DI tengah-tengah penjagaan ketat, Konperensi Menteri Penerangan Negara-negara Nonblok akhirnya berlangsung dengan "mulus". Karenanya, dengan suara yang mantap ketua sidang Menteri Peneranan Harmoko, seusai penutupan Senin lalu, berucap, "Konperensi telah mencapai sasaran-sasaran pokok." Itu tidak hanya lantaran Harmoko berhasil menenteramkan suasana sidang yang terkadang, seperti kata ketua Delegasi Yugoslavia Mitko Calovski, mendekati "detik-detik konfrontatif". Tapi karena konperensi, yang dihadiri 96 delegasi, mengesahkan resolusi tentang pool kantor berita negara-negara nonblok, dukungan terhadap Unesco, penurunan tarif telekomunikasi, dan pengembangan siaran radio. Tak cuma itu yang ditelurkan peserta konperensi dari Balai Sidang Senayan, Jakarta, selama sepekan. Konperensi juga menetapkan Zimbabwe sebagai penyelenggara konperensi berikutnya - enam bulan setelah KTT Nonblok. Anggota Devan Antar Pemerintah (IGC) yang tadinya berjumlah 21 negara kini menjadi 34 negara. Dan Harmoko terpilih sebagai ketua IGC menggantikan Menteri Kebudayaan dan Penerangan Irak Latif N. Jassim. Gagasan mengubah tata informasi dunia sebenarnya sudah mulai terpikirkan sejak KTT Nonblok di Aljazair, 1973. Tapi baru pada pertemuan menteri penerangan negara nonblok di New Delhi, tiga tahun kcmudian, gagasan itu menampakkan wujud. Dimulai dengan membentuk pooling kantor berita, sidang sekaligus menggarap penurunan tarif teleks untuk pengiriman berita antarnegara. Pada KTT Nonblok di New Delhi, 1983, sidang menyetujui usul Tunisia, yang merekomendasikan tarif teleks sebesar US$ 300 per bulan. Mengenai penurunan tarif telekomunikasi, menurut Dr. Makaminan Makagiansar, asisten bidang kebudayaan Direktur Jenderal Unesco, mulai dibahas kelompok kerja Tarif Telekomunikasi Internasional, 1979. Disahkan sebagai resolusi baru di sidang ke-21 Konperensi Umum Unesco di Beograd, setahun kemudian. Setelah digodok oleh para ahli Unesco di Paris, 1981, direkomendasikanlah tarif itu sebesar US$ 200 per bulan. Yang disayangkan Makagiansar, selama tiga tahun hanya beberapa negara yang tercatat menjalankan resolusi itu. Karenanya, menteri penerangan dan penyiaran Malaysia Datuk Seri Adib Adam setibanya di Jakarta untuk mengikuti Konperensi Menteri Penerangan Negara-negara Nonblok, menganggap pentimg penurunan tarif telekomunikasi dibicarakan khusus oleh sidang. Sementara itu, banyak anggota IGC, menurut anggota delegasi Indonesia Tranggono, S.H., berpendapat bahwa tarif telekomunikasi, terutama untuk pengiriman berita antarnegara masih terlalu tinggi. "Tapi rekomendasi tarif dari Unesco itu, buat negara-negara maju yang rata-rata mempunyai fasilitas telekomunikasi, dianggap terlalu rendah," ujar Tranggono yang juga pemimpin LKBN Antara. Menurut data Februari 1983 yang dikumpulkan Unesco, tarif pengiriman berita one-way circuit linking dari London ke New York sudah menelan sewa US$ 3.000 per bulan. Agaknya, inilah salah satu penyebab negara-negara maju enggan melaksanakan rekomendasi Unesco itu. Kendati resesi masih terasa, untuk menyambut konperensi ini, pemerintah Indonesia telah menurunkan tarif jasa telekomunikasi khusus untuk Antara dan TVRI. Tentu saja hal ini mendapat keplok riuh dari para delegasi ketika wakil ketua delegasi Indonesia Soekarno, S.H., melontarkannya pada pemandangan umum. "Pemerintah Indonesia sangat menaruh perhatian pada masalah tarif telekomunikasi, karena soal itu berperan sekali dalam menyukseskan pertukaran berita di antara negara-negara nonblok," kata Soekarno. Keputusan pemerintah Indonesia tertanggal 25 Januari, yang berlaku surut sembilan hari, menetapkan penurunan sebesar 50% bagi tarif pertukaran berita untuk TVRI. Kini, tarif itu menjadi US$ 425 untuk 10 menit pertana dan US$ 15 untuk setiap menit berikutnya. Namun, potongan harga itu baru bermanfaat untuk pengiriman berita minimal 20 menit per hari. Sirkuit LKBN Antara, yang tarifnya semula US$ 1.600 sebulan untuk pemakaian 24 jam terus-menerus, diturunkan menjadi US$ 1.000. Berarti, turun 40%. Selain itu, masih ada beberapa tarif jasa telekomunikasi untuk Antara dan TVRI yang juga diturunkan. Walaupun sudah diturunkan, tarif baru itu ternyata masih lebih "mahal". Menurut Direktur Jenderal Postel Ir. S. Abdulrachman, yang mengumumkan keputusan itu kepada wartawan, karena pemerintah masih mempertimbangkan, antara lain, untung ruginya. Tidak cuma bagi pemerintah, melainkan juga bagi PT (Persero) Indosat yang menangani pelayanan telekomunikasi lewat satelit. Masalah penurunan tarif tampak lebih terpulang kepada negara yang bersangkutan. Itulah sebabnya hasil Konperensi Menteri Penerangan Negara-negara Nonblok mengenai penurunan tarif sifatnya lebih banyak mengimbau.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini