untuk ongkosnya. Hanya, ada risiko yang menanti, termasuk sanksi karena melanggar aturan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Icip-icip Cuan Jastip"