DIREKTUR utama PT Pelayaran Bahtera Adhiguna, Rusman Anwar, dalam dengar pendapat di Komisi V DPR RI, pekan lalu, melaporkan bahwa pendapatan dan keuntungan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) itu telah menurun pada tahun-tahun terakhir Penhasilan dari muatan kapal-kapal Adhiguna sebelumnya memang sempat meningkat dari sekitar Rp 180 juta (1977) menjadi Rp 360 juta (1981). Tetapi sejak 1982 merosot terus. Penghasilan tahun lalu cuma sekitar Rp 290 juta. Pada semester 1 1984, total penghasilan dari muatan kapal sekitar Rp 166 juta. Penghasilan itu bersumber (hampir 50%) dari angkutan kayu bulat (log). Perusahaan itu juga terancam rugi akibat larangan ekspor kayu bulat yang akan dilaksanakan mulai tahun depan. Operasi perusahaan memang sudah mulai dialihkan, sejak April 1984, dengan direalisasikannya tiga kapal berbobot 3.700 dwt khusus untuk angkutan aspal. Empat kapal lainnya masih dioperasikan untuk angkutan log, semen, pupuk, dan beras. Kendati laba perusahaan makin merosot - dari Rp 744,5 juta (1982) menjadi sekitar Rp 300 juta (1983) - Rusman tetap berusaha agar perusahaan tidak merugi. Untuk itu, misalnya, kebutuhan tenaga kerja, yang sekarang berjumlah 770 orang, diperhitungkan harus menguntungkan. Caranya? "Di Bontang, yang rata-rata menghasilkan pemasukan Rp 600 juta per bulan, misalnya, kami hanya menempatkan dua orang pegawai," kata Rusman. Selain itu, pengeluaran - mulai dari ongkos fotokopi sampai ke 6iaya kunjungan dinas - ditekan sehemat-hematnya. Agaknya, inilah yang menyebabkan DPR RI tetap menilai Adhiguna sebagai salah satu BUMN yang sukses dalam mengembangkan diri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini