Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH sepekan ini anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mulyana W. Kusumah, sulit ditemui. Ia semakin jarang terlihat di ruang kerjanya di lantai dua Gedung KPU di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Saban hari ruangan itu hanya terisi seorang stafnya yang langsung menyambut tamu dengan senyum, "Bapak belum datang."
Ke mana Mulyana? Dosen Universitas Indonesia itu sebetulnya tetap ngantor di Gedung KPU. Hanya ruangan kerjanya berpindah-pindah, hilir-mudik antara satu ruangan ke ruangan lain. Kadang Mulyana ngos-ngosan karena harus naik-turun tangga untuk menghadiri rapat. Belakangan ini Mulyana memang seperti diuber waktu.
Sebagai ketua panitia pengadaan surat suara, Mulyana harus merampungkan urusan pencetakan surat suara. Mestinya, menurut jadwal yang ditentukan KPU, surat suara didistribusikan ke daerah mulai 30 Januari lalu. Tapi, hampir dua minggu berlalu, tanda-tanda akan dicetak belum terlihat. Padahal pemilu tinggal 40-an hari lagi.
Keterlambatan pencetakan—dan distribusi—surat suara ini tentu tak bisa dipandang remeh. Jika kotak atau bilik suara bisa disiapkan mendadak, tak begitu halnya dengan surat suara. Perangkat ini harus disiapkan dengan cermat dan tepat waktu, serta tak boleh rusak. Sebab, jika surat suara tak siap, bagaimana pemilu bisa berlangsung?
Untuk pemilu legislatif, KPU harus menyediakan empat jenis surat suara bagi 147.219.894 pemilih, plus cadangan 2,5 persen. Jadi, total jenderal yang harus dikirim KPU ke daerah, sepuluh hari sebelum pemungutan suara, sebanyak 600 juta lembar. Semuanya harus dicetak dengan beragam ukuran dan warna (lihat boks). "Jadi, kalau mikir waktu dan beban, rasanya jantung ini empot-empotan," kata Mulyana.
Lalu, kenapa tak segera dicetak? "Semuanya belum siap, baik materi yang akan dicetak maupun urusan dengan pencetaknya," kata Mulyana. Lo? Dibandingkan dengan kotak atau bilik suara, nasib surat suara memang sangat bergantung pada selesainya sejumlah pekerjaan KPU. Misalnya, jumlah surat yang akan dicetak baru bisa dipastikan setelah KPU mendapat angka pasti jumlah pemilih dari Badan Pusat Statistik, awal Februari lalu.
Ukuran surat suara pun masih harus menunggu daftar tetap calon anggota legislatif. Kenapa? Karena surat itu tak hanya berisi tanda gambar partai, tapi juga nama calon untuk DPR dan DPRD, lalu foto dan nama calon anggota DPD. Jika jumlah calonnya banyak, tentu surat suara juga akan semakin lebar.
Repotnya, semua proses itu tak sesuai dengan jadwal. Menurut Wakil Ketua KPU, Ramlan Surbakti, keterlambatan demi keterlambatan itu berakibat pada persiapan teknis membuat film surat suara. "Terutama karena petugas kami harus memasukkan data calon anggota dari 2.090 daerah pemilihan, baik DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota maupun DPD, dan mengeceknya," kata Ramlan.
Tentu pekerjaan mahaberat itu tak hanya dipikul KPU. Semua proses validasi dibagi rata hingga ke daerah, dan dimulai dari daerah terjauh seperti Papua, Maluku, dan Maluku Utara. Agar pengerjaan film lebih cepat, kata Ramlan, KPU akhirnya menunjuk Perusahaan Umum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Grafitec. "Semua proses validasi dan pembuatan film surat suara itu baru selesai 14 Februari. Setelah itu, kami serahkan ke percetakan," ujarnya.
Selesaikah urusan? Belum. Hingga akhir pekan lalu, perusahaan pencetaknya saja belum jelas. Belasan konsorsium perusahaan percetakan, yang sebelumnya ditunjuk KPU, tak satu pun yang sudah meneken kontrak. Penyebabnya, ongkos cetak yang ditawarkan para pengusaha percetakan itu melampaui harga yang ditetapkan KPU.
KPU menetapkan perkiraan harga cetak tertinggi Rp 400 per lembar untuk surat suara ukuran terbesar, yaitu 66 x 80,5 sentimeter . Namun, dalam pertemuan antara KPU dan pengusaha dari 18 konsorsium itu, Jumat pekan lalu, harga yang diajukan jauh melampaui pagu. Perum PNRI, misalnya, menawarkan harga cetak setiap lembar surat antara Rp 400 dan Rp 630. Balai Pustaka dan PT Genta Singgalang Pers menawarkan Rp 440 hingga Rp 770. PT Temprina Media Grafika Rp 360 hingga Rp 630. "Kan jauh lebih mahal?" kata Sentot Mardjuki, tim ahli KPU untuk tender surat suara.
Anggaran KPU memang minim. Untuk sekitar 600 juta lembar surat suara, KPU hanya menganggarkan ongkos cetak Rp 210—310 per lembar. Perhitungan KPU ini didasarkan pertimbangan, perusahaan itu hanya mencetak, memotong, dan mengepak. Sedangkan distribusi, film, dan kertas semuanya disediakan KPU.
Namun para pengusaha punya alasan. Menurut Mufti Mubarok, Project Officer PT Temprina Media Grafika, harga itu mempertimbangkan faktor risiko. "Ukurannya besar, tintanya harus khusus dan butuh kecepatan tinggi, sehingga kerjanya harus betul-betul ekstra," ujarnya.
Agung Sasongko menyodorkan faktor lain. Direktur PT Pabelan Cerdas Nusantara ini menyatakan, ukuran kertas yang disediakan KPU bisa menjadi faktor keterlambatan. "Sekitar 90 persen kertas surat yang dipesan KPU dari Pabrik Leces, Surabaya, berupa rol, dan 10 persennya dalam bentuk sheet dengan ukuran 57 x 82 sentimeter. Ini enggak cocok sama mesinnya," katanya.
Menurut Agung, surat suara DPR dengan ukuran paling besar, 66 x 80,5 sentimeter dan 40 x 65 sentimeter untuk surat DPD, harus dicetak sheet alias satu-satu. Proses ini memakan waktu lama karena percetakan harus memotong satu-satu. Sementara itu, jika menggunakan kertas sheet yang dipesan KPU, jumlahnya tak cukup. "Kami ragu, apakah waktu 20 hari cukup dengan cara itu, apalagi KPU minta dikirim dalam keadaan terlipat," kata Agung.
Calon anggota legislatif nomor dua dari PDI Perjuangan untuk daerah pemilihan Jawa Tengah ini mengaku telah mengusulkan agar KPU mengubah saja ukuran surat suara yang paling besar menjadi 56 x 80,5 sentimeter, agar bisa dicetak dengan gulungan rol seperti mencetak koran. Tapi KPU menolak. "Ini sama artinya KPU harus mengamendemen SK KPU Nomor 03 Tahun 2004 mengenai ukuran surat suara," kata Mulyana.
Hingga tulisan ini diturunkan, proses negosiasi masih berlangsung alot. "Tapi saya optimistis akan tercapai kesepakatan. Senin ini semua kontrak selesai, dan Selasa surat suara sudah mulai dicetak," kata Mulyana. Tapi, selain soal kontrak dan harga, masih tersisa sejumlah masalah. Misalnya, berapa persen kertas suara yang harus dicetak dengan mesin web dan sheet, percetakan mana yang sanggup menyelesaikannya. Dan yang terpenting, distribusi dari gudang penyimpanan kertas PT Leces di Surabaya, Makassar, dan Jakarta, ke semua percetakan.
Mulyana boleh optimistis. Tapi anggota KPU di sejumlah daerah justru mulai khawatir akan keterlambatan pengadaan surat suara. Menurut mereka, keruwetan teknis sebenarnya bisa diselesaikan jika sejak awal KPU menyerahkan sejumlah pengadaan surat suara ke daerah. Menurut Setia Permana, Ketua KPU Jawa Barat, permintaan pelimpahan surat suara itu pernah diajukan daerah dalam rapat koordinasi antara KPU provinsi dan KPU pusat di Hotel Indonesia, dua pekan lalu. "Sayangnya ditolak," katanya.
Widiarsi Agustina, Imron Rosyid (Solo), Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Bobby Gunawan (Bandung) Fadilasari (Banten)
Surat Suara
Spesifikasi Surat Suara untuk DPR serta DPRD I dan II
Ciri khusus:
- Kertas surat suara punya ciri khusus berupa serat dari tinta yang tidak kasatmata dan hanya bisa dilihat dengan sinar ultraviolet.
- Pojok atas sebelah kiri diberi warna dalam bentuk siku memanjang 6 sentimeter:
- biru langit untuk DPR
- oranye tua untuk DPRD provinsi
- cokelat muda untuk DPRD kabupatan/kota
- Jenis Kertas: UV.Dull 80 gram
- Bentuk: Memanjang
- Ukuran: Bervariasi, disesuaikan dengan jumlah calon di setiap daerah pemilihan
- Tanda Gambar: Berwarna
- Warna Kertas: Putih
Ukuran Kertas Surat Suara untuk DPR
- Daerah pemilihan dengan calon terbanyak 5, ukuran kertas 40 x 65 cm.
- Daerah pemilihan dengan calon terbanyak 10, ukuran kertas 55 x 80,5 cm.
- Daerah pemilihan dengan calon terbanyak 12, ukuran kertas 61 x 80,5 cm.
- Daerah pemilihan dengan calon terbanyak 14, ukuran kertas 66 x 80,5 cm.
Ukuran Kertas Surat Suara untuk DPD
- Provinsi dengan jumlah calon paling banyak 20, ukuran kertas surat suara 55 x 40 cm.
- Provinsi dengan jumlah calon paling banyak 36, ukuran kertas surat suara 42 x 80,5 cm.
- Provinsi dengan jumlah calon paling banyak 60, ukuran kertas surat suara 55 x 80 cm.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo