Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tak kurang dari 254 buruh PLTU Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, dihadapkan pada situasi pelik di tengah ketidakjelasan urusan pesangon, imbas berakhirnya kontrak kerja antara PT China Huadian Corporation (CHD) dan PT General Energi Bali (GEB) selaku pengelola PLTU Celukan Bawang. Hal ini otomatis memutus juga kontrak dengan para pekerja di bawah naungan PT Victory Utama Karya (VUK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di situ teman-teman kan disuruh untuk membuat surat lamaran serta surat resign, surat pengunduran diri. Yang mana ketika teman-teman ini-kan ketika membuat surat pengunduran diri berarti dia menyatakan secara sukarela mengundurkan diri tanpa paksaan, ya implikasinya ketika teman-teman membuat surat pengunduran diri berarti tidak berhak atas pesangon,” kata Koordinator Departemen Advokasi Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (SERBUK Indonesia), Abdul Gopur, saat dihubungi Tempo pada Ahad, 22 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuasa Hukum PT Garda Arta Bumindo (GAB) dan PT Garda Satya Perkasa (GSP), I Putu Wibawa angkat bicara terkait polemik pesangon yang muncul menyusul pengumuman terbuka PT General Energi Bali (GEB) kepada para pekerja PT Victory untuk membuat surat pengunduran diri, dan membuat surat lamaran baru yang ditujukan kepada PT GAB dan PT GSP.
“Niatnya dari awal GAB atau GSP memang ingin supaya mereka tetap bekerja tidak ditelantarkan oleh pihak Victory, tapi karena ya itu, iming-iming dapat pesangon sekian-sekian ya maklum lah,” kata dia.
Menurut Wibawa, syarat untuk mengajukan surat pengunduran diri sebelum mendaftar di PT GAB dan GSP dibutuhkan karena tidak etis jika merekrut tenaga kerja yang masih berstatus bekerja di tempat lain. “Terkait dengan permohonan PT GAB dan GSP yang mensyaratkan kalau mau bekerja di sana silakan mendaftar dengan catatan, harus jelas kalau karyawan ini mau bekerja di PT GAB maupun PT GSP, masih berstatus bekerja di tempat lain atau perusahaan lain kan kami tentu tidak etis,” katanya.
Sebelumnya, polemik ini bermula ketika berakhirnya kontrak kerja antara PT China Huadian Corporation (CHD) dan PT GEB, selaku pengelola PLTU Celukan Bawang. Dengan berakhirnya kontrak kerja PT CHD dengan PT GEB, otomatis memutus juga kontrak dengan para pekerja di bawah naungan PT Victory. Sehingga kewenangan PT Victory sebagai pemasok tenaga kerja kemudian dialihkan ke PT GAB dan PT GSP.
Menyusul berakhirnya kontrak tersebut, pada 12 dan 14 September 2024, PT GEB mengeluarkan pengumuman terbuka kepada para pekerja yang menginstruksikan para pekerja PT Victory untuk membuat surat pengunduran diri, dan membuat surat lamaran baru yang ditujukan kepada PT GAB dan PT GSP selambat-lambatnya diserahkan pada 17 September 2024.
Dengan pengajuan surat pengunduran diri ini, artinya pekerja dengan sukarela mengundurkan diri dari PT Victory dan tidak berhak atas pesangon yang ditaksir total mencapai Rp12,4 miliar.
Di sisi lain mantan pimpinan PT Victory Utama Karya Bali, Ian Leonardi mengaku tidak menerima kabar apapun soal kapan kontrak akan berakhir dari PT CHD. “Karena Victory ada di bawah CHD otomatis ikutan, dari pihak CHD pun nggak ada informasi ke kita bahwa mereka selesai tanggal sekian gitu lo, kita bertanya juga mereka jawabnya nggak tau, nggak tau,” katanya.
Terkait ketidakjelasan pemberian pesangon, kata Ian, urusan keuangan termasuk pesangon itu ditangani PT CHD sementara PT Victory hanya bertugas menyalurkan, terlebih hingga saat ini dia mengatakan, PT CHD menutup komunikasi.
“Segala macam keuangan yang keluar itu dari PT CHD, selama 10 tahun kami bekerja sama seperti itu alurnya, dari sistem penggajian bonus dan lain-lain itu dari PT CHD kirim ke kami, kami langsung sebar, jadi tidak ada yang di-hold sama kami begitu pula isi pesangon, itu tertera jelas dalam kontrak kami,” ujarnya.
Ian mengungkapkan PT Victory juga tengah mengusahakan hak-hak para pekerja dengan terus menghubungi PT CHD, sebab perusahaan asal China tersebut sangat sulit dihubungi. “Kami sudah kirim surat ke Kedubesnya China, sudah kirim surat ke CHD itu berkali-kali, atasan saya sudah ke kantor CHD yang di Jakarta mereka ngomong itu urusan CHD Bali,” ujarnya.