Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Gonta-ganti di 'TVRI'

Belum setahun, terjadi lagi penggantian direksi TVRI. Menambah beban yang sudah berat.

22 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAN singkat itu mampir ke telepon seluler mantan Direktur Utama Televisi Republik Indonesia (TVRI) Hari Sulistyono, Jumat pekan lalu. ".... Maaf kalau hari ini tidak bisa ketemu.... Mungkin capek lahir batin...." Pengirimnya Enny Hardjanto, mantan Direktur Program TVRI, yang Kamis malam baru mendarat di Jakarta dari perjalanan liburan ke India.

Lelah perjalanan mungkin bukan satu-satunya pengganjal pertemuan. Setelah sekitar sembilan bulan berkutat dengan berbagai keruwetan di stasiun televisi pertama di Indonesia itu, Hari Sulistyono dan Enny Hardjanto dicopot dari jabatan masing-masing—sepekan setelah rapat umum pemegang saham ditutup. Pelantikan berjalan tanpa menunggu kehadiran mereka yang digantikan pulang dari masa cuti.

Hari Sulistyono digantikan Yasirwan Uyun—sebelumnya direktur sumber daya manusia. Jabatan Enny dibelah dua: direktur program untuk Alex Kumara dan direktur berita untuk Nunuk Parwati. Pelantikan dilakukan Roes Arya Wijaya, Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Telekomunikasi dan Industri Strategis, Senin pekan lalu. Kepada para komisaris dan direksi baru, Roes menjelaskan, penggantian dilakukan karena pemegang saham menilai kinerja direksi lama kurang baik.

Dewan komisaris terperanjat, DPR pun terkesima. Mereka berpendapat, evaluasi terhadap direksi seharusnya dilakukan setelah menjabat setahun, Mei tahun ini. Maka merebaklah kecurigaan. Anggota subkomisi penyiaran, Djoko Susilo, bahkan berani menuding, di balik penggantian ini terlampir kepentingan partai politik menghadapi Pemilu 2004.

Menurut Djoko Susilo, Hari dan Enny dicopot karena tak mau menayangkan program Mega Menjawab dan Kuis Mega. Alasannya, jam tayang utama itu sudah dijual ke PT Prima Media Antara, pimpinan Chrys Kelana, anggota Partai Golkar. "Tidak, itu tidak benar!" kata Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan pencopotan, katanya, adalah terjadinya pelbagai pelanggaran kontrak—satu di antaranya memang penjualan jam tayang utama (blocking time) kepada Chrys Kelana.

Data yang diperoleh TEMPO mengungkapkan, kedua perusahaan menandatangani kontrak perjanjian kerja sama pada 24 Oktober, yang berlaku sejak 27 Oktober 2003 hingga 30 Juni 2004. Kontrak bisa diperpanjang hingga akhir tahun jika program itu berhasil mendongkrak rating dan meningkatkan penghasilan TVRI. Untuk itu, TVRI tak perlu keluar uang. Pembagian keuntungan antara TVRI dan Prima Media ditetapkan 30 : 70.

Berdasarkan kontrak, Prima Media hanya boleh mengisi program nonberita. Misalnya sinetron, Dangdut Pro dan Country Road, yang disiarkan langsung, kartun anak-anak, English for Fun, serta Dansa Yo Dansa. Acara pemilu dikelola sendiri oleh TVRI. Pemilihan program pun tetap harus melalui persetujuan TVRI, yakni Enny sebagai direktur program.

Namun kontrak itu dibatalkan (lihat Pasang Aja Antekmu di Situ). Prima Media meminta ganti rugi walau sebenarnya bersedia mengubah kontrak. Tapi, kata Hari, perusahaan bersikukuh dan setuju membayar ganti rugi. Karena itu, dilakukan audit untuk menghitung ganti rugi oleh Badan Pemeriksa Keuangan, yang hingga kini belum selesai.

Chrys Kelana pasrah walau khawatir programnya terkatung-katung. Adapun jumlah ganti rugi, "Paling tidak harus lebih dari Rp 20 miliar karena sekianlah dana yang telah kami keluarkan setelah penandatanganan perjanjian dengan pihak ketiga," katanya. Pembatalan itu memang di luar dugaannya.

Berkilas balik, Chrys menceritakan pembicaraannya dengan Laksamana Sukardi ketika bertemu dalam acara tahlilan almarhumah ibunda Taufiq Kiemas di kediaman Presiden, Jalan Teuku Umar. Ketika itu, Chrys mengungkapkan niatnya mengambil beberapa program di TVRI. "O ya, boleh. Tapi hati-hati, lo, TVRI enggak punya uang," begitu jawaban Laksamana menurut Chrys.

Direktur utama yang baru, Yasirwan Uyun, enggan berkomentar panjang, termasuk menanggapi dugaan kedekatannya dengan Taufiq Kiemas. "Terserah orang menilai," katanya. Yasirwan sendiri menyatakan siap diganti sewaktu-waktu, sesuai dengan satu klausul dalam kontrak manajemen yang ditandatangani setiap kali direksi baru terbentuk. "Saya optimistis bisa menangani masalah-masalah di TVRI ini," ia menambahkan. Thalib Hasan, salah satu Ketua Presidium Federasi Serikat Pekerja TVRI, mengatakan bahwa pergantian yang terlalu sering menambah beban direksi, yang sebenarnya cukup berat. Di sisi lain, "Kami berharap TVRI tetap mengabdi pada kepentingan masyarakat, tak condong ke partai tertentu," kata Nelwan Yus, ketua presidium lainnya.

Dara Meutia Uning

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus