Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ignatius di jalan lada

Kasus manipulasi BNI 1946 cabang hong kong sebesar rp 3,7 milyar. masalah itu akan masuk pengadilan. iskandar kepala cabang bni 1946 hong kong, di non-aktifkan sementara.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYONYA Margono Djojohadikusumo, 79, ibu kandung bekas Menteri Riset dan Teknologi Prof. Sumitro menyingkapkan selubung yang menutup patung suaminya. Beginilah caranya BNI '46 merayakan ulangtahunnya yang ke 34 tanggal 5 Juli yang lalu. Patung kayu setengah badan itu terletak dalam ruangan museum untuk mengenang R.M. Margono Djojohadikusumo. Orang ini, dengan modal seratus rupiah uang Jepang (yang diambil dari tabungan pribadinya) mendirikan BNI '46. Museum kenang-kenangan itu terletak di dalam kompleks Gedung Kantor Besar BNI '46Jalan Lada Jakarta. Dengan pembinaan manajemen yang terus meningkat, menurut cerita Dir-Ut BNI '46 Somala Wiria, tahun 1979 bank tersebut sanggup menyumbangkan pajak sebesar Rp 12 milyar kepada pemerintah. Namun demikian manipulasi yang banyak melibatkan karyawannya masih tak lepas dari sorotan masyarakat. Terakhir kasus Hongkong yang mengakibatkan lenyapnya uang negara sebesar Rp 3,7 milyar. Manipulasi tersebut menyangkut hubungan antara BNI '46 Cabang Hongkong dengan Gubni Asian Finance Co Ltd. Tanpa seizin kantor pusat, cabang Hongkong dengan lancang telah memberikan kredit sekitar Rp 5 milyar kepada perusahaan yang bergerak dalam perdagangan surat-surat berharga itu. Ketidakberesan tercium di Jakarta akhir 1978, ketika pengembalian kredit tadi mandek dan yang masuk kembali ke kas baru mencapai Rp 1,5 milyar. Menurut sebuah sumber, Gubni Asian Finance Co Ltd. dikendalikan oleh orang-orang Indonesia juga. BNI (sendiri memiliki 40% dari saham perusahaan yang bermarkas di HongKong itu. Orang yang pertama menjadi Direktur Gubni adalah Taufik Natawirja. Ia dibantu oleh staf yang diambilkan dari BNI '46. Wakil-wakil BNI '46 untuk Gubni ditetapkan dari pusat dan selama setahun beroperasi mengalami beberapa pergantian. Bisa disebutkan nama-nama seperti Anwar Chan, Satoto, Drs. Sudarmo, Achmad dan Yue Ning. Hubungan khusus ini membuat pimpinan BNI '46 Hongkong tanpa seizin pusat berani memberikan kredit dalam jumlah yang melebihi wewenang seorang pimpinan cabang. Manipulasi di BNI '46 Hongkong ini juga sempat ditanyakan oleh anggota-anggota DPR kepada Presiden. Menpan Sumarlin ketika membacakan jawaban pemerintah 30 Juni yang lalu menyatakan bahwa Rp 3,7 milyar adalah sisa tranksaksi yang belum terselesaikan, sehingga masih diusahakan penyelesaiannya dan belum tentu merupakan kerugian seluruhnya." Sementara itu Somala Wiria menerangkan bahwa kasus tersebut masih dalam proses pengadilan di Hongkong. Prof. Gautama SH akan tampil sebagai pengacara untuk BNI '46. Dari Jakarta sendiri sudah diambil tindakan pemecatan terhadap kuasa kas yang bernama Sudarno dan seorang karyawan lokal, Tjung Kam Hoi. Sedangkan Kepala Cabang BNI '46 di Hongkong, Ignatius Iskandar hanya dinon-aktifkan sementara. Sejak tanggal 2 Januari 1980 Ignatius malahan sudah direhabilitasi, sekalipun harus memikul hukuman penurunan pangkat dua tingkat. Menurut Dir-Ut Somala Wiria hukuman untuk Ignatius itu sudah setimpal untuk kelalaian dan kurangnya yengawasan terhadap bawahannya. "Jika cukup alasan, saya tak ragu-ragu membawanya ke pengadilan. Apalagi kalau mengarah pada kriminal," katanya. Melapor Sendiri Memang aak aneh juga mengapa Ignatius bisa lepas dari hukuman yang lebih berat, padahal dialah yang bertanggungjawab terhadap tindak tanduk bank. Sementara kasus kas telah dipecat. Ada yang menduga pemberian kredit dilakukan tanpa persetujuan resmi Ignatius. Sebab kalau menurut cerita Somala, Ignatius Iskandar sendirilah yang melaporkan manipulasi itu ke Jakarta. Kalau bukan karena jasanya kasus ini bakal lama baru terbongkar, katanya. Ignatius Iskandar sekarang menduduki jabatan Asisten Direktur Muda Urusan Administrasi di kantor pusat BNI '46 Jalan Lada 1, Jakarta. Ia tetap seorang staf bank yang rapi. Berbaju lurik-lurik hitam-coklat, celana hitam dan berdasi, ia agak kaget dan menutup bibirnya ketika ditanya soal Hongkong tempo hari. "Saya masih kerja dan ingin terus bekerja untuk BNI '46. Saya tak berani," katanya serius kepada Marah Sakti dari TEMPO. Orang yang bertubuh kurus--jangkung dan pernah dapat kedudukan penting di Hongkong itu menyatakan hanya punya kekayaan empat anak dan sebuah mobil kecil. "Tak punya bisnis lain. Ke kantor berangkat bersama-sama karyawan lain, menumpang kombi milik kantor," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus