Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Majelis Yang Sepi

Lembaga perwasitan antara kantor pajak dengan pengusaha majelis pertimbangan pajak (mpp), mulai aktif lagi 24 juni 1980 dengan ketua suryono sastrohadikusumo. sekitar 6000 perkara mengalir ke mpp.

12 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAJELIS Pertimbangan Pajak (MPP) masih saja santai. Kantornya di tingkat 4 "Gedung Pajak", Jalan Gatot Subroto, Jakarta, sepi. Tak banyak dikunjungi pencari keadilan, tak terdengar misalnya teriakan protes para pengusaha yang merasa dipajak terlalu tinggi. Tapi sejak diaktifkannya kembali MPP, 24 Juni yang lalu, lembaga perwasitan antara kantor pajak dan pengusaha ini mendapat sambutan cukup. Berdasarkan undang-undang MPP terdiri dari seorang ketua, 2 orang anggota wakil Mahkamah Agung, 2 orang wakil Kadin Indonesia dan seorang sekretaris dari Ditjen Pajak, dengan masa jabatan 2 tahun. Di samping itu, keempa anggota mempunyai anggota pengganti yang berfungsi jika anggota tetap berhalangan. Untuk sekarang ini, sesuai dengan Keppres No. 84 tanggal 24 Juni, Presiden menunjuk Suryono Sastrohadikusumo sebagai ketua. Sedang para anggotanya adalah Ny. Martini Notowidagdo SH dan Ny. Poerbowati Djoko Soedomo (keduanya dari Mahkamah Agung). Yang mewakili Kadin adalah Toto Bachri dan .dr. Rosita Syofyan Noor. Sebagai anggota pengganti dari MA adalah Parmanto SH dan Soekotjo SH. Anggota pengganti dari Kadin: H. Noer Amin dan Chalil Baridjambek. Daftar itu cukup mewakili. Paling sedikit, "aktifnya MPP, akan banyak membantu para wajib pajak maupun pemerintah," komentar seorang akuntan publik di Jakarta, awal pekan ini, penuh harap. Antara wajib pajak dengan petugas pajak (fiskus) memang sering terjadi saling tuding. Laporan keuangan perusahaan, dengan alasan "diragukan kebenarannya," bisa ditolak oleh Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Kalau pun alasannya benar, wajib pajak tetap berada di pihak yang kalah, si petugas pajak berpegang pada pola klasik: "pungut dulu urusan belakangan." Atau timbul saling mengerti yang disebut kompromi. Artinya pengusaha membayar lebih rendah dari semestinya. Si petugas dapat "amplop". Menumpuk Tak semua wajib pajak suka menempuh jalan kompromi. Mereka yang menggunakan jasa akuntan publik--untuk memperoleh ksaksian tentang benarnya pembukuan dan perhitungan laba--bisa membayar pajak secara beres. Meskipun besar. Tapi tak semua perusahaan mau (atau mampu) menggunakan jasa akuntan publik. Bila pajak yang harus dibayarnya dianggapnya terlalu tinggi, ia bisa menolak dan langsung mengadukannya ke Majelis Pertimbangan Pajak. Dapatkah dalam praktek lembaga peradilan pajak ini bekerja lancar, setelah diaktifkan kembali? Bagi ketua MPP yang baru, Suryono Sastrohadikusumo, serta para anggotanya, tugas berat jelas sudah menanti. Sekitar 6.000 bundel map permohonan banding kini menumpuk di sekretariat DPP. Begitu banyakya hingga tidak cuma disimpan dalam limari, tapi juga di tas meja-tulis yang dilayani cuma 3 orang pegawai plus seorang sekretaris. "Sebagian besar tentang kasus Pajak Pendapatan PPd), Pajak Perseroan (PPs) dan Pajak Penjualan (PPn)," kata Li Badjuri, Sekretaris MPP lama yang diangkat kembali. Katanya lagi "Kini rata-rata 100 berkas permohonan banding masuk setiap bulannya." Tidak diketahui berapa jumlah pajak yang jadi sengketa itu. Menurut Badjuri "angka yang menjadi perselisihan itu berkisar antara ratusan ribu sampai belasan juta rupiah." Namun sebelum perkaranya diputus MPP, umumnya mereka itu menangguhkan pembayaran pajak tahun berikutnya. Akibatnya bisa mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor pajak. Atau para wajib pajak terus merasa diuber-uber. Keluhan terhadap petugas pajak memang bukan hal baru. Misalnya dari kasus PPd yang masuk ke sekretariat MPP, ala perusahaan yang volume bisnisnya tetap. Jumlah dan gaji karyawannya pun tak banyak bertambah, tapi petugas pajak menetapkan PPd 2-3 kali lebih besar dari tahun sebelumnya. Bahkan, kata sebuah sumber TEMPO, eksportir yang seharusnya tidak kena PPn berganda, toh kena. Malah menurut sekretaris MPP, ada juga karena salah tulis. Dari Koran Dalam berurusan seperti itu, apa yang harus dilakukan? Sampai akhir pekan lalu, ketua MPP dengan para anggotanya masih belum berkenalan. "Bahkan surat pengangkatan saja belum saya terima. Dan saya baru tahu dari koran," tutur dr. Rosita Syofyan Noor, seorang pengusaha impor-ekspor dan distributor yang duduk di MPP mewakili Kadin Indonesia. Rosita sendiri, seorang dokter yang bisa muncul sebagai wanita bisnis dan sekaligus model, merasa siap untuk bertugas. Tapi katanya: jika perlu mengangkat tenaga profesional yang mengelola lembaga setiap hari. Nampaknya dianggap penting pula adanya batas waktu dalam memutus perkara. Bahkan seorang anggota MPP menyarankan, untuk lancarnya MPP dan tidak bertele-telenya sidang, jika perlu majelis mengambil keputusan berdasarkan pemungutan suara. Dapat dimengerti saran itu. Dari tumpukan perkara yang terbenam di sekretariat MPP itu misalnya ada yang masuk tahun 1972, namun sampai kini belum diputus. Seorang anggota yang baru diangkat juga mengusulkan agar MPP dibenarkan untuk memintakan pemberhentian atau mutasi terhadap fiskus yang melakukan kesalahan 3 kali. Sebaliknya juga wajib pajak yang mengadu secara tidak benar perlu dihukum. Untuk ini hendaknya MPP juga diberi hak saran kepada Departemen Perdagangan dan Koperasi untuk mencabut izin perusahaan yang seperti itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus