PASAR timah kini sudah punya patokan lagi. Awal pekan lalu, bursa Kuala Lumpur (KL) telah beroperasi lagi. Tapi tragis, harga internasional yang dipatoknya: M$ 18 atau sekitar Rp 3.745 per kg, kira-kira separuh biaya produksi rata-rata. PT Timah di Jakarta belum mengungkapkan berapa harga yang dipakainya untuk ekspor, sedangkan pemasaran dalam negeri (sekitar 12%) konon masih sekitar Rp 7.000 per kg. Harga internasional, Oktober lalu, masih sekitar Rp 14.000 per kg. Ditutupnya bursa di London Metal Exchange (LME), 24 Oktober, disusul sehari kemudian oleh bursa KL, para importir dengan mudah mengecoh dan menekan produsen yang tak mempunyai harga patokan lagi. Akibatnya, harga sampai awal pekan lalu telah jatuh seperti dipatok bursa KL tadi. LME sendiri masih lumpuh, karena Dewan Timah Internasional (ITC) yang menjadi kakinya, yang beranggotakan 22- negara produsen & konsumen, terlilit utang ratusan juta dolar pada para bankir dan broker LME, hanya bisa disembuhkan bila mendapatkan suntikan sekitar 270 juta (sekitar Rp 426 milyar) -- untuk mendirikan satu perusahaan yang akan membanjiri timah di bursa kemudian melepaskannya secara perlahan, agar harga patokan terkendali. Para bankir dan broker telah menawarkan modal 100 juta, dengan syarat ITC menyetor 120 juta tunai berikut jaminan 50 juta lagi bila setoran tunai itu ternyata tak memadai. Pemerintah Inggris, yang tak ingin LME bangkrut, telah menawarkan kontribusi 50 juta, sehingga 21 negara anggota ITC lainnya mungkin tinggal diminta menyetor 3,3 juta dan jaminan sekitar 2,27 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini