Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Mantan Direktur Utama 'TVRI', Hari Sulistyono:

22 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah beberapa hari bungkam, mantan Direktur Utama TVRI ini akhirnya bersedia menerima wartawan TEMPO, Dara Meutia Uning, Metta Dharmasaputra, dan Grace S. Gandhi, di Ah Yatt, sebuah restoran seafood di bilangan Senayan. Tak tampak rona kesedihan di wajahnya. Sembari melahap udang rebus kesukaannya, ia bicara panjang lebar, diselingi gelak tawa lepasnya. Berikut petikannya.

Bagaimana perasaan Anda setelah dicopot?

Saya sebenarnya agak lega karena saya beranggapan itu hak prerogatif pemegang saham. Saya disabar-sabarin teman-teman, termasuk ibu saya. Tapi, waktu saya baca di koran bahwa saya dijelek-jelekkan, bahwa yang salah direksinya, mangkel aku. Saya enggak mau digituin. Saya harus ngomong. Orang harus mengerti yang bener yang mana.

Anda ditelepon Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi soal pencopotan ini?

Tidak. Bahkan sampai detik ini. Pak Roes Arya Wijaya (Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Telekomunikasi dan Industri Strategis) juga tidak. Yang memberi tahu sekretarisku. Dia mengabarkan, besok ada pelantikan direksi. Yang mengundang Roes Arya Wijaya. Siapa yang diganti juga tidak mengerti. Saya pikir tadinya itu pengukuhan kembali, seperti di swasta. Tahunya, besok pagi sudah ditelepon orang.

Mengapa Anda tidak datang?

Saya sedang di Bandung, cuti.

Kabarnya, komisaris TVRI mempertanyakan pencopotan itu ke Laksamana?

(Tertawa) Saya tidak ngerti itu. Sebetulnya komisaris juga kaget. Konsultasi itu tak dilakukan pada siapa-siapa. Ini memang hak prerogatif. Tapi apa etisnya begitu? Saya ketemu Laksamana saja enggak pernah, lo, bahkan untuk membicarakan hal-hal yang mendasari pencopotan saya.

Benarkah Anda dicopot karena melanggar AD/ART?

Sampai hari ini, saya sebenarnya enggak ngerti AD/ART yang mana yang dilanggar. Enggak ada tulisan kok (di AD/ART) bahwa blocking time itu harus dilaporkan pada pemegang saham. Yang bisa dilaporkan, misalnya, kontrak itu multiple years (lebih dari satu tahun), kemudian jumlah uang melebihi sekian miliar rupiah. Padahal tak ada uang yang dilibatkan di situ, kontraknya pun hanya enam bulan. Aku enggak ngerti, mungkin (karena) saya orang swasta, ya. Apakah nanti saya mau beli ban mobil harus izin pemegang saham? Kalau begitu, enggak usah taro gue di situlah.

Kontrak apa yang ditandatangani TVRI dengan PT Prima Media Antara?

Pak Chrys Kelana (Direktur Utama Prima Media) itu membeli jam tayang TVRI. Dia juga yang mencari iklannya bersama TVRI. Tak ada program kampanye politik, porsinya adalah program yang non-berita. Tapi kami tidak keluar duit sama sekali. Itu yang justru akan mengubah citra TVRI, karena selama ini kami tidak mampu membeli program. Jadi, kami juga ketiban duit.

Mengapa yang dijual tayang utama?

Yang paling laku dijual adalah prime time. Itu sudah dilaporkan kepada komisaris dan dipaparkan kepada DPR awal Desember lalu. Dan mereka menerima. Saya pikir, masalahnya selesai.

Kontrak itu masih berjalan?

Semalam atau dua malam setelah kontrak dibikin, Laksamana menelepon saya dan minta dibatalkan. Langsung paginya saya batalkan.

Apa yang dikatakan Laksamana?

Dia mengatakan, kenapa prime time dijual, seakan-akan itu blocking. Seakan-akan TVRI itu jamnya digadaikan ke orang lain dan duitnya masuk ke Chrys. Laksamana bilang, "Kenapa Anda bikin kontrak seperti itu? Kenapa Anda bikinnya sama dia (Chrys)?"

Bagaimana kondisi terakhir TVRI?

Kerugian yang kami tanggung pada 2002 sekitar Rp 190 miliar, sudah turun menjadi Rp 60 miliar tahun lalu. Saya, sih, cukup bangga. Makanya, RUPS juga ditutup dengan baik. Rencana kami, tahun ini hanya tinggal Rp 16 miliar. Sehingga, tahun depan akan ada zero profit.

Sebagai orang dekat Laksamana, Anda termasuk yang mbalelo?

Saya mengerti pemerintah sekarang dipegang siapa. Tidak bisa dihindari bahwa banyak posisi strategis di negara ini dipegang oleh partai politik yang menang. Saya bisa bertoleransi dengan membuka tangan selebar-lebarnya, asal kita duduk bersama dan membahas dengan terbuka. Tapi saya jangan di-overwrite dengan mengatakan, "Gue mau ini."

Kalau Anda mau gitu, jangan pasang saya. Pasang saja antekmu di situ. Kalau perlu, Anda sendiri jadi dirut di situ. Saya pikir saya cukup toleran, tapi tak berarti toleran 100 persen. Mungkin ini yang dianggap mbalelo.

Benarkah banyak partai yang meminta Anda menayangkan program mereka?

Benar. Berkaitan dengan pemilu, program TVRI ada dua, yaitu sosialisasi pemilu—berupa iklan layanan masyarakat—dan iklan partai politik. Iklan layanan masyarakat saya coba untuk bikin yang benar. Sebab, bisa didomplengi. Selama yang meminta tokoh politik dari partai tertentu, kami mencoba mengatakan tidak.

Misalnya, Pak Hamzah Haz (wakil presiden dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan) pernah menawarkan tayangan untuk mengajak semua rakyat dari agama apa pun untuk bersembahyang. Orang Islam pergi salat, orang Kristen pergi ke gereja, dan sebagainya. Bagus kan itu. Tapi yang keluar itu nanti Pak Hamzah. Kami mengatakan, "Pak, sorry." Dia bisa terima, kok, dan hanya ketawa-ketawa saja. Ya, sudah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus