Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan atau Kemendag Syailendra menyatakan untuk memenuhi kebutuhan kedelai, Indonesia masih sangat bergantung pada impor. Volume impornya bahkan mencapai 90 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sementara sistem stoknya itu di para importir sangat dynamic," ujarnya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 7 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan komoditas kedelai tidak tahan lama untuk disimpan di gudang selama berbulan-bulan, sehingga sistem pasokannya amat bergantung pada kelancaran proses angkutan dan distribusinya.
Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan kedelai pada bulan ini, proses pengirimannya sudah dilakukan sejak sebulan sebelumnya. Begitupun impor bulan November, akan berlangsung prosesnya sejak Oktober. Kapal tersebut membawa stok sekitar 250 ribu ton setiap bulannya.
Sehingga, meski harga kedelai per bushel pada Oktober 2022 sudah cenderung turun, harga kedelai saat ini masih cenderung tinggi lantaran kenaikan yang terjadi pada periode sebelumnya.
Melansir data dari Asosiasi Kedelai Indonesia atau Akindo, Syailendra menyebutkan harga beli kedelai per September 2022 naik menjadi Rp 12.385 per kilogram. Sedangkan harga jual di Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Kopti) mencapai Rp 13.044 per kilogram. Kemudian harga beli pada Oktober 2022 sebesar Rp 12.575 harga beli di KOPI.
Terlebih, kata dia, kondisi pandemi Covid-19 dan juga situasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina sangat mempengaruhi kelancaran pasokan kedelai dalam negeri. Saat awal pandemi misalnya, ia bercerita Cina kala itu memperbesar volume impor kedelai dan memperpanjang kontraknya. Alhasil suplai kedelai untuk impor berkurang dan harganya Indonesia melonjak.
Tetapi Syailendra meyakini harga kedelai ke depan akan stabil. Pasalnya, stok kedelai per 6 Oktober 2022 masih tersedia 400 ribu ton. Angka tersebut lebih besar 50 persen dari rata-rata kebutuhan kedelai nasional, yaitu 200 ribu ton per bulan. Data itu bersumber dari Asosiasi Kedelai Indonesia atau Akindo.
Ditambah pemerintah juga telah berencana memberikan subsidi selisih harga sebesar Rp 1.000 per kilogram. Kemendag sudah mengirimkan surat kepada Kementerian BUMN agar segera menginstruksikan Bulog untuk menyalurkan kedelai kepada para pengrajin dengan harga subsidi tersebut.
Surat itu telah dikirimkan Kemendag pada 28 September 2022. Menurut Syailendra, Kementerian BUMN juga telah menyampaikan surat penugasan pada Bulog sekitar 4 Oktober 2022. Jika subsidi telah disalurkan, diharapkan harga beli kedelai pada level pengrajin bisa kembali normal, yakni di kisaran Rp 11 ribu per kilogram.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.