Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyerahkan pada Majelis Ulama Indonesia soal hebohnya desain masjid Al-Safar di lokasi peristirahatan atau KM 88 Jalan Tol Cipularang-Padaleunyi arah Jakarta, akibat pernyataan pendakwah yang mengkritik desain masjid tersebut dengan mengaitkan pada logo kelompok Illuminati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya serahkan ini pada MUI. Dan yang saya tahu Wakil Ketua MUI sudah memberikan statement, gak ada masalah. Kalau tidak, perdebatan ini tidak ada kesepakatannya,” kata dia di Bandung, Selasa, 4 Juni 2019.
Bentuk segitiga dengan lingkaran di dalamnya, dalam desain masjid Al-Safar yang di persoalkan. Dia mengaku, kontroversi itu sudah mengemuka sejak dirinya mengikuti kontestasi pemilihan gubernur Jawa Barat. “Sejak Pilgub saya sudah sampaikan permintaan bertemu, tapi tidak ditanggapi juga,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengaku, sengaja merancang bentuk masjid Al-Safar dengan tidak mengikuti paikem bentuk majid yang lazim. Niatnya, untuk memperkaya ragam desain arsitektur bangunan masjid. “Saya tidak pernah mendesain untuk sayembara, karean bagi saya itu sumbangan keilmiahan ilmu saya,” kata dia.
Kini desain masjid Al-Safar itu kini masuk nominasi masjid berarsitektur terbaik Abdullatif Al Fozan Award 2019 bersama 26 masjid lainnya di dunia. “Artinya niat kita memajukan arsitektur Islam, di apresiasi kelas dunia. Bukan hanya lokal,” kata Ridwan Kamil.
Dua masjid karya Ridwan Kamil masuk nominasi. Selain Al-Safar, juga masjid Al-Irsyad di Kota Baru Parahyangan, seperit dikutip dari situsnya (alfozanaward.org/afama-third-cycle-short-listed-mosques/). Dua orang utusan perwakilan Abdullatif Al Fozan Award sudah menemuinya.
“Dia datang ke Indonesia untuk memberikan pengamatan langsung,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengaku ditanyai soal proses mendesain dua masjid tersebut. “Saya bilang, mendesain itu tidak boleh sama karena tempatnya berbeda. Mendesain masjid di tengah pasar ramai, berbeda dengan mendesain masjid di puncak gunung yang sepi,” kata dia.
Ridwan Kamil membeberkan alasannya memilih rancangannya itu, mengambil konsep teori Folding, atau lipat, untuk masjid yang dibangun di tempat peristirahatan di pinggri jalan tol.
“Al-Safar itu berada di daerah yang kecepatannya itu cepat. Jadi gaya arsitekturnya, bukan gaya arsitektur diam, yang ditengah sawah, hening. Ini harus kecepatan. Makanya kenapa dipilih teori Folding, karena Folding ini menghasilkan bangunan yang seolah bergerak,” kata dia.
Menurut Ridwan Kamil, Folding dalam teori arsitektur seperti origami, seni melipat kertas. Melipat membawa konsekuensi bentuk yang miring, dan segitiga sebagai bentuk yang fleksibel.
“Folding dalam teori arsitektur seperti origami, dilipat-lipat. Kalau dilipat-lipat, pasti secara ilmiah bentuk dindingnya itu dia miring. Dan bentuk segitigalah yang paling bisa fleksibel. Hasilnya seperti itu,” kata Ridwan Kamil.
Berbeda dengan Al-Irsyad, yang berada di tengah kompleks perumahan di Kota Baru Parahyangan, yang terletak di pinggir Kota Bandung. “Unsurnya berbeda. Kalau di Kota Baru Parahyangan, iew indah. Jadi waktu Maghrib, warna langitnya jadi oranye. Maka teorinya Mihrabnya di buka, sehingga kalau kita salat di sana merasa kecil, kira-kira begitu,” kata Ridwan Kamil.
Nominasi Abdullatif Al Fozan Award sendiri akan diumumkan November nanti di Kuala Lumpur, Malaysia. “Bagi saya, dinominasikan saja Alhamdulillah. Mendapat atau tidak mendapat, itu saya serahkan,” kata Ridwan Kamil.