Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace menilai pembangunan PLTU Celukan Bawang Tahap II akan merusak pariwisata Buleleng sebab berdampak langsung pada ekosistem Taman Nasional Bali Barat (TNBB), kondisi koral, serta kehidupan lumba-lumba yang ada di Pantai Lovina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli polusi udara Greenpeace Lauri Myllivirta mengatakan ekspansi PLTU Celukan Bawang Tahap II dapat membahayakan 200 ribu jiwa dari paparan polusi udara yang diatas ambang batas aman, dan 30 ribu jiwa berpotensi terkena paparan akumulasi merkuri pada level yang tidak aman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca juga: Perluasan Proyek PLTU Celukan Bali Dikecam
“Emisi berbahaya ini juga dapat menjadi ancaman bagi populasi lumba-lumba dan ekosistem sekitar PLTU Celukan Bawang lainnya,” kata Lauri, Jumat, 13 Juli 2018.
Lauri menuturkan, untuk PLTU Celukan Bawang Tahap I saja diperkirakan akan menyebabkan 190 kematian dini dan 70 kelahiran dengan berat rendah setiap tahunnya di Bali.
Kematian dini yang disebabkan oleh PLTU Celukan Bawang Tahap I dapat meningkat menjadi 290 jiwa per tahun pada 2030. Jika beroperasi selama 30 tahun, maka jumlah total kematian dini selama masa operasi PLTU tersebut adalah 7.000 jiwa.
Sementara itu, eskpansi PLTU Celukan Bawang tahap II akan meningkatkan dampak kesehatan kumulatif selama masa operasi 30 tahun menjadi 19 ribu kematian dini.
Meski begitu, Lauri mengakui bahwa hingga saat ini dampak tersebut masih merupakan perkiraan. Sebab, tidak ada data operasional yang jelas mengenai PLTU Celukan Bawang. “Kalau negara lain seperti Cina, Uni Eropa, dan Amerika Serikat kalau ada PLTU yang sudah beroperasi kita bisa melihat jumlah emisi tiap tahun ada, tapi data di Indonesia belum ada,” katanya.
Eskpansi PLTU Celukan Bawang II yang saat ini sedang direncanakan memiliki kapasitas 2x330 Megawatt atau hampir dua kali lipat dari PLTU Celukan Bawang I dengan daya yang dihasilkan 3 x 142 Megawatt. Greenpeace menilai dengan kapasitas sebesar itu, maka PLTU itu akan menghasilkan udara lebih banyak yang merugikan masyarakat dan ekosistem di sekitarnya secara signifikan.