SEBUAH kegemaran baru sedang berkembang di kalangan para pemilik uang. Gejala baru ini, sebenarnya, secara langsung memukul usaha kapitalisasi lewat pasar modal di Jalan Merdeka Selatan. Bahkan mungkin bisa dianggap merupakan penaman modal. Permainan ini: investasi di pasar uang dan modal internasional ditawarkan secara diam-diam, tapi agresif oleh bank-bank asing di Jakarta, dan para pialang dari Singapura. Kegemaran itu berpangkal dari kcuntungan yang bisa diraih beberapa pengusaha, yang telah bermain di situ sejak dua tahun silam. Investasi dalam saham-saham asing itu ternyata selain bebas pajak, juga jauh lebih menarik daripada bermain di pasar modal Jakarta. Keuntungannya malah lebih besar daripada bunga deposito rupiah ataupun valuta asing. Risiko rugi nyaris nol, karena investasi di pasar uang, misalnya, dimasukkan dalam beberapa jenis valuta asing (multicurrency). Presiden Direktur PT Multi Bintang Tanri Abeng, mengakui sudah sejak 1985 masuk ke sana. Ketika itu, seorang manajer perdagangan surat-surat berharga (brokerage house) dari Jepang menemuinya di kantor. Orang itu menceritakan situasi ekonomi Jepang, keadaan perusahaan-perusahaan Jepang serta kemungkinan naiknya nilai mata uang yen. Buntutnya, Tanri ditawan saham Mitsubishi Heavy Industrics Co. Uang itu kemudian dikelola broker. Tanri menilai brokernya sebagai manajer yang piawai. setiap bulan, ia menerima laporan bagaimana perkembangan perusahaan-perusahaan Jepang itu, berapa sahamnya dijual, berapa untungnya, dan selanjutnya ke saham mana uang itu sekarang ditanamkan. Investasi dalam saham bernilai yen itu ternyata telah memberikan keuntungan berlipat ganda akibat kenaikan nilai saham, kenaikan nilai yen, dan devaluasi rupiah. Modalnya, setelah dua tahun, bila kini didolarkan telah berkembang 60%, sedangkan kalau dirupiahkan sudah berkembang lebih dari 100%. Itu sudah dipotong komisi 0,5% oleh broker. "Sayang, saya bukan orang kaya. Kalau kaya, mungkin jadi lebih kaya lagi," ujarnya dengan tertawa. Akhir-akhir ini, broker dari Daiwa Securities dan Nomura Securities (keduanya dari Jepang) dan Yardine & Flemming (dari Hong Kong) tampak paling aktif. Menurut seorang pengusaha konstruksi, semua bank asing di Jakarta juga menawarkan jenis investasi itu, tetapi secara terselubung. Sebuah bank yang berkantor di Landmark Building, Jalan Sudirman, Jakarta, konon menyediakan lift tersendiri bagi investor yang ingin membeli saham internasional dalam jumlah besar. Citibank, lembaga keuangan terbesar di AS yang berkantor di situ, membantah melakukan praktek yang belum diizinkan itu. Menurut seorang dari bagian pelayanan Citibank, di situ hanya ditawarkan investasi deposito berjangka berbagai mata uang. Tetapi di Chase Manhattan Bank di jalan yang sama, ternyata memang ada loket khusus bagi nasabah yang ingin menanamkan uangnya dalam saham perusahaan asing. Minimal investasi US$ 50.000 (sekitar Rp 82 juta). Uang ini dikelola oleh para broker di bagian "gelung emas" (Golden Circle). Mereka memutarkan uang itu dalam saham perusahaan-perusahaan AS dan Asia Pasifik dengan nilai AAA sepcrti saham Gencral Motor, General Electric, McDonald, Coca Cola, Toyota, maupun Singaporc Airlines. Seorang petugas di bank tersebut terus terang mengatakan bahwa investasi di sini sangat besar risikonya. Karena itu laporan kepada nasabah diberikan tiga bulan sekali. Kendati begitu, menurut sumber tadi, ada 40-50 nasabah yang telah menanamkan uang di situ. Untuk periode Januari Juni 1987 saja, investasi saham di situ memberi keuntungan sekitar 15%. Itu berarti sekitar dua kali keuntungan bunga deposito dolar atau deposito rupiah di bank pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini