Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Analis senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Julius Christian mengatakan kualitas bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia masih sangat buruk. Hal tersebut, kata dia, berimplikasi pada meningkatnya jumlah penyakit terkait polusi udara serta beban biaya untuk menanganinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Kualitas BBM) kita masih sangat buruk, sangat jauh daripada yang seharusnya digunakan merujuk Permen LHK 2017,” kata Julius dalam pemaparan analisis dampak kebijakan pengetatan standar kualitas BBM yang digelar daring, Selasa, 19 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2017 menyebutkan penggunaan BBM di Indonesia perlu mengikuti standar Euro 4 yang salah satunya memiliki kandungan sulfur maksimal 50 part per million (ppm). Meski begitu, kata dia, mayoritas BBM yang digunakan di Indonesia yakni RON90 dan RON92 masih memiliki ppm di atas dari batas.
RON90 yang di Indonesia kerap disebut Pertalite sebagai jenis BBM paling banyak dipasarkan oleh Pertamina kata dia belum memiliki standar untuk mencapai 50 ppm sesuai standar Euro 4. Di sisi lain, beberapa jenis BBM lain seperti Pertamax dan Biosolar sudah memiliki target untuk mencapai 50 ppm.
“Ketika ada perbaikan, akan langsung berdampak signifikan terhadap (pengurangan) polusi udara dan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat,” ujarnya
Pada forum tersebut juga disajikan data klaim BPJS Kesehatan di DKI Jakarta pada kategori penyakit yang berkaitan dengan polusi udara. Tercatat, klaim BPJS untuk penyakit asma mencapai Rp191 miliar pada periode 2016-2021. Selain itu, pneumonia mencapai Rp1,8 triliun pada periode yang sama.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan pemerintah telah memerintahkan produksi kendaraan roda empat di Indonesia sejak April 2018, adalah mobil dengan standar Euro 4. Kemudian diesel yang dijual sejak 2 April 2022 sudah standar Euro 4.
Namun yang harus diperhatikan lebih jauh adalah standar pemakaian BBM dari kendaraan tersebut. "Standarnya bukan hanya oktan, yang sering muncul RON 90, 92, bukan itu, tapi sulfurnya," kata dia pada Senin, 5 Agustus 2024 silam.
BBM dengan kandungan sulfur 50 ppm atau setara Euro 4. Sementara untuk Euro 5 dan Euro 6 dengan sulfur 10 ppm."Kalau sulfurnya tinggi, alat yang digunakan untuk mengurangi emisi atau polusi itu jadi tidak bisa berfungsi dengan baik," ujarnya.
Sejauh ini, Rachmat menerangkan, BBM yang disediakan saat ini masih buruk, jauh dari standar Euro yang dipakai di dunia. Padahal, seharusnya standar emisi gas buang kendaraan roda empat atau Euro 4, angka oktan 91 dan 50 sulfur. Sementara untuk solar, angka oktannya 51 dan kandungan sulfur BBM 50.
Ikhsan Reliubun berkontribusi pada artikel ini.
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Aspek Perizinan Jadi Potensi Maladministrasi dalam Tata Kelola Industri Kelapa Sawit